Makalah
MANAJEMEN AGRIBISNIS PERIKANAN
“AGROINDUSTRI “
OLEH KELOMPOK 3 :
MARYONO L241 10 004
MULIANINGSI L241 10 003
ADE SETIA INDAH PRATIWI
L241 10 005
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyusun makalah
ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat
tantangan dan hambatan akan tetapi dengan kerja keras dan semangat kami dapat
mengatasi tantangan tersebut. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi penyusunan maupun dari isi makalah itu sendiri.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan kelompok kami untuk lebih
menyempurnakan isi dari makalah ini. Sehingga makalah ini jauh lebih bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Makassar, 27 Februari 2012
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Urutan
transformasi yang benar adalah dari mayoritas penduduk yang mula-mula
berkecimpung dalam kegiatan pertanian menghasilkan barang primer, selanjutnya
berkembang ke kegiatan agroindustri untuk mengolah hasil pertanian yang dapat
memperpanjang daya simpan komoditas terutama untuk keperluan ekspor. Hasil yang
dicapai dari kegiatan agroindustri berupa tabungan masyarakat serta devisa yang
cukup besar yang dapat membiayai langkah selanjutnya yakni menuju masyarakat
industri. Urutan itu diikuti secara konsisten juga oleh negara Malaysia,
Thailand, dan yang paling kelihatan perkembangannya
adalah China.
China
dengan tahapan rencana pembangunan lima tahunannya telah memprogram urutan itu
tanpa terpengaruh oleh imingan apapun dari luar. Malaysia yang mula-mula
mengandalkan perkebunan karetnya, sebagai penghasil devisa telah mengembangkan
agroindustri dari komoditas karet sehingga ia mampu mengekspor karetnya dalam
bentuk barang jadi karet, kemudian ia mendiversifikasi karetnya dengan kelapa
sawit yang mempunyai potensi lebih besar untuk dikembangkan dalam kegiatan agro
industri. Thailand telah berhasil
mengembangkan berbagai komoditas pertanian sekaligus
pengembangan agroindustrinya melalui jasa penelitian yang tangguh. Pengembangan
agroindustri memang diperlukan suatu kesabaran yang tinggi. Apalagi bahwa dunia
pertanian dicirikan oleh kondisi petani yang selalu
berada pada tingkatan yang rendah baik dari pendidikannya,
ketrampilannya, luas areal yang dimiliki dan posisinya dalam pemasaran hasil.
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami tentang
agroindustri, terkhusus pada agroindustri perikanan. Karena agroindustri
merupakan subsistem dari agribisnis yang menjadi sektor yang punya potensial
tinggi untuk dikembangkan bahkan menjadi pendapatan utama suatu negara menjadi
lebih maju.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN AGROINDUSTRI
Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry yang berarti suatu industri
yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu
industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau
input dalam usaha pertanian. Definisi agroindustri dapat dijabarkan sebagai
kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku,
merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dengan
demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri yang
memproduksi peralatan dan mesin pertanian, industri input pertanian
(pupuk,pestisida, herbisida dan lain-lain) dan industri jasa sektor pertanian.
Apabila dilihat dari sistem agribisnis, agroindustri
merupakan bagian (subsistem) agribisnis yang memproses dan mentranformasikan
bahan-bahan hasil pertanian (bahan makanan, kayu dan serat) menjadi
barang-barang setengah jadi yang langsung dapat dikonsumsi dan barang atau
bahan hasil produksi industri yang digunakan dalam proses produksi seperti
traktor, pupuk, pestisida, mesin pertanian dan lain-lain. Dari batasan diatas,
agroindustri merupakan sub sektor yang luas yang meliputi industri hulu sektor
pertanian sampai dengan industri hilir. Industri hulu adalah industri yang
memproduksi alat-alat dan mesin pertanian serta industri sarana produksi yang
digunakan dalam proses budidaya pertanian. Sedangkan industri hilir merupakan
industri yang mengolah hasil pertanian menjadi bahan baku atau barang yang siap
dikonsumsi atau merupakan industri pascapanen dan
pengolahan hasil
pertanian.
Dalam kerangka pembangunan pertanian, agroindustri
merupakan penggerak utama perkembangan sektor pertanian, terlebih dalam masa
yang akan datang posisi pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan
nasional sehingga peranan agroindustri akan semakin besar. Dengan kata lain,
dalam upaya mewujudkan sektor pertanian yang tangguh, maju dan efisien sehingga
mampu menjadi leading sector dalam pembangunan nasional, harus ditunjang
melalui pengembangan agroindustri, menuju agroindustri yang tangguh, maju serta
efisien.
Strategi pengembangan agroindustri yang dapat ditempuh
harus disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan agroindustri yang bersangkutan.
Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ogroindustri adalah:
(a) sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky sehingga
diperlukan teknologi pengemasan dan transportasi yang mampu mengatasi masalah
tersebut; (b) sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi iklim sehingga aspek kontinuitas produksi agroindustri
menjadi tidak terjamin; (c) kualitas produk pertanian dan agroindustri yang
dihasilkan pada umumnya masih rendah sehingga mengalami kesulitan dalam
persaingan pasar baik didalam negeri maupun di pasar internasional; dan (d)
sebagian besar industri berskala kecil dengan teknologi yang rendah. Efek
multiplier yang ditimbulkan dari pengembangan agroindustri meliputi semua
industri dari hulu sam pai pada industri hilir.
Hal ini disebabkan karena karakteristik dari agroindustri
yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan industri lainnya, antara lain: (a)
memiliki keterkaitan yang kuat baik dengan industri hulunya maupun ke industri
hilir, (b) menggunakan sumberdaya alam yang ada
dan dapat diperbaharui,
(c) mampu memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif baik di pasar
internasional maupun di pasar domestik, (d) dapat menampung tenaga kerja dalam
jumlah besar, (e) produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis
sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak semakin
luasnya pasar khususnya pasar domestik.
Jadi, secara garis besar agroindustri dapat digolongkan
menjadi 4 (empat) yang meliputi: pertama, agroindustri pengolahan hasil
pertanian; kedua, agroindustri yang memproduksi peralatan dan mesin
pertanian; ketiga, agroindustri input pertanian (pupuk, pestisida,
herbisida dan lain-lain) dan keempet, agroindustri jasa sektor pertanian
(supporting services).
II.2 AGROINDUSTRI HASIL PERTANIAN
Agroindustri pengolahan hasil pertanian merupakan bagian
dari agroindustri, yang mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman,
binatang dan ikan. Pengolahan yang dimaksud meliputi pengolahan berupa proses transpormasi
dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengepakan,
dan distribusi. Pengolahan dapat berupa pengolahan sederhana seperti
pembersihan, pemilihan (grading),
pengepakan atau dapat pula berupa pegolahan yang lebih canggih, seperti
penggilingan (milling),
penepungan (powdering),
ekstraksi dan penyulingan (extraction),
penggorengan (roasting), pemintalan
(spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi
lainnya.
Dengan perkataan lain, pengolahan adalah suatu operasi
atau rentetan operasi terhadap terhadap suatu bahan mentah untuk dirubah
bentuknya dan atau komposisinya. Dari definisi tersebut terlihat bahwa pelaku
agroindustri pengolahan hasil pertanian berada diantara petani yang memproduksi
dengan konsumen atau pengguna hasil agroindustri. Dengan demikian dari uraian
diatas menunjukan bahwa Agroindustri pengolahan hasil pertanian, mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut: (a) dapat meningkatkan nilai tambah, (b)
menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c)
meningkatkan daya saing, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen.
Menurut Azis
(1992), agroindustri hasil pertanian mampu memberikan sumbangan yang sangat
nyata bagi pembangunan di kebanyakan negara berkembang karena empat alasan,
yaitu:
Pertama,
agroindustri hasil pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian. Agroindustri
melakukan transformasi bahan mentah dari pertanian termasuk transformasi produk
subsisten menjadi produk akhir untuk konsumen. Ini berarti bahwa suatu negara
tidak dapat sepenuhnya menggunakan sumber daya agronomis tanpa pengembangan
agroindustri. Disatu sisi, permintaan terhadap jasa pengolahan akan meningkat
sejalan dengan peningkatan produksi pertanian. Di sisi lain, agroindustri tidak
hanya bersifat reaktif tetapi juga menimbulkan permintaan ke belakang, yaitu
peningkatan permintaan jumlah dan ragam produksi pertanian. Akibat dari
permintaan ke belakang ini adalah: (a) petani terdorong untuk mengadopsi
teknologi baru agar produktivitas meningkat, (b) akibat selanjutnya produksi
pertanian dan pendapatan petani meningkat, dan (c) memperluas pengembangan
prasarana (jalan, listrik, dan lain-lain).
Kedua, agroindustri
hasil pertanian sebagai dasar sektor manufaktur. Transformasi penting lainnya
dalam agroindustri kemudian terjadi karena permintaan terhadap makanan olahan
semakin beragam seiring dengan pendapatan masyarakat dan urbanisasi yang
meningkat. Indicator penting lainnya tentang pentingnya agroindustri dalam
sector manufaktur adalah kemampuan menciptakan kesempatan kerja. Di Amerika
Serikat misalnya, sementara usahatani hanya melibatkan 2 persen dari angkatan
kerja, agroindustri melibatkan 27 persen dari angkatan kerja.
Ketiga, agroindustri
pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting. Produk
agroindustri, termasuk produk dari proses sederhana seperti pengeringan,
mendomonasi ekspor kebanyakan negara berkembang sehingga menambah perolehan
devisa. Nilai tambah produk agroindustri cenderung lebih tinggi dari nilai
tambah produk manufaktur lainnya yang diekspor karena produk manufaktur lainnya
sering tergantung pada komponen impor.
Keempat,
agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi. Agroindustri dapat
menghemat biaya dengan mengurangi kehingan produksi pasca panen dan menjadikan
mata rantai pemasaran bahan makanan juga dapat memberikan keuntungan nutrisi
dan kesehatan dari makanan yang dipasok kalau pengolahan tersebut dirancang
dengan baik.
II.3 KARAKTERISTIK AGROINDUSTRI
Sebelum mengembangkan agroindustri pemilihan jenis
agroindustri merupakan keputusan yang paling menentukan keberhasilan dan
keberlanjutan agroindustri yang akan dikembangkan. Pilihan tersebut ditentukan
oleh kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada tiga komponen dasar agroindustri,
yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran. Pemasaran biasanya
merupakan titik awal dalam analisis proyek agroindustri. Analisis pemasaran
mengkaji lingkungan eksternal atau respon terhadap produk agroindustri yang
akan ditetapkan dengan melakukan karakteristik konsumen, pengaruh kebijaksanaan
pemerintah dan pasar internasional.
Kelangsungan agroindustri ditentukan pula oleh kemampuan
dalam pengadaan bahan baku. Tetapi pengadaan bahan baku jangan sampai merupakan
isu yang dominan sementara pemasaran dipandang sebagai isu kedua, karena baik
pemasaran maupun pengadaan bahan baku secara bersama menentukan keberhasilan
agroindustri. Tetapi karena pengkajian agronomi memerlukan waktu dan sumberdaya
yang cukup banyak maka identifikasi kebutuhan pasar sering dilakukan terlebih
dahulu. Alasan lain adalah karena lahan dapat digunakan untuk berbagai tanaman
atau ternak, sementara pengkajian pemasaran dapat memilih berbagai alternatif
tanaman atau ternak.
Karakteristik agroindustri yang menonjol sebenarnya
adalah adanya ketergantungan antar elemen-elemen agroindustri, yaitu pengadaan
bahan baku, pengolahan, dan pemasaran produk. Agroindustri harus dipandang
sebagai suatu sistem yang terdiri dari empat keterkaitan sebagai berikut:
(a) Keterkaitan mata rantai produksi, adalah keterkaitan
antara tahapan-tahapan
operasional
mulai dari arus bahan baku pertanian sampai ke prosesing dan
kemudian ke konsumen.
(b) Keterkaitan kebijaksanaan makro-mikro, adalah keterkaitan
berupa pengaruh
kebijakan
makro pemerintah terhadap kinerja agroindustri.
(c) Keterkaitan kelembagaan, adalah hubungan antar
berbagai jenis organisasi
yang
beroperasi dan berinteraksi dengan mata rantai produksi agroindustri.
(d) Keterkaitan internasional, adalah kesaling
ketergantungan antara pasar
nasional dan
pasar internasional dimana agroindustri berfungsi.
Pengelolaan agroindustri dapat dikatakan unik, karena
bahan bakunya yang berasal dari pertanian (tanaman, hewan, ikan) mempunyai tiga
karakteristik, yaitu musiman (seasonality), mudah rusak (perishabelity),
dan beragam (variability). Tiga
karakteristik lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah: Pertama,
karena komponen biaya bahan baku umumnya merupakan komponen terbesar dalam agroindustri
maka operasi mendatangkan bahan baku sangat menentukan operasi perusahaan
agroindustri. Ketidakpastian produksi pertanian dapat menyebabkan ketidakstabilan
harga bahan baku sehingga merumitkan pendanaan dan pengelolaan modal kerja. Kedua,
karena banyak produk-produk agroindustri merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi atau merupakan komoditas penting bagi perekonomian suatu negara maka
perhatian dan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan agroindustri sering
terlalu tinggi. Ketiga, karena suatu produk agroindustri mungkin
diproduksi oleh beberapa negara maka agroindustrilokal terkait ke pasar
internasional sebagai pasar alternatif untuk bahan baku, impor bersaing, dan
peluang ekspor. Fluktuasi harga komoditas yang tinggi di pasar internasional
memperbesar ketidakpastian finansial disisi input dan output.
Salah satu permasalahan yang timbul akibat sifat
karakteristik bahan baku agroindustri dari pertanian adalah tidak kontinyunya
pasokan bahan baku, sehingga seringkali terjadi kesenjangan antara ketersediaan
bahan baku dengan produksi dalam kegiatan agroindustri (idle investment).
Sebagai salah satu contoh pada tahun 1986 dari 6 janis kegiatan agroindustri
terjadi idle investment sekitar 20–60 persen dengan urutan agroindustri adalah
marganire, minyak kelapa, makanan ternak, dan pengolahan ikan (Soekartawi, 1991).
II.4 TEKNIS PENGOLAHAN AGROINDUSTRI HASIL
PERTANIAN
Pemahaman tentang komponen-komponen
pengolahan memerlukan pemahaman fungsi-fungsinya. Dari segi teknis, tiga tujuan
pengolahan agroindustri adalah merubah bahan baku menjadi mudah diangkut,
diterima konsumen, dan tahan lama. Fungsi pengolahan harus pula dipahami
sebagai kegiatan strategis yang menambah nilai dalam mata rantai produksi dan menciptakan
keunggulan kompetitif. Sasaran-sasaran ini dicapai dengan merancang dan
mengoperasikan kegiatan pengolahan yang hemat biaya atau dengan meragamkan
produk. Fungsi teknis pengolahan seharusnya dipandang dari perspektif strategis
tersebut.
Dengan demikian manfaat agroindustri
adalah merubah bentuk dari satu jenis produk menjadi bentuk yang lain sesuai
dengan keinginan konsumen, terjadinya perubahan fungsi waktu, yang tadinya
komoditas pertanian yang perishable menjadi tahan disimpan lebih lama, dan
meningkatkan kualitas dari produk itu sendiri, sehingga meningkatkan harga dan
nilai tambah.
Pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Soekartawi (1991), bahwa agroindustri dapat
meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan
tenaga kerja, meningkatkan ketrampilan produsen, dan meningkatkan pendapatan.
Yang perlu diperhatikan adalah penyebaran marjin dari meningkatnya nilai tambah
tersebut antar mata rantai pemasaran. Untuk itu, diperlukan kebijaksanaan yang
dapat menditribusikan manfaat dari terjadinya peningkatan nilai tambah
tersebut.
Agroindustri pengolahan hasil
pertanian merupakan aktivitas yang merubah bentuk produk pertanian segar dan
asli menjadi bentuk yang berbeda sama sekali. Beberapa contoh aktivitas pengolahan
adalah penggilingan (milling), penepungan (powdering), ekstraksi
dan penyulingan (extraction), penggorengan (roasting), pemintalan
(spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi lainnya.
Pada umumnya proses pengolahan ini menggunakan instalasi mesin atau pabrik yang
terintegrasi mulai dari penanganan input atau produk pertanian mentah hingga bentuk
siap konsumsi berupa barang yang telah dikemas. Klasifikasi tahapan perubahan
bentuk pada proses pengolahan dan bentuk produk dalam agroindustri
hasil
pertanian adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Aktivitas Pengolahan, Bentuk Produk, dan Tingkatan Proses
Perubahan Bentuk
dalam Kegiatan Agroindustri Hasil Pertanian
LEVEL DARI
PROSES PERUBAHAN BENTUK
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
Aktivitas pengolahan
|
|||
Cleaning
Grading
|
Ginning
Milling
Cutting
Mixing
|
Cooking
Pateurization
Canning
Dehydration
Weaving
Extraction
assembly
|
Chemical
Altertion
Texturization
|
Aktivitas pengolahan
|
|||
Frest fruits
Frest vegetables
Eggs
|
Cereal grains
Meats
Animal Feeds
Jute
Cotton
Lumber
Rubber
|
Dairy Products
Fruits & Vegetable
Meats
Sauces
Taxtiles and
Garments Oils
Furniture
Sugar
Beverages
|
Instant foots
Textured veg
products
Tires
|
Sumber: Austin, 1981
II.5 PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI HASIL
PERTANIAN
Alternatif teknologi yang tersedia
untuk pengolahan hasil-hasil pertanian bervariasi mulai dari teknologi
tradisional yang digunakan oleh industri kecil (cottage industry) sampai
kepada teknologi canggih yang biasanya digunakan oleh industri besar. Dengan
demikian alternatif teknologi tersebut bervariasi dari teknologi yang padat
karya sampai ke teknologi yang padat modal. Teknologi maju dan mesin-mesin
berkapasitas besar dapat mengurangi biaya peubah (variable cost) seperti
biaya tenaga kerja per unit output serta dapat memperkuat kedudukan perusahaan
di pasar produk bersangkutan, karena kualitas outputnya yang tinggi, standar
kualitasnya yang konsisten, dan volume produksinya yang besar sehingga dapat
menarik pembeli dengan jumlah pembelian besar. Tetapi tingkat produksi dan
teknologi yang tinggi menuntut pengembangan prasarana, pengelolaan, dan tenaga
kerja terampil. Disamping itu, karena biaya tetap (fixed cost) yang
tinggi maka perusahaan seperti itu harus memiliki kepastian penyediaan bahan
baku serta kepastian pasar untuk produk yang dihasilkan dan beroperasi
mendekati kapasitas efektifnya agar perusahaan tersebut berjalan sehat (viable).
Perlu diingat bahwa pilihan
teknologi pada kebanyakan operasi pengolahan dapat dikelompokan ke dalam 2 kategori.
Pertama, pilihan diantara berbagai jenis peralatan dan mesin-mesin untuk
menyelesaikan proses yang sama. Kedua, pilihan diantara proses-proses
yang menghasilkan produk akhir yang sama. Proses agroindustri tidak hany
terdiri dari operasi tunggal tetapi terdiri dari beberapa tahap dengan
sistem-sistem penunjang. Masing-masing sistem mempunyai kendala dan alternatif
teknis. Jenis teknologi yang digunakan untuk masing-masing sistem harus
ditetapkan secara terpisah, tetapi kemudian dirangkaikan dalam kontek
perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh, pertanyaan tentang sumber tenaga
yang menjalankan mesin penggilingan; sedangkan tingkat tekanan uap yang
dirancang untuk mesin penggilling akan menentukan apakah motor-motor pada
bagian pencucian digerakan tenaga listrik atau tenaga uap.
Pada tahap-tahap produksi, setiap
perusahaan agroindustri terdiri dari komponen-komponen fisik sebagai berikut:
(a) penerimaan dan penyimpanan bahan mentah, (b) pengkondisian bahan mentah,
(c) pengolahan utama (pemisahan, pemusatan, pencampuran, dan stabilitas), (d)
pengemasan, (e) penyimpanan produk-produk yang dihasilkan, dan (f) pengiriman
produk-produk yang dihasilkan.
Disamping komponen-komponen fisik
tersebut diatas, perusahaan agroindustri memerlukan sistem-sistem penunjang
seperti sumber energi, air, bahan-bahan, perlakuan dan dan pembuangan limbah,
pemeliharaan dan perbaikkan. Kebanyakan agroindustri juga mempunyai sistem
penerimaan, penyimpanan, dan penyiapan bahan-bahan yang diperlukan dalam
pengolahan secara terpisah, dan paling sedikit mempunyai sistem produk
sampingan yang dilengkapi dengan tahap-tahap pengolahan, pengemasan,
penyimpanan, dan distribusi. Sistem administrasi dan pengolahan serta perumahan
staf juga diperlukan untuk menjamin operasi pabrik secara efisien.
Untuk menemukan teknologi atau paket
barang modal yang tepat untuk suatu perusahaan agroindustri, perusahaan
tersebut harus memahami pasar yang dilayani dan memahami ketersediaan bahan
baku. Setelah menetapkan produk yang diinginkan serta semua semua parameter
dalam sistem penyediaan bahan baku, faktor-faktor yang berkaitan dengan
teknologi pengolahan atau faktor-faktor yang berkaitan dengan persyaratan
produk dan proses perlu diidentifikasi.
Dalam menyelidiki pilihan teknologi,
beberapa pertanyaan berikut ini perlu mendapat jawaban:
(a) sampai tingkat
mana penggunaan kapasitas yang mungkin dan bagaimana pengaruhnya terhadap biaya
produksi,
(b) secara relatif, bagaimana
pentingnya tenaga kerja, modal, dan faktor-faktor produksi lainnya dalam biaya
setiap alternatif teknologi di lokasi yang direncanakan,
(c) bagaimana setiap
alternatif teknologi mempengaruhi produksi dan fleksibilitas pemasaran,
(d) infrastruktur
apa dan pelayanan pendukung apa yang diperlukan oleh masing-masing alternatif
teknologi, dan
(e) apa implikasi
pengelolaan dari masing-masing teknologi dan faktor-faktor sosial ekonomi apa
yang mempengaruhi penyediaanbahan baku, pekerja dan pelanggan.
Pemilihan teknologi adalah satu
keputusan yang sangat penting dalam pelaksanaan agroindustri. Austin (1981)
menunjukkan bahwa kriteria utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan
teknologi diantaranya adalah: (a). Kebutuhan kualitas (quality requirements).
Teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasar
terutama yang menyangkut kualitas. Karena preferensi konsumen sangat beragam,
maka teknologi yang dipilihpun harus mampu memenuhi kebutuhan tersebut. (b).
Kebutuhan pengolahan (process requirements). Sudah barang tentu bahwa setiap
jenis alat pengolahan memiliki kemampuan tertentu untuk mengolah suatu bahan
baku menjadi berbagai bentuk produk. Semakin tinggi kemampuan suatu alat untuk
menghasilkan berbagai jenis produk, maka akan semakin kompleks jenis
teknologinya dan akan semakin mahal investasinya. Oleh karena itu, pemilihan
teknologi harus memadukan pertimbangan antara kompleksitas teknologi dan biaya
yang dibutuhkan. (c). Penggunaan kapasitas (capacity utilization).
Pemilihan teknologi harus disesuaikan dengan kapasitas yang akan digunakan,
sedangkan kapasitas yang akan digunakan sangat tergantung dari ketersediaan dan
kontinuitas bahan baku (raw material). (d). Kapasitas kemampuan
manajemen (management capability). Biasanya suatu pengelolaan akan
berjalan baik pada tahap awal karena besarnya kegiatan masih berada dalam
cakupan pengelolaan yang optimal (optimum management size). Setelah
besar, masalah biasanya mulai muncul dan hal itu menandakan bahwa skala usaha
sudah melebihi kapasitas pengelolaan.
II.6 KENDALA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI
Sebagai sektor yang mempunyai kekuatan
untuk menjadi penggerak ekonomi nasional, agroindustri telah memperlihatkan
peran yang sangat besar. Namun demikian pengembangan
agroindustri
dalam rangka mendukung ketahanan pangan juga menghadapi sejumlah kendala, antara
lain adalah:
a. Belum terfokusnya
arah dan orientasi perkembangan agroindustri sehingga sulit untuk menetapkan
skala prioritasnya.
b. Belum efektifnya
peran lembaga yang berperan dalam pengadaan stok produk agroindustri melemahkan
sistem cadangan produk pertanian yang secara tradisional telah dikembangkan
masyarakat selama ini.
c. Sentra-sentra
produksi belum dapat diandalkan untuk bekerja secara efektif dan efisien sehingga
mampu menyediakan bahan baku dan menghasilkan produk secara berkesinambungan
dalam jumlah dan kualitas yang memadahi.
d. Penguasaan,
pemilikan dan akses terhadap sarana teknologi dan alat-alat pengolahan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas barang masih kurang. Faktor inilah yang menyebabkan
mutu produk olahan belum dapat memenuhi standar kualitas yang diharapkan
lebih-lebih penyesuaian dengan standarisasi produk yang diperlukan untuk mengisi
pasar internasional.
e. Pemasaran dan
distribusi belum berkembang terutama karena keterbatasan infrastruktur berupa sarana
transportasi, komunikasi dan informasi.
f. Sumberdaya
manusia yang memilki ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang profesional masih
terbatas baik dalam jumlah, kualifikasi, maupun sebarannya.
g. Belum adanya
kebijakan yang mengontrol dan mengendalikan ekspor bahan mentah untuk melindungi dan merangsang berkembangnya
agroindustri di dalam negeri.
Dengan gambaran yang cukup kompleks
tersebut di atas, maka konsepsi pengembangan agroindustri, hendaknya diorientasikan
untuk mewujudkan kondisi agroindustri yang diharapkan dengan karakter sebagai
berikut ;
(1) Meningkatnya Produktivitas dan Daya Saing Agroindustri
Ketika
Indonesia mengalami krisis multidimensional, agroindustri mampu menunjukkan
kemampuannya untuk menjadi katup pengaman untuk mencegah terjadinya
keterpurukan ekonomi yang lebih parah. Hal ini terjadi karena sesuai dengan
ciri-ciri agroindustri. Ciri-ciri agroindustri ini terkait erat dengan karakteristik
komoditas pertanian, yaitu:
(a) bersifat musiman, (b) mudah rusak, (c) memakan
tempat, (d) amat beragam, (e) transmisi harga rendah, dan (f) struktur pasar
monopsonis.
Peningkatan produktivitas
agroindustri diarahkan sehingga matarantai kegiatan agroindustri dalam negeri
tidak lagi mengandalkan produk atau bahan baku diimpor. Kemandirian inilah yang
perlu diwujudkan, sehingga kegiatan agroindustri diarahkan untuk mendukung substitusi
impor, sehingga nilai tambah yang diciptakan dapat dinikmati pelaku agroindustri
domestik, misalnya berupa penciptaan lapangan kerja baru.
Meningkatnya produktivitas dan daya saing
juga dapat dilihat dari sisi tersedianya bahan baku. Aneka sumberdaya pertanian
tersedia secara alami di seluruh pelosok tanah air. Sehingga pengembangan agroindustri
tidak perlu bergantung pada komponen impor. Sebaliknya, agroindustri umumnya di
ekspor, sehingga menambah devisa bagi negara. Komoditas hasil usaha tani yang belum
diolah pun memiliki peluang menghasilkan devisa. Tidak sedikit pula permintaan
impor berbagai komoditas agroindustri kita ke negara-negara yang tidak memiliki
sumber daya alam pendukung agroindustri.
Dihadapkan pada cepatnya perubahan dan
dinamika tuntutan masyarakat maka, meningkatnya daya saing agroindustri hendaknya
diarahkan agar sektor ini muncul sebagai sektor andalan yang mampu memberi
respons yang cepat dan besar terhadap dinamika pasar dan setiap kebijaksanaan
pemerintah. Inilah hakekat dari peningkatan produktivitas dan daya saing. Untuk
maksud tersebut peningkatan dan perbaikan teknologi produksi, distribusi, dan
pemasaran sangat diperlukan, sebagai cara untuk menyesuaikan dengan tren
perubahan tersebut di atas.
(2) Menguatnya Kapasitas Dan Kemampuan Pelaku Agroindustri Untuk
Menghimpun Sumberdaya Dalam Rangka
Meningkatkan Posisi Tawar.
Agroindustri memiliki dimensi pemerataan
karena melibatkan banyak pelaku pada berbagai strata sosial, mulai dari petani
berskala usaha mikro hingga pengusaha agroindustri skala besar. Sektor ini
melibatkan tenaga kerja cukup banyak yang selama ini tidak memperoleh kesempatan
bekerja maupun berusaha di sektor formal. Kesempatan bekerja dan berusaha akan
semakin besar dan semakin berkembang, seiring dengan berkembangnya
agroindustri.
Penguatan kapasitas dan kemampuan pelaku
agroindustri sangat dimungkinkan karena agroindustri dapat diusahakan bahkan
pada skala kecil relatif sehingga tidak memerlukan banyak modal investasi. Usaha
agroindustri skala kecil dapatbergerak luwes menyesuaikan diri dalam situasi
yang cepat berubah karena tidak perlu terhambat oleh persoalan persoalan birokrasi
sebagaimana yang sering dikeluhkan oleh perusahaan besar; usaha agroindustri
kecil memiliki tenaga penjualan dan wirausaha yang tertempa secara alami; dan
perubahan selera konsumen yang semakin bergeser dari produk-produk tahan lama
yang dihasilkan secara massal ke produk produk yang lebih bersifat customized,
yang akan lebih tepat untuk ditangani oleh usaha kecil.
Para petani-nelayan merupakan kelompok
yang dominan dalam masyarakat agroindustri, yang umumnya dicirikan dengan
kecilnya pemilikan atau penguasaan faktor produksi terutama tanah dan modal.
Tingkat kemampuan dan profesionalisme sumberdaya manusia yang umumnya masih
rendah. Kekurangmampuan dalam memanfaatkan dan memperluas peluang dan akses pasar,
keterbatasan akses terhadap sumber-sumber permodalan, keterbatasan dalam
penguasaan teknologi, dan kelemahan di bidang organisasi dan manajemen.
Keterbatasan ini dapat mempengaruhi
motivasi, perilaku dan kesempatan pengembangan usahanya. Selain itu, vokalitas
untuk memperjuangkan pendapat dan kebutuhan dari kelompok ini biasanya relatif
rendah. Agar kelompok ini dapat berkembang bersama-sama pelaku ekonomi lainnya maka
perlu adanya kebijaksanaan yang memberikan kesempatan dan peluang yang lebih
besar agar para petani-nelayan, termasuk para pengusaha kecil dan menengah
dapat mengembangkan usahanya (Saragih, 2000). Upayanya adalah
menggabungkan sumberdaya mereka yang kecil dan tersebar, untuk dipadukan dan
disatukan dalam wadah yang efektif, representatif dan memiliki posisi tawar
tinggi.
Hanya dengan mensinergikan semua kompetensi
itulah agroindustri kita akan mampu bersaing di pasar global. Dengan demikian,
konsolidasi dan pengorganisasian pelaku agroindustri merupakan langkah efektif
untuk meningkatkan posisi tawar. Suatu kebijaksanaan (policy) lahir antara lain
karena desakan masyarakat kepada policy makers. Kebijakan akan berjalan dengan
baik bila didukung oleh pemerintah yang memahami tentang makna dan tujuan
kebijakan tersebut disertai kelompok pendukung kebijakan tersebut baik kelompok
formal, maupun non-formal di masyarakat. Lemahnya peran kelompok pendukung
kebijakan ketahanan pangan untuk mengingatkan .penguasa. menyebabkan kebijakan
diresidualkan bahkan disimpangkan implementasinya.
(3) Menguatnya Keterkaitan Struktural Agroindustri, Baik Secara
Internal, Maupun Dalam Hubungannya Dengan Sektor Lain
Upaya
integral untuk memperkuat kaitan struktural agroindustri (secara internal maupun
eksternal) merupakan keniscayaan. Sebab keberadaan agroindustri yang terpisah
dengan industri hulu dan hilir tidak akan mampu menjadi penggerak ekonomi
secara efektif. Sektor ini hanya dapat menjadi kekuatan yang efektif apabila
dikombinasi dengan sektor hulu dan hilir serta industri penunjang lain yang
terkait misalnya, transportasi, industri, perdagangan, dan jasa.
Agroindustri merupakan rangkaian kegiatan
agrobisnis berbasis pertanian yang saling berkaitan dalam suatu sistem produksi,
pengolahan, distribusi, pemasaran dan berbagai kegiatan atau jasa penunjangnya.
Keterkaitan structural antar sub-sistem amat vital dan merupakan kunci sukses
dalam membangun agroindustri yang tangguh. Kegiatan agroindustri dapat
menghasilkan produk pangan dan/atau produk nonpangan. Bahkan hampir semua jenis
pangan yang dipasarkan dan dikonsumsi berasal dari kegiatan produsen agroindustri
di dalam negeri maupun di luar negeri. Bagi Indonesia, sejauh pada aspek produksi;
tingkat kemandirian kita masih cukup tinggi karena sebagian besar produk
agroindustri yang dikonsumsi penduduk utamanya berasal dari agroindustri dalam
negeri. Diperlukan koordinasi kebijakan dengan lembaga terkait, agar kapasitas dan
sumberdaya yang terkait dengan agroindustri dapat disinergikan secara efektif.
Koordinasi antar pelaku dan pembina usaha akan melibatkan banyak Departemen dan
Lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Karena itu, untuk
keberhasilan pengembangan agroindustri diperlukan langkah yang mengkordinasikan
dan mengintegrasikan kebijakan dan program secara lintas sektoral dan antar
pusat-daerah secara harmonis, baik secara internal maupun
dalam hubungannya dengan sektor lain.
(4) Kebijaksanaan Makro dan Mikro Ekonomi Yang Mendukung
Agroindustri
merupakan sektor yang esensial dan besar kontribusinya dalam mewujudkan
sasaran-sasaran dan tujuantujuan pembangunan ekonomi nasional, seperti
pertumbuhan ekonomi (PDB), kesempatan kerja, peningkatan devisa negara,
pembangunan ekonomi daerah, dan sebagainya. Agroindustri diharapkan mempunyai
kemampuan untuk ikut memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional. Untuk
melanjutkan misi tersebut, agroindustri membutuhkan paying pelindung berupa
kebijaksanaan makro dan mikro.
Kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro
diharapkan agar dapat menciptakan kesempatan dan kepastian usaha, melalui perannya
sebagai penyedia pangan, secara beragam dan bermutu, dan peningkatan nilai
tambah yang, pada gilirannya, dapat meningkatkan pendapatan atau daya beli
penduduk. Upaya peningkatan nilai tambah melalui kegiatan agroindustri selain
meningkatkan pendapatan juga dapat berperan penting dalam penyediaan pangan
bermutu dan beragam yang tersedia sepanjang waktu. Dengan demikian, ketika
terjadi kelangkaan pangan pada saat produksi rendah, maka pelaku agroindustri
dapat berperan dalam menstabilkan harga. Seperti diketahui, agroindustri dapat berperan
dalam peningkatan nilai tambah melalui empat kategori agroindustri dari yang
paling sederhana (pembersihan dan pengelompokan hasil atau (grading); pemisahan
(ginning) penyosohan, pemotongan dan pencampuran hingga ke pengolahan
(pemasakan, pengalengan, pengeringan, dsb) dan upaya merubah kandungan kimia
(termasuk pengkayaan kandungan gizi)(Saefuddin, 1999).
Masing-masing jenis dan tingkat
kegiatan memiliki karakteristik kebijaksanaan pengembangan yang spesifik, dalam
hal; tingkat kesulitan, modal kerja, tingkat resiko, teknologi yang dibutuhkan
dan tingkat marjin yang diperoleh. Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan
makro maupun mikro yang mampu, di satu pihak memberi insentif kepada pelaku
agroindustri agar mengembangkan keseluruhan jenis kegiatan di atas secara
propor-sional.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dengan mengenali potensi, kemampuan dan kapasitas
agroindustri maka perlu dirumuskan kebijaksanaan pengembangannya dengan ciri :
a. Memiliki keterkaitan
ke hulu dan hilir ;
b. Dapat dikembangkan dalam skala kecil dan
menengah, sehingga memiliki multiplier effects yang tinggi ;
c. Mendukung upaya menjaga stabilitas ketahanan
pangan yang agroindustri merupakan subsistem dari agribisnis.
III.2 Saran
Pemerintah harus lebih memperhatikan sektor-sektor lain
terutama pada sektor perikanan. Karena potensinya cukup besar, dengan
memberikan kucuran modal yang besar maka hasilnya juga besar jika dikelola
dengan baik.
Masyarakat harus sadar bahwa bidang agroindustri
memberikan masa depan yang cerah karena penyerapan tenaga kerja yang besar. Dan
menjadi salah satu devisa negara yang menjanjikan.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, J.E. 1981.
Agroindustrial Project Analysis. EDI Series in Economic Development.
Washington, D.C. USA.
Azis, A. 1992.
Siapa dan Bagaimana Menggarap Agroindustri. Makalah pada seminar Nasional
Agroindustri III. Desember 1992. Yogyakarta.
Djamhari, Choirul. 2004, Infokop Nomor 25 Tahun XX. ORIENTASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SKALA KECIL DAN MENENGAH; RANGKUMAN
PEMIKIRAN
Saragih, Bungaran
(2000): Kebijakan pertanian untuk merealisasikan agribisnis sebagai penggerak
utama perekonomian negara. Paper pada Panel Diskusi Jakarta American Club.
Jakarta, November 14, 2000. Centre policy for agro studies.
Saefuddin, A.M.
1999. Dukungan Politik dan Kebijakan Ekonomi untuk Pembanguan Pertanian.
Makalah disampaikan pada Seminar Rekonseptualisasi Pembangunan Pertanian
sebagai Basis Ekonomi Bangsa. Jakarta, 23 . 24Juli 1999.
Soekartawi. 1991.
Agribisnis. Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/8279.
4531/Agroindustri Periakanan.html. Di unduh
pada tanggal 27 Februari 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar