EKONOMI PERIKANAN
OLEH:
NAMA : AKBAR
NASIR
NIM : L241
10 254
KELOMPOK : 1 (SATU)
ASISTEN : AHMAD ILHAM WAHYUDI
PROGRAM
STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
JURUSAN
PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perairan Indonesia sangat
luas, terdiri atas lautan dan perairan umum (air tawar). Potensi sumberdaya
perikanan yang dimiliki oleh perairan tersebut, baik untuk kegiatan penangkapan
(capture) maupun budi daya (culture) mencapai 65 juta ton per
tahun. Dari potensi 65 juta ton tersebut 57,7 juta ton merupakan potensi
perikanan budidaya. Produksi ikan Indonesia pada tahun 2004 mencapai 6 juta ton
(9%), yang terdiri atas 4,1 juta ton hasil tangkapan ikan laut; 0,5 juta ton
hasil tangkapan ikan di perairan umum; dan sisanya 1,4 juta ton berasal dari
usaha budidaya, masing-masing 0,7 juta ton hasil budidaya laut, 0,4 juta tob
budidaya tambak/payau, dan 0,3 juta ton budidaya perairan umum. Produksi hasil
perikanan budidaya sebesar 1,4 juta ton berarti tingkat pemanfaatan potensi
perikanan budidaya baru mencapai sekitar 2,4% (Ghufran, 2008).
Berdasarkan data statistik
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2005, pemanfaatan
sumber daya perikanan di perairan Sulawesi Selatan baru mencapai 30% dari
potensi lestari. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan potensi perikanan
budidaya di Sulawesi Selatan belumlah maksimal. Kenyataan diatas tidak lepas
dari kurangnya sarana dan prasarana pembudidayaan ikan yang ada. Keadaan
tersebut umumnya dikarenakan alasan klasik berupa besarnya biaya investasi
pengadaan lokasi dan peralatan pembudidyaan ikan yang umumnya masih dikelola
oleh kelompok-kelompok nelayan setempat, sehingga menyebabkan kurang
maksimalnya pemanfaatan potensi perikanan setempat. Pemerintah terus berupaya
mengatasi hal ini, melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya rutin
memberikan paket bantuan pengadaan binih/benur kepada kelompok-kelompok nelayan
namun hal ini kurang terlihat manfaatnya dikarenakan jumlah nya yang terbatas.
Menyiasati keadaan tersebut maka para kelompok nelayan melakukan penangkaran
binih/benur unggulan yang nantinya dibagikan atau dijual murah kepada nelayan
setempat (Artasasta, 2003).
Kabupaten Pangkajene Kepulauan
(Pangkep) merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan, meliputi
12 kecamatan, luas wilayahnya mencapai 1.122,29 Km2 dan berpenduduk sekitar
279.887 orang. Daerahnya berada di pesisir Barat Sulawesi Selatan dengan
ketinggian antara 0 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut. Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan, memiliki tiga dimensi wilayah yaitu laut, daratan dan
pegunungan. Hasil tangkapan perikanan laut mencapai 7.944,3 ton dan budidaya
rumput laut 7.174 ton. Adapun jenis ikan di perairan Pangkep adalah peperek,
gerot-gerot, kakap merah, kerapu, lencam, cucut, pari, layang, selar, kuwe,
tetengkek, tenggiri, belanak, teripang, tembang, lamuru, kembung, gulama,
cakalang, rajungan, udang putih, cumi-cumi, bawal putih, senanging, udang (dogol,
windu, kipas), japuh, terubuk, tuna, teri, dan lain-lain (Rison, 2010).
Berdasarkan data di atas dalam mata
kuliah Ekonomi Perikanan yang membahas tentang fenomena dan persoalan yang
berhubungan dengan bidang perikanan. Sehingga perlu diadakan praktek lapang
untuk mengetahui fenomena dan persoalan yang terjadi. Hal inilah yang
melatarbelakangi diadakannya praktek lapang.
B.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan diadakannya praktek lapang Ekonomi Perikanan,
yaitu untuk mengetahui dan dapat menghitung nilai tukar nelayan (NTN) setiap
satu kali siklus dan untuk mengetahui siklus produksi, menganalisis konsumsi
rumah tangga atau analisis pendapatan masyarakat pesisir terkhusus pada masyarakat
nelayan.
Adapun kegunaan
diadakannya praktek lapang Ekonomi Perikanan, yaitu untuk membandingkan toeri
yang diterima di bangku kuliah dengan realitas yang terdapat di lapangan. Dalam
hal ini untuk mengetahui bagaimana pendapatan masyarakat pada musim paceklik
dan pada musim panen setiap satu kali siklus (per tahun).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Ekonomi Perikanan
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari
aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan
konsumsi barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata
Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος
(nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar
diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah
tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah
orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja (Arjuna, 2010).
Perikanan memang semula
berasal dari kegiatan hunting (berburu)
yang harus dibedakan dari kegiatan farming
seperti budidaya. Dalam artian yang lebih luas, perikanan tidak saja
diartikan sebagai aktivitas menangkap ikan (termasuk hewan invertebrate lainnya
seperti funfish atau ikan bersirip)
namun juga termasuk kegiatan mengumpulkan kerang-kerangan, rumput laut dan
sumberdaya hayati lainnya dalam suatu wilayah geografis tertentu dengan
struktur kepemilikan yang kebanyakan
bersifat common property (milik
bersama). Hal ini berbeda dengan budidaya atau aquaculture yang berhubungan dengan sumberdaya yang dapat
dikendalikan serta struktur kepemilikan yang jelas (private property).
Ekonomi Perikanan
merupakan bidang yang unik karena sifat sumber dayanya fugitive dan
kompleksitas pengelolaannya menuntut kajian tersendiri. Buku ini menyajikan
secara komprehensif teori ekonomi perikanan yang diperkaya dengan aspek
historis dan filosofis sehingga dapat dibaca oleh kalangan luas, tidak hanya
akademisi. Penulis juga memaparkan kajian kebijakan dan pengelolaan perikanan
baik dalam perspektif teoretis maupun empiris dan memberikan contoh-contoh yang
mudah diikuti serta bahan diskusi dan latihan untuk menstimulasi pemikiran
mengenai ekonomi perikanan. Bisa dikatakan inilah buku pertama di Indonesia
yang secara utuh menyajikan teori ekonomi perikanan dari dasar hingga model
bioekonomi dinamik (Fauzi, 2010).
B.
Ruang Lingkup
Adapun yang termasuk dalam ruang lingkup ekonomi perikanan
ialah : sumberdaya, alokasi, kebutuhan, permintaan, penawaran, harga
keseimbangan, dan pasar. Tetapi yang dibahas hanya tiga karena yang lainnya
sudah diketahui secara umum di perkuliahan.
Sumberdaya adalah suatu
nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu
dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga
non-fisik (intangible).
Sumber daya ada yang dapat
berubah, baik menjadi semakin besar maupun hilang, dan ada pula sumber daya
yang kekal (selalu tetap). Selain itu, dikenal pula istilah sumber daya yang
dapat pulih atau terbarukan (renewable resources) dan sumber daya tak
terbarukan (non-renewable resources). Dan ada sumberdaya gabungan, yaitu
SDA Biologis dan SD Tanah.
Alokasi merupakan
penentuan banyaknya barang yang disediakan untuk
suatu tempat (pembeli dsb); penjatahan; penentuan banyaknya uang
(biaya) yang disediakan untuk suatu keperluan: pemerintah memberi dana
kepada tiap desa untuk membangun gedung sekolah dasar. Dalam hal ini
alokasi sumberdaya yang ada di suatu wilayah yang memilki potensi perikanan.
Kebutuhan merupakan salah
satu aspek psikologi manusia untuk menggerakkan dengan aktivitas-aktivitas yang
menjadi dasar untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini kebutuhan merupakan
indikator suatu wilayah untuk melakukan suatu usaha di bidang perikanannya
khususnya (Triarson, 2001).
C.
Perkembangan Ekonomi Perikanan di Indonesia
Pembangunan ekonomi perikanan
pada triwulan I-2010 belum menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan dibandingkan periode yang
sama pada tahun 2009. Hal ini dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator,
yaitu total investasi, jumlah kapasitas produksi terpakai pada industri
perikanan, nilai ekspor dan kesejahteraan nelayan, serta pembudi daya ikan.
Hal ini perlu mendapat perhatian
serius agar target pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010
dapat terwujud dengan baik. Oleh sebab itu, berbagai terobosan dan perbaikan
di internal birokrasi kelautan dan perikanan hendaknya terus dilakukan. Temuan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) tahun 2010 memperlihatkan masih banyaknya kelemahan dalam manajemen
pengelolaan perikanan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Data Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) 2010 menunjukkan bahwa total investasi di sektor
perikanan pada triwulan I-2010 mencapai US$ 1,3 juta atau setara Rp 11,96
miliar—asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 9200. Jumlah
ini menurun 48,42 persen dibandingkan triwulan I-2009 yang mencapai Rp 24,7
miliar. Selain itu, data BKPM (2010) memperlihatkan bahwa total investasi
sektor perikanan triwulan I-2010 tersebut seratus persen merupakan investasi
asing (penanaman modal asing/PMA).
Sementara itu, pada triwulan
I-2009 investasi sektor perikanan seratus persen bersumber dari dalam negeri
(penanaman modal dalam negeri/PMDN). Hal ini membuktikan bahwa minat investor
dalam negeri belum membaik sejak triwulan II-2009, sementara kepercayaan
investor asing cenderung meningkat sejak triwulan IV-2009. Memburuknya minat
investor dalam negeri tersebut hendaknya menjadi perhatian utama pemerintah
agar potensi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia dapat dinikmati masyarakat
Indonesia. Hal ini pun sesuai dengan amanat Pasal 33 (3) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Perlu diakui bahwa untuk saat ini,
meningkatnya kepercayaan investor asing di sektor perikanan sejak triwulan
IV-2009 sangat membantu dalam peningkatan kegiatan usaha
perikanan. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa kapasitas produksi
yang terpakai pada industri perikanan pada triwulan I-2010 meningkat sebesar
86,72 persen, dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Nilai
kapasitas produksi terpakai industri perikanan pada triwulan I-2010 mencapai
79,14 persen, sementara triwulan I-2009 hanya mencapai 68,63 persen. Gairah
industri perikanan ini hendaknya terus dioptimalkan agar target peningkatan
nilai ekspor perikanan nasional dapat tercapai secara baik (Suhana, 2010).
D.
Potensi Ekonomi Perikanan di Indonesia
Potensi ekonomi perikanan
yang jauh lebih besar sesungguhnya terdapat di perikanan budidaya (akuakultur).
Namun, sampai saat ini pemanfaatan perikanan budidaya masih sangat rendah,
hanya 4,88 juta ton pada 2010 atau 8,5 persen dari total potensi produksi 57,6
juta ton per tahun. Perairan laut Indonesia yang berpotensi untuk usaha
budidaya laut (mariculture) 24 juta hektar dengan potensi produksi lestari 41,6
juta ton per tahun. Pada 2010 barn diproduksi 3,4 juta ton atau 3,4 persen.
Komoditas budidaya laut yang bisa dikembangkan antara lain kerapu, kakap putih,
baronang, bawal bintang, teripang, abalone, kerang hijau, gonggong, kerang
mutiara, dan berbagai spesies rumput laut. Luas perairan payau yang cocok untuk
budidaya tambak 1,25 juta ha. Dengan potensi produksi lestari sekitar 10 juta
ton per tahun pada 2010, produksinya baru 1 juta ton atau 10 persen. Jenis
komoditas yang dapat dibudidayakan di tambak antara lain udang, bandeng, kerapu
lumpur, nila, dll.
Potensi produksi lestari perikanan
budidaya air tawar (danau, waduk, sungai, kolam, saluran irigasi, dan sawah) 6
juta ton per tahun. Pada 2010 baru diproduksi sebesar 0,5 juta ton atau 8,3
persen. Beberapa komoditas unggulan yang bisa dibudidayakan di perairan tawar
adalah ikan nila, patin, lele, emas, gurami, bawal air tawar, udang galah, dan
lobster air tawar. Potensi perikanan budidaya yang luar biasa itu ibarat
"raksasa tidur" yang bisa ditransformasikan menjadi sumber
kesejahteraan bangsa melalui penerapan perikanan budidaya di setiap unit usaha.
Ini meliputi penggunaan bibit unggul, pakan berkualitas, pengendalian hama dan
penyakit, manajemen kualitas air dan tanah, tata letak dan konstruksi
perkolaman, serta keamanan hayati. Dahsyatnya potensi perikanan budidaya dapat
dilihat pada nilai ekonomi dari tiga komoditas saja: udang vaname, rumput laut
Gracilaria spp dan Eucheuma (Dahuri, 2011).
E.
Nilai Tukar Nelayan
Keberadaan NTN digunakan
sebagai salah satu indikator dalam melihat tingkat kesejahteraan nelayan.
Selama ini melihat kondisi ekonomi nelayan hanya lihat dari pendapatan yang
diperoleh. Penghitungan NTN dimulai sejak KKP bekerjasama dengan Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2008, karena sebelumnya perhitungan NTN masuk ke dalam
Nilai Tukar Petani. Dengan penghitungan secara khusus, maka kini kelompok
masyarakat pesisir yang sering dikategorikan sebagai segmen masyarakat
mayoritas miskin ini telah memiliki ukuran yang lebih akurat. Dari indikator
NTN, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa memastikan rata-rata
nelayan sudah mampu menyimpan uang hasil usaha penangkapan ikan setelah
membelanjakan kebutuhan rutin.
Nilai Tukar Nelayan bersifat
fluktuatif, di mana besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh musim, minimnya
pasokan listrik, kondisi cuaca buruk dan kelangkaan BBM yang dipasok ke kapal
penangkap ikan. Kemudian juga dipengaruhi oleh, musim migrasi ikan ke habitat
asal, mekanisme pasar, hingga usia kapal penangkap ikan termasuk alat penangkap
yang sudah kadaluarsa. Nilai tukar umumnya digunakan untuk menyatakan
perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang diperdagangkan antara dua
atau lebih negara, sektor, atau kelompok sosial ekonomi. Selain itu, NTN juga
digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan
masyarakat nelayan secara relatif dan merupakan ukuran kemampuan keluarga
nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. Dengan demikian maka kini untuk
mengukur tingkat kesejahteraan nelayan, semakin diperoleh yang lebih akurat dan
obyektif.
Pada tahun 2011, KKP melakukan beberapa inovasi dan terobosan guna tingkatkan kesejahteraan nelayan, seperti melakukan penghapusan retribusi untuk meningkatkan pendapatan nelayan, mengadakan kontrak produksi dengan Pemerintah Daerah, pengembangan Minapolitan, Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) dan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Selain itu, KKP akan menjaga pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kepentingan nelayan serta membuat jaring pengaman sosial nelayan yang meliputi, kartu nelayan, asuransi, dan sertifikat tanah untuk nelayan. KKP juga melakukan diseminasi informasi dan teknologi kepada nelayan dalam menangkap ikan di laut secara aman, efisien dan efektif pun terus dilakukan. KKP juga telah memanfaatkan teknologi dan mengirim informasi secara berkelanjutan seperti, prakiraan cuaca dan lokasi daerah tangkapan ikan (fishing ground) melalui pelabuhan perikanan. Memang belum semua nelayan memanfaatkannya, antara lain karena perbedaan tingkat adopsi teknologi masing-masing nelayan.
Jika penerimaan atau pendapatan lebih rendah dari pengeluaran, maka nelayan belum sejahtera. Demikian juga sebaliknya. Namun, jika pendapatan dan pengeluaran sama, maka secara statistik angka yang muncul dalam perhitungan NTN adalah 100. Angka 100 menggambarkan pendapatan dan pengeluaran sama. Di bawah 100 belum sejahtera dan di atas 100 dikatakan sejahtera. Dengan usaha terus menerus untuk mengembangkan keterampilan dan usaha nelayan, baik dari usaha penangkapan, budi daya maupun pengolahan, kita dapat berharap kesejahteraan nelayan terus meningkat pada tahun mendatang (Adityawarman, 2011).
Pada tahun 2011, KKP melakukan beberapa inovasi dan terobosan guna tingkatkan kesejahteraan nelayan, seperti melakukan penghapusan retribusi untuk meningkatkan pendapatan nelayan, mengadakan kontrak produksi dengan Pemerintah Daerah, pengembangan Minapolitan, Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) dan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Selain itu, KKP akan menjaga pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kepentingan nelayan serta membuat jaring pengaman sosial nelayan yang meliputi, kartu nelayan, asuransi, dan sertifikat tanah untuk nelayan. KKP juga melakukan diseminasi informasi dan teknologi kepada nelayan dalam menangkap ikan di laut secara aman, efisien dan efektif pun terus dilakukan. KKP juga telah memanfaatkan teknologi dan mengirim informasi secara berkelanjutan seperti, prakiraan cuaca dan lokasi daerah tangkapan ikan (fishing ground) melalui pelabuhan perikanan. Memang belum semua nelayan memanfaatkannya, antara lain karena perbedaan tingkat adopsi teknologi masing-masing nelayan.
Jika penerimaan atau pendapatan lebih rendah dari pengeluaran, maka nelayan belum sejahtera. Demikian juga sebaliknya. Namun, jika pendapatan dan pengeluaran sama, maka secara statistik angka yang muncul dalam perhitungan NTN adalah 100. Angka 100 menggambarkan pendapatan dan pengeluaran sama. Di bawah 100 belum sejahtera dan di atas 100 dikatakan sejahtera. Dengan usaha terus menerus untuk mengembangkan keterampilan dan usaha nelayan, baik dari usaha penangkapan, budi daya maupun pengolahan, kita dapat berharap kesejahteraan nelayan terus meningkat pada tahun mendatang (Adityawarman, 2011).
F.
Siklus Produksi
Siklus produksi ialah rangakaian
aktivitas bisnis dan oprasi pemrosesan data terkait yang terus terjadi,
berkaitan dengan pembuatan produk. System informasi akutansi (SIA) memainkan
peranan penting dalam siklus produksi. Informasi akutansi biaya yang akurat dan
tepat dan tepat waktu merupakan input penting dalam keputusan mengenai hal
brikut : bauran produk (apa yang akan diproduksi); penetapan harga produk;
alokasi dan perencanaan sumber daya: manajemen biaya (merencanakan dan
mengendalikan biaya produksi, mengevaluasi kinerja).
Aktivitas siklus
produksi terdiri atas desain produk, perencanaan dan penjadwalan, oprasi
produk, akutansi biaya, aktiva tetap harus diberikan kode garis untuk
memungkinkan pembaruan yang cepat dan priodik data base aktiva tetap. Fungsi
kedua dari SIA yang didesain dengan baik, memberikan pengendalian yang memadai
untuk memenuhi tujuan siklus produksi sebagai berikut:
·
Semua produksi dan perolehan aktiva tetap diotorisasikan dengan baik;
·
Persedian barang dalam proses dan aktiva tetap terjaga;
·
Siklus produksi yang valid dan sah akan dicatat;
·
Siklus produksi dicatat dengan akurat; dan,
·
Aktivitas siklus produksi dilakukan secara efisien dan efektif.
Siklus produksi merupakan
serangkaian kegiatan usaha untuk mengasilkan produk atau barang secara
terus-menerus. Keberadaan sistem informasi akuntansi sangat penting dalam
siklus produksi, dengan sistem informasi akuntansi membantu menghasilkan
informasi biaya yang tepat dan waktu kerja yang jelas untuk dijadikan masukan
bagi pembuat keputusan dalam perancanaan produk atau jasa yang dihasilkan,
berapa harga produk tersebut, dan bagaimana perencanaan penyerapan dan alokasi
sumber daya yang diperlukan, dan yang sangat penting adalah bagaimana
merencanakan dan mengendalikan biaya produk serta evaluasi kinerja terhadap
produktifitas yang dihasikan (Joe, 2011).
G.
Analisis Pendapatan
Analisis pendapatan suatu usaha
bertujua untuk mengetahui seberapa besar tingkat profibilitas usaha tersebut
secara financial. Makin luas usaha makin tinggi tingkat presentase penghasil
rumah tangga. Tetapi bagi yang memiliki usaha di bidang dagang, jasa dan
kerajinan mempunyai sumbangan yang sangat penting dalam pendapatan rumah
tangga. Dengan kata lain semakin rendah tingkat pendapatan semakin
beranekaragam sumber nafkahnya.
Analisis pendapatan adalah suatu bentuk
pengamatan terhadap nilai akhir dari pendapatan yang diperoleh setelah
dikurangi dengan biaya-biaya ada dari pengeluaran lainnya. Jadi, tingkat
pendapatan adalah besarnya hasil perolehan pengelolaan usaha yang menggunakan
pola manajemen.
Analisis pendapatan
nelayan (Darius, 2009) :
Ket :
= Keuntungan usaha (Profit)
TR = Pendapatan Kotor Usaha (Total Revenue)
TC = Biaya
Produksi ( Biaya Tetap + Biaya Variabel)
III.
METODOLOGI PRAKTEK
A.
Waktu dan Tempat
Praktek lapang mata
kuliah Ekonomi Perikanan dilaksanakan pada hari Jumat–Minggu tanggal 6-8 April
2012 yang bertempat di Desa Pundata Baji, Kecamatan Labakkang, Kabupaten
Pangkep, Provinsi Sulawesi-Selatan.
B.
Sumber Data
Sumber data pada Praktek lapang mata kuliah Ekonomi
Perikanan yaitu:
·
Data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui wawancara dan observasi (menggunakan
kuesioner).
·
Data sekunder, merupakan data pelengkap primer, yang diperoleh dari
kelurahan setempat yang erat hubungannya dengan data primer.
C.
Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data pada Praktek lapang mata kuliah Ekonomi
Perikanan yaitu:
·
Observasi, yaitu pengamatan
langsung terhadap berbagai kegiatan dan keadaan di lokasi yang terkait dengan
tujuan praktek
·
Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan melakukan komunikasi secara
langsung kepada pihak terkait dan masyarakat yang berkaitan dengan praktek lapang.
·
Kuesioner, yaitu pengumpulan
data dengan menggunakan selembaran kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan agar
topik yang dibahas tidak terlalu jauh keluar arah di topik yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adityawarman, 2011. Nilai
Tukar Nelayan 2011 Lampaui Target. http://www.antaranews.com/berita/291461/nilai-tukar-nelayan-2011-lampaui-target. Diakses pukul 01:39 pada tanggal
5 April 2012.
Arjuna, 2010. Pengertian
Ilmu Ekonomi dan Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari. http://junaardas.blogspot.com/2010/03/ekonomi-adalah.html Diakses pukul 23:12 pada tanggal 3 April 2012.
Artasasta, 2003. Menganalisis Tingkat Pekerjaan di bidang
Budidaya di Sulawesi Selatan. http://wartapedia.com/. Diakses pada pukul 22:13 pada tanggal 2 April 2012.
Dahuri, Rokhmin, 2011. Membangun
Perikanan Lanjutan untuk Masa Depan Indonesia. http://www.aquaculture-mai.org. Diakses pukul 22:32 pada tanggal 3 April 2012.
Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Perikanan. Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. PT. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta.
Joe, 2011. Siklus Produksi. http://joejoe.blogdetik.com/2011/12/23/siklus-produksi/. Diakses pukul
02:01 pada tanggal 5 April 2012.
Suhana, 2010. Laporan Perkembangan Ekonomi Perikanan Indonesia Triwulan 1 2010. http://pk2pm.wordpress.com. Diakses pukul 22:22 pada tanggal 3 April 2012.
Triarson, 2001. Ekonomi
Perikanan. http://www.scribd.com/doc/EKONOMI-PERIKANAN. Diakses pukul 01:12 pada tanggal 4 April 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar