Minggu, 23 Desember 2012

TEORI EKONOMI MAKRO


TEORI EKONOMI MAKRO
“KAJIAN PENDAPATAN NASIONAL PERSPEKTIF PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN SINJAI”
 

LAPORAN PRAKTEK LAPANG
 



OLEH:

M. NUR SAMAD                                                              L 241 10 902
MARYONO                                                                      L 241 10 004
HERDI                                                                              L 241 10 262
MULIANINGSIH ANWAR                                               L 241 10 003
A.INDAH ANGGRAENI. A                                             L 241 10 265
RATNASARI RAMLI                                                       L 241 10 263


PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
TEORI EKONOMI MAKRO
“KAJIAN PENDAPATAN NASIONAL PERSPEKTIF PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN SINJAI”
 

­­LAPORAN PRAKTEK LAPANG
 


OLEH:  
M. NUR SAMAD                                                              L 241 10 902
MARYONO                                                                      L 241 10 004
HERDI                                                                              L 241 10 262
MULIANINGSIH ANWAR                                               L 241 10 003
A.INDAH ANGGRAENI. A                                             L 241 10 265
RATNASARI RAMLI                                                       L 241 10 263

Laporan Praktek Lapang Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah Teori Ekonomi Makro
Pada Jurusan Perikanan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
Makassar



PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK LAPANG
TEORI EKONOMI MAKRO

NAMA                                     : KELOMPOK SINJAI
KELOMPOK                          : 5 (LIMA)      
JUDUL                                   : “KAJIAN PENDAPATAN NASIONAL PERSPEKTIF           

                                                   PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)       

                                                    KABUPATEN  SINJAI”
LOKASI                                  :  KANTOR BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN DAN DI KANTOR DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SINJAI. 
ASISTEN                                : WAHYUDIN
Laporan Praktek Lapang ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
  MENGETAHUI
                                                                                     
KORDINATOR PRAKTIKUM                                                             ASISTEN PEMBIMBING
TEORI EKONOMI MAKRO



Hj. Sri Suro Adhawati,S.E. M.Si                                                         WAHYUDIN
NIP. 19640417 199103 1 002                                                             L241 08 107
Tanggal pengesahan :    April 2012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya selama berlangsungnya Praktek Lapang Teori Ekonomi Makro hingga tersusunnya laporan lengkap ini.
Laporan lengkap ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam mata kuliah Teori Ekonmi Makro. Laporan lengkap ini dapat tersusun dengan baik setelah praktek lapang berakhir. Oleh karenanya, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya laporan Lengkap ini, khususnya kepada teman-teman.
Penyusun sangat menyadari bahwa laporan lengkap Teori Ekonomi Makro ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saran maupun kritik yang sifatnya membangun kami akan terima dengan segala kerendahan hati
Akhirnya penyusun berharap kiranya laporan lengkap ini dapat bermanfaat bagi yang menggunakan. Wassalam.
Makassar,    April  2012

Tim Penulis

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negeri kepuluan terbesar di dunia, terdiri atas 17.508 buah pulau dan perairan lautnya sekitar 3,1 juta km2 persegi atau 62% dari luas seluruh teritorialnya. Indonesia mempunyai hak atau kewenangan memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km persegi, untuk eksplorasi,ekploitasi, pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati, penelitian, yurisdiksi mendirikan instalasi atau pulau buatan (http://www.wikipedia.com, 2012).  
Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.  Sejak tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah.  Pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai.  Untuk pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri. Dasar dilakukan pemungutan oleh pemerintah  daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah mengatakan bahwa bahwa Pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah Pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi mendominasi mereka.  Peran Pemerintah Pusat dalam konteks Desentralisasi ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.  Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah – langkah yang perlu diambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku (http//wikipedia/peranan pajak, 2012).
Untuk merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan PAD.  Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan.  Dengan ini akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumber-sumber penerimaan yang cukup memadai.  Sumber-sumber penerimaan daerah ini dapat berasal dari bantuan dan sumbangan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri.  Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari : Pajak Daerah,  Retribusi Daerah , Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah  (http/reviewtesis.blogspot.com, 2012).
Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan.  Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah.  Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri.  Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri (Putong,2003).
Berdasarkan kondisi diatas maka dianggap perlu melakukan praktek lapang Ekonomi Makro mengenai tingkat pendapatan asli daerah Kabupaten Sinjai untuk menganalisa sejauh mana tingkat petumbuhan PAD dan sumbangsihnya terhadap pembangunan daerah Sinjai.

B. Tujuan dan Kegunaan
            Adapun tujuan dilaksanakannya praktik lapang mata kuliah Teori Ekonomi  Makro, yaitu untuk menganalisis PAD dengan menghitung kontribusi sumber-sumber PAD terhadap total PAD  dan mengukur laju pertumbuhan PAD.
Adapun kegunaan dilaksanakannya praktik lapang mata kuliah Teori Ekonomi Makro, yaitu membandingkan antara teori yang didapat dibangku kuliah dengan apa yang didapat di lapangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
A.   Pengertian PAD
     Untuk memahami konsep PAD (Pendapatan Asli Daerah) kita harus mengetahui  telebih dahulu konsep mengenai pendapatan. pendapatan kotor (penerimaan) adalah jumlah semua produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga yang berlaku dipasar. Olehnya itu untuk lebih memahami mengenai kosep pendapatan dianggap perlu nuntuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan (Soekartawi, 2003):
1)  penerimaan yaitu jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar.
2)  Biaya  produksi , yaitu semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yangdiperlukan untuk menghasilkan produksi.
3)  Pedapatan bersih adalah total jumlah penerimaan dikurangi dengan total jumlah pengeluaran untuk produksi
     Lebih lanjuk kajian mengenai pendapatan dapat dilakukan dengan pendekatan analisis biaya yaitu dengan memperhatikan biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan tidak selamanya continyu,sedangkan biaya variabel adalah biaya yang digunakan secara kontiyu  dengan jumlah produksi.
     Menurut Mubyarto (2004) analisis biaya biaya dan pendapatan sangatlah penting untuk mengetahui semua pengeluaran  yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan sesuatu produk dalam suatu periode produksi. Dari analisis ini kemudian kita dapat menghitung besarnya jumlah keuntungan yang diperoleh setiap kali usaha produksi. Gambaran ini memberi pemahaman tentang kisaran keuntungan jika proses produksi dilaksanakan. Jadi dapat dikatakan bahwa Keuntungan/pendapatan bersih adalah selisih dari jumlah penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan dimana Biaya adalah semua keluaran / korbanan yang digunakan dalam berproduksi.
      Tentunya untuk menghitung pendapatan nasional dan pendapatan asli daerah berbeda dengan menghitung pendapatan biasa sebab variable yang menjadi tolak ukur sangat beragam. Secara umum pendapatan nasional dapat diartikan sebagai produk nasional kotor (GNP) atau produk nasional bersih (NNP). GNP (Gross Nasional Bruto) adalah nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu Negara dalam suatu periode tertentu yang diukur dengan satuan uang berdasarkan perhitungan semua nilai barang dan jasa yang dihasilkan seluruh warga Negara Indonesia yang ada didalam negeri maupun diluar negeri. Pendapatan nasional ini dapat dihitung dengan melakukan 3 metode pendekatan yaitu : pertama dengan metode produksi yaitu dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh sector-sektor produktif. Yang kedua adalah dengan menggunakan metode pendapatan yaitu dengan menjumlahkan semua pendapatan dari factor-faktor produksi dalam perekonomian (manusia/Tenaga Kerja, modal, tanah dan skill). Yang terakhir adalah metode pengeluaran/penggunaan yaitu dengan cara menghitung semua pengeluaran ,baik yang dilakukan oleh rumah tangga konsumen,rumah tangga swasta/produsen, rumah tangga pemerintah dan eksport netto (Putong, 2003).
      Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari : Pajak Daerah,  Retribusi Daerah , Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah. 
     Jadi jelas bahwa  PAD merupakan keseluruhan sumber pemasukan daerah yang sah untuk pembiayaan pembangunan daerah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah adalah dapat berasal dari pengolahan sumber daya yang ada didaerah kabupaten yang terjaring melalui perangkat peraturan daerah ditambah dengan penerimaan dari provinsi dan pemerintah pusat.
     Kemampuan keuangan daerah di dalam membiayai kegiatan pembangunan didaerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah. Untuk melihat kemampuan Pemeritah Kabupaten dalam menghimpun penerimaan daerah baik penerimaan yang berasal dari sumbangan dan bantuan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri dapat dilihat dari APBD yang biayanya bersumber dari PAD dengan tingkat kesesuaian yang mencukupi pengeluaran pemerintah daerah (http/reviewtesis.blogspot.com, 2012).
     Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah.  Komponen yang ada seperti penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah, penerimaan dinas-dinas serta penerimaan daerah lainnya.  Ini merupakan beberapa komponen yang menjadi sumber penerimaan daerah dimana tentunya akan terus digali baik yang sudah ada maupun sumber penerimaan baru yang potensial.
     Kewenangan yang begitu luas tentunya akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi daerah untuk menjalankan kewenangannnya itu. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi kewenangannya Sejalan dengan hal tersebut, Koswara (2000 : 5) menyatakan bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. (http/reviewtesis.blogspot.com, 2012).
     Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah. Sebagaimana Santoso (1995 : 20) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
     Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah. Untuk lebih mengetahui tingkat pertumbuhan PAD suatu daerah terlebih dahulu kita harus memahami konsep-konsep penting yang berkaitan dengan hal-hal penting yang menetukam PAD suatu daerah diantaranya (http//www.jurnalskipsi.com, 2012):                        
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara/ wilayah/ daerah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi.
b. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilakan oleh seluruh unit ekonomi.
            PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya.
            PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
            Dengan demikian, PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauhmana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada, dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan.
Ada beberapa konsep definisi yang perlu diketahui :
1.    Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Pasar
            PDRB atas dasar harga pasar merupakan penjumlahan nilai tambah bruto dari seluruh sektor perekonomian didalam suatu wilayah dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih nilai produksi dengan biaya antara.
2.    Produk Domestik Regional Neto atas Dasar harga Pasar
            PDRN atas dasar harga pasar merupakan PDRB yang dikurangi dengan penyusutan. Penyusutan dikeluarkan dari PDRB oleh karena susutnya barang modal selama berproduksi untuk melanjutkan proses pembangunan di suatu daerah yang masih berkembang.
3.    Produk Domestik Regional Neto atas Dasar Biaya Faktor
            PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tak langsung ditambah dengan subsidi dari pemerintah.
4.Pendapatan Regional
            PDRN atas dasar biaya faktor merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor produksi dalam proses produksi, dan tidak seluruhnya menjadi milik suatu daerah/wilayah karena termasuk pula didalamnya pendapatan penduduk wilayah lain. Demikian sebaliknya, PDRN tersebut harus pula ditambah dengan pendapatan yang diperoleh daerah lain. Bila pendapatan penduduk yang masuk dan keluar dapat dicatat dengan pendapatan neto antar wilayah/daerah didapatkan pendapatan regional (Produk Regional Bruto). Karena sulitnya memperoleh data pendapatan masuk dan keluar suatu wilayah maka PDRN atas dasar biaya faktor diasumsikan sama dengan pendapatan regional atau pendapatan neto 
5.    Pendapatan Regional Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan pendapatan yang diterima oleh masing-masing perkepala penduduk. Pendapatan perkapita tersebut dihasilkan dengan membagi pendapatan regional/produk regional neto dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
6.    Produk Domestik dan Produk Regional
Ada perbedaan pengertian dalam literatur ekonomi mengenai produk domestik dengan produk regional. Kenyataan menunjukan bahwa sebagian kegiatan produksi yang dilakukan disuatu daerah, beberapa faktor produksinya berasal dari wilayah/ daerah lain seperti tenaga kerja, mesin dan modal. Sehingga nilai produksi di wilayah atau domestik tidak sama dengan pendapatan yang diterima oleh penduduk tersebut, yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan antara produk domestik dan produk regional. Produk regional merupakan produk domestik yang ditambahkan pendapatan yang mengalir kedalam wilayah tersebut, kemudian dikurangi pendapatan yang mengalir keluar wilayah. Sehingga dapat dikatakan produk regional pada dasarnya merupakan produk yang betul-betul dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki penduduk sekitar yang sudah diwariskan secara turun-temurun oleh keluarga yang terdahulu dalam wilayah yang bersangkutan.
7. Pendapatan Regional Atas Dasar Harga Barlaku dan Harga Konstan      Pendapatan regional atas dasar harga konstan.didapat melalui operasi pengurangan  Pendapatan regional atas dasar harga berlaku dengan perkembangan inflasi. Pendapatan Asli Daerah meskipun diharapkan dapat menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pada saat ini kondisinya masih kurang memadai.
            Dalam arti bahwa proporsi yang dapat disumbangkan PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) masih relatif rendah. Sebagaimana yang dialami Pemerintah Kota Yogyakarta, selama kurun waktu tahun anggaran 1991/1992 – 2000 proporsi PAD terhadap TPD rata-rata sebesar 32,96 %.
            Proporsi sebesar ini sebenarnya tidaklah terlalu kecil bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di seluruh Indonesia. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Fisipol UGM bekerjasama dengan Badan Litbang Depdagri menunjukkan bahwa selama 5 tahun (1986/1987 – 1989/1990) sebagian besar daerah Kabupaten/Kota atau sebanyak 173 Daerah Kabupaten/Kota (59,25 % dari seluruh Indonesia) mempunyai angka prosentase PAD terhadap total penerimaan daerah di bawah 15 % (www.jurnalskipsi.com, 2012).

B.  Jenis-Jenis PAD
Untuk dapat memungut pajak biasanya pemerintah menggunakan sistem pemungutan melalui official assessment sistem dan self assessment system . Sistem pemungutan ini dilakukan melalui dua cara yaitu surat ketetapan pajak dan retribusi.  Upaya penanganan yang telah dilakukan dan akan terus ditingkatkan antara lain adalah  melalui (Herinyato, 2003):
1.    Upaya menciptakan suatu sistem informasi pendapatan daerah yang dapat secara akurat memberikan gambaran menyeluruh mengenai data potensi Pajak Daerah, Retribusi Daerah maupun pungutan-pungutan lainnya sehingga dapat diketahui seberapa besar sebenarnya potensi pendapatan di suatu daerah yang dapat digali dan dikembangkan serta dikelola secara secara profesional.
2.     Secara intensif, kontinyu dan terpadu  memberikan penyuluhan atau sosialisasi berbagai perangkat peraturan di bidang pungutan daerah  kepada masyarakat serta secara persuasif membantu masyarakat dalam memenuhi kewajibannya.
3.    Kualitas dan kuantitas Koordinasi antar instansi akan terus ditingkatkan, antara lain melalui berbagai rapat koordinasi  dan evaluasi pendapatan daerah agar terjalin dan tercipta suatu kesamaan visi bagi semua instansi terkait dalam melihat betapa pentingnya upaya penggalian dan pengembangan pendapatan daerah di era otonomi ini.
4.     Sarana dan prasarana utama yang menyangkut operasionalisasi pungutan seperti alat transpotasi, komputerisasi serta sarana pendukung lainnya akan lebih mendapatkan perhatian, sehingga dapat mengatasi kendala luasnya jangkauan objek pajak serta mempercepat pelayanan kepada masyarakat.
5.    Membangkitkan kembali usaha strategis  berbasis ekonomi  kerakyatan  yang memiliki skala ekonomi luas agar dapat berkembang dan memberdayakan masyarakat secara
      Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma pemerintahan yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, pemerintah pusat mencoba meletakkan kembali arti penting otonomi daerah pada posisi yang sebenarnya, yaitu bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Kewenangan daerah tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
      Apabila diamati lebih jauh, maka dapat dilihat di mana sebenarnya letak kecilnya nilai PAD suatu daerah. Untuk mengetahui hal ini perlu diketahui terlebih dahulu unsur-unsur yang termasuk dalam kelompok PAD. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari (http//wikipedia.com/peranan pajak, 2012):
1.    hasil pajak daerah; yaitu seluruh Objek pajak  yang dapat digunakan untuk sumber pemasukan daerah
2.    hasil retribusi daerah; yaitu hasil-hasil retribusi yang terjaring melalui peraturan daerah
3.    hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang  dipisahkannya;
4.    lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
      Menurut Widayat (1994 : 31) faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD antara lain adalah :
1.banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB), dan pajak bumi dan bangunan (PBB);
2.    badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan keuntungan kepada Pemerintah Daerah;
3.    kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya;
4.    adanya kebocoran-kebocoran;
5.    biaya pungut yang masih tinggi
6.    banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan;
7.    kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
            Menurut Jaya (1996 : 5) beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah sebagai berikut :
1.    kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai sumber pendapatan daerah;
2.    tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis pajak utama   yang paling produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat;
3.    kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan;
4.    alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme; dan kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya.
      Secara umum dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa masalah rendahnya PAD disebabkan lebih banyak pada unsur perpajakan. Lebih jauh mengenai perpajakan dan permasalahannya perlu dikemukakan pendapat Reksohadiprodjo (1996 : 74-78), yaitu bahwa beberapa masalah yang sering dihadapi sistem pajak di daerah secara keseluruhan, di antaranya adalah adanya kemampuan menghimpun dana yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, yang disebabkan karena perbedaan dalam resources endowment, tingkat pembangunan, dan derajat urbanisasi. Masalah lainnya adalah terlalu banyaknya jenis pajak daerah dan sering tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Tidak ada perbedaan yang jelas antara pajak dengan pungutan lainnya, dan masalah biaya administrasi pajak yang tinggi (www.jurnalskipsi .com, 2011).
      Pada akhirnya keberhasilan otonomi daerah tidak hanya ditentukan oleh besarnya PAD atau keuangan yang dimiliki oleh daerah tetapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilannya. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Kaho (1997 : 34-36) bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (http:/ /ekonomi mikro\ekonomi indonesia\TempointeraktifCom, 2011) :
1.    faktor manusia;yaitu kemampuan dan keahlian sumber daya manusia yang ada didaerah
2.    faktor keuangan;yaitu tinggi rendahnya PAD (Pendapatan Asli Daerah) sebagai sumber keuangan daerah.
3.    faktor peralatan; yaitu kelengkapan prasarana
4.     faktor organisasi dan manajemen yaitu bagamana perangkat pemeintah dibangun.
Pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menimbulkan kecemasan dari kalangan dunia usaha terhadap kemungkinan pengenaan berbagai pajak, retribusi atau pungutan lainnya oleh Pemerintah Daerah terhadap dunia usaha untuk memacu peningkatan PAD. Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD tentu saja dilakukan sepanjang koridor regulasi yang ada, karena penetapan suatu kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah bukan lagi monopoli Pemerintah Daerah tetapi juga diawasi oleh legislatif dan masyarakat. Baik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah maupun penggantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tentang Pendapatan asli Daerah (PAD) tersebut. Dalam UU 5/1974 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari; 1) hasil pajak Daerah, 2) hasil retribusi Daerah, 3) hasil Perusahaan Daerah, 4) lain-lain usaha Daerah yang sah (http//wikipedia.com, 2011).
Kemudian dengan lahirnya kebijakan Otonomi Daerah dengan desentralisasi otoritas dan desentralisasi fiskal yang diatur dengan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dijelaskan bahwa sumber pendapatan Daerah terdiri dari : pertama yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu: Hasil pajak Daerah, Hasil retribusi Daerah, Hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil penge-lolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah. Yang kedua adalah Dana Perimbangan, yaitu: Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam. Yang ketiga Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Khusus (DAK). Yang terakhir adalah Pinjaman Daerah dan Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
Jadi dari ketentuan di atas jelas bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak dan retribusi Daerah serta hasil usaha Daerah sendiri. Sedangkan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU 34/2000 terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan, Bahan Galian Golongan C dan Pajak Parkir (www.jurnalskripsi.com, 2011).
Selain jenis Pajak Daerah di atas dapat ditetapkan Pajak Daerah lainnya dengan Peraturan Daerah dengan memenuhi kriteria tertentu, antara lain; bersifat pajak dan bukan retribusi, objek pajak berada dalam wilayah Kabupaten/Kota serta dasar pengenaan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, bukan merupakan objek Pajak Propinsi atau Pajak Pusat, tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, memperhatikan aspek keadilan, dan menjaga kelestarian lingkungan.

Sedangkan Retribusi daerah dibagi atas 3 (tiga) golongan yaitu; Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Jenis-jenis ketiga golongan retribusi tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan kriteria tertentu. Selain jenis Retribusi Daerah yang ditetapakn dengan Peraturan Pemerintah tersebut juga dapat ditetapkan Retribusi daerah lainnya dengan Peraturan Daerah sesuai dengan kewenangan Otonomi Daerah dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (http//wikipedia.com, 2011).


III. METODOLOGI PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat
            Praktek lapang Ekonomi Makro diadakan pada hari Jum’at 2 Maret 2012 pukul 09.00 – 11.30 WITA di Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan. Jln Arif Rahman No. 2 Kelurahan Balangnipa, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai dan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sinjai Jl. Bulu-Bulu Barat No. 1 Sinjai, Sulawesi Selatan.

B. Metode Pengumpulan Data
            Metode praktek yang digunakan pada praktek lapang Ekonomi Makro yaitu melalui teknik Wawancara, praktikan langsung melakukan tanya jawab dengan pegawai di Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangandan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah  Kabupaten Sinjai

C. Sumber Data
            Sumber data yang digunakan dalam praktek lapang Ekonomi Makro adalah:
1.    Data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari pegawai Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangandan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah  Kabupaten Sinjai
2.    Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui penulusaran pustaka. Data ini merupakan pelengkap data primer yang diperoleh dari berbagai sumber pustaka dan buku-buku referensi.

D. Jenis Data
            Jenis data yang digunakan pada Praktik lapang ini adalah data kualitatif dan kuantitatif:
1.    Data kualitatif untuk mengungkap informasi baik lisan maupun tulisan mengenai  tingkat pendapatan asli daerah Sinjai
2.    Data kuantitatif untuk mengukur besarnya pendapatan asli produksi yang diperoleh, keuntungan bersih dan besarnya biaya yang dikeluarkan.

E. Tahapan Pengambilan Data
            Kegiatan kerja dalam praktek lapang Ekonomi Makro adalah :
1.    Penyampaian surat Persetujuan praktek lapang Ekonomi Makro di Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangandan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah  Kabupaten Sinjai.
2.    Mengambil data data yang diperlukan dalam praktek lapang Ekonomi Makro, adapun jenis data yang diambil sebagai berikut :
·         Pendapatan Asli Daerah (PAD) 5 Tahun terakhir
·         Target dan realisasi per unit kerja tiap akhir tahun
·         Peraturan Daerah yang mengatur tentang PAD
·         Sumbangsih sektor pertanian dan perikanan
·         Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).

IV. KEADAAN UMUM LOKASI
A. Keadaan Geografi
1. Letak Geografi dan Luas Wilayah
            Secara geografis, Kabupaten Sinjai terletak di bagian pantai timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 223 km  dari  kota Makassar. Tepatnya berada pada posisi : 5o 19’ 50” -  5o 36’ 47” Lintang Selatan (LS) dan antara  119o 48’ 30”  -  120o 10’ 00”  Bujur  Timur (BT).
            Luas wilayahnya berdasarkan data yang ada, seluas 819,96 Km2 ( 81.996 Ha). Secara administratif, Kabupaten Sinjai mencakup 9 (Sembilan) kecamatan yang terdiri dari 80 desa dan  kelurahan.
            Posisi wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Bone (bagian Utara), Teluk. Bone (bagian Timur), Kabupaten Bulukumba (bagian Selatan) dan Kabupaten Gowa (di bagian Barat). Secara administratif, Kabupaten Sinjai mencakup 9 Kecamatan, 13 Kelurahan dan 67 Desa.
       -  Kecamatan Sinjai Utara, 5 Kelurahan
       -  Kecamatan Sinjai Timur, 1 Kelurahan dan 12 Desa
       -  Kecamatan Sinjai Tengah, 1 Kelurahan dan 10 Desa
       -  Kecamatan Sinjai Barat, 1 Kelurahan dan 8 Desa
       -  Kecamatan Sinjai Selatan, 1 Kelurahan dan 10 Desa
       -  Kecamatan Sinjai Borong, 1 Kelurahan dan 7 Desa
       -  Kecamatan Bulupoddo, 7 Desa
       -  Kecamatan Tellulimpoe, 1 Kelurahan dan 10 Desa
       -  Kecamatan Pulau Sembilan, 4 Desa yang merupakan wilayah kepulauan.
2. Topografi
Sepanjang tahun, daerah ini termasuk beriklim sub tropis, yang mengenal   2 (dua) musim, yaitu musim penghujan pada periode April - Oktober , dan musim kemarau yang berlangsung pada periode Oktober-April. Selain itu ada 3 (tiga) type iklim (menurut Schmidt & Fergusson) yang terjadi dan berlangsung di  wilayah ini, yaitu  iklim type B2, C2,  D2 & type D3.
Zona dengan iklim type B2  dimana bulan basah berlangsung selama 7 - 9 bulan berturut – turut , sedangkan bulan kering berlangsung 2 – 4 bulan sepanjang tahun. Penyebarannya meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Sinjai Timur & Sinjai Selatan .
 Zona dengan iklim type C2, dicirikan dengan adanya bulan basah yang berlangsung antara 5 – 6 bulan, sedangkan bulan keringnya berlangsung selama 3 – 5 bulan sepanjang tahun. Penyebarannya meliputi sebagian kecil wilayah Kecamatan. Sinjai Timur , Sinjai Selatan & Sinjai Tengah.
Zona dengan iklim type D2, mengalami bulan basah selama 3 – 4 bulan  & bulan keringnya berlangsung selama 2 – 3 bulan. Penyebarannya meliputi wilayah bag. Tengah Kabupaten Sinjai , yaitu sebagian kecil wilayah Kecamatan Sinjai Tengah, Sinjai Selatan & Sinjai Barat.
 Zona dengan iklim type D3, bercirikan dengan berlangsungnya bulan basah antara3 – 4 bulan ,& bulan kering berlangsung antara 3 – 5 bulan.  Penyebarannya meliputi sebagian wilayah Kecamatan. Sinjai Barat, Sinjai Tengah & Sinjai Selatan. Dari keseluruhan type iklim yang ada tersebut , Kabupaten Sinjai mempunyai curah hujan berkisar antara  2.000  -  4.000  mm / tahun, dengan hari hujan yang bervariasi antara 100 – 160 hari hujan / tahun. Kelembaban udara rata-rata, tercatat  berkisar antara 64  -  87 persen, dengan suhu udara rata-rata berkisar  antara 21,1 C0  -  32,4 C0.

B.   Keadaan Penduduk
            Jumlah penduduk Kabupaten Sinjai,  pada tahun 2009 sebesar 236.234 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,59 persen, yang terdiri dari 114.867 jiwa penduduk lakil-laki dan 121.367 jiwa penduduk perempuan. Sex ratio  sebesar 92  persen artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat  92 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Sinjai sebesar 265 jiwa per km2 dengan Kecamatan Sinjai utara merupakan daerah yang memiliki kepadatan terbesar yaitu 1.279 per km2 dan Kecamatan Sinjai Barat  dengan kepadatan terendah yakni 167 km2. Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Sinjai sebagian besar bekerja disektor pertaniandalam arti luas, hal ini ditunjang oleh kondisi wilayah yang merupakan wilayah tiga dimensi yaitulaut/pesisir, dataran rendah dan pegunungan yang pada umumnya potensial untuk pengembangan sektor pertanian.

C.   Sejarah Sinjai
Sulawesi Selatan  adalah sebuah  provinsi di  Indonesia yang terletak di bagian selatan  Sulawesi. Ibu kotanya adalah  Makassar, dahulu disebut Ujungpandang. Salah satu kabupaten yang akan dibahas pada laporan ini adalah Kabupaten Sinjai.
Kabupaten Sinjai mempunyai nilai histories tersendiri, dibanding dengan kabupaten-kabupaten yang di Propinsi Sulawesi Selatan.Dulu terdiri dari beberapa kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan yang tergabung dalam federasi Tellu Limpoe dan Kerajaan – kerajaan yang tergabung dalam federasi Pitu Limpoe.
Tellu limpoe terdiri dari kerajaan-kerajaan yang berada dekat pesisir pantai yakni Kerajaan yakni Tondong, Bulo-bulo dan Lamatti, serta Pitu Limpoe adalah kerajaan-kerajaan yang berada di daratan tinggi yakni Kerajaan Turungen, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka dan Bala Suka.
Watak dan karakter masyarakat tercermin dari system pemerintahan demokratis dan berkedaulatan rakyat. Komunikasi politik di antara kerajaan-kerajaan dibangun melalui landasan tatanan kesopanan Yakni Sipakatau yaitu Saling menghormati, serta menjunjung tinggi nilai-nilai konsep “Sirui Menre’ Tessirui No’ yakni saling menarik ke atas, pantang saling menarik ke bawah, mallilu sipakainge yang bermakna bila khilaf saling mengingatkan.
Sekalipun dari ketiga kerajaan tersebut tergabung ke dalam Persekutuan Kerajaan Tellu Limpo’E namun pelaksanana roda pemerintahan tetap berjalan pada wilayahnya masing-masing tanpa ada pertentangan dan peperangan yang terjadi di antara mereka.
Bila ditelusuri hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di kabupaten Sinjai pada masa lalu, maka nampaklah dengan jelas bahwa ia terjalin dengan erat oleh tali kekeluargaan yang dalam Bahasa Bugis disebut SIJAI artinya sama jahitannya.
Hal ini diperjelas dengan adanya gagasan dari LAMASSIAJENG Raja Lamatti X untuk memperkokoh bersatunya antara kerajaan Bulo-Bulo dan Lamatti dengan ungkapannya "PASIJA SINGKERUNNA LAMATI BULO-BULO" artinya satukan keyakinan Lamatti dengan Bulo-Bulo, sehingga setelah meninggal dunia beliau digelar dengan PUANTA MATINROE RISIJAINA.
Eksistensi dan identitas kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai pada masa lalu semakin jelas dengan didirikannya Benteng pada tahun 1557. Benteng ini dikenal dengan nama Benteng Balangnipa, sebab didirikan di Balangnipa yang sekarang menjadi Ibukota Kabupaten Sinjai.Disamping itu, benteng ini pun dikenal dengan nama Benteng Tellulimpoe, karena didirikan secara bersama-sama oleh 3 (tiga) kerajaan yakni Lamatti, Bulo-bulo, dan Tondong lalu dipugar oleh Belanda melalui perang Manggarabombang.
Agresi Belanda tahun 1859 – 1561 terjadi pertempuran yang hebat sehingga dalam sejarah dikenal nama Rumpa’na Manggarabombang atau perang Mangarabombang, dan tahun 1559 Benteng Balangnipa jatuh ke tangan belanda.
Tahun 1636 orang Belanda mulai datang ke daerah Sinjai.Kerajaan-kerajaan di Sinjai menentang keras upaya Belanda untuk mengadu domba menentang keras upaya Belanda unntuk memecah belah persatuan kerajaan-kerajaan yang ada di suilawesi Selatan.Hal ini mencapai puncaknya dengan terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap orang-orang Belanda yang mencoba membujuk Kerajaan Bulo-bulo untuk melakukan peran terhadap kerajaan Gowa.Peristiwa ini terjadi tahun 1639.Hal ini disebabkan oleh rakyat Sinjai tetap perpegan teguh pada PERJANJIAN TOPEKKONG.Tahun 1824 Gubernur Jenderal Hindia Belanda VAN DER CAPELLAN datang dari Batavia untuk membujuk I CELLA ARUNG Bulo-Bulo XXI agar menerima perjanjian Bongaya dan mengisinkan Belanda Mendirikan Loji atau Kantor Dagang di Lappa tetapi ditolah dengan tegas.
Tahun 1861 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi dan Daerah, takluknya wilayah Tellulimpoe Sinjai dijadikan satu wilayah pemerintahan dengan sebutan Goster Districten. Tanggal 24 pebruari 1940, Gubernur Grote Gost menetapkan pembangian administratif untuk daerah timur termasuk residensi Celebes, dimana Sinjai bersama-sama beberapa kabupaten lainnya berstatus sebagai Onther Afdeling Sinnai terdiri dari beberapa adats Gemenchap, yaitu Cost Bulo-bulo, Tondong, Manimpahoi, Lamatti West, Bulo-bulo, Manipi dan Turungeng.
Pada masa pendudukan Jepang, struktur pemerintahan dan namanya ditatah sesuai dengaan kebutuhan Bala Tentara Jepang yang bermarkas di Gojeng.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945 yakni tanggal 20 Oktober 1959 Sinjai resmi menjadi sebuah kabupaten berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1959.
Dan pada tanggal 17 Pebruari 1960 Abdul Latief dilantik menjadi Kepala Daerah Tingak II Sinjai yang Pertama.
Hingga saat ini Kabupaten Sinjai telah dinahkodai oleh 7 (tujuh) orang putra terbaik yakni dan saat ini Kabupaten Sinjai dipimpin oleh Bapak Andi Rudiyanto Asapa, SH, MH. Dengan motto SINJAI BERSATU Kabupaten sinjai terus maju dan berkembang menuju masa depan yang cerah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Sumber-sumber PAD dan Non PAD
                Adapun sumber-sumber pendapatan pada kabupaten Sinjai dari tabel dibawah ini  yang menjelaskan mengenai  pendapatan kabupaten Sinjai dari tahun 2007-2011 (dalam miliaran rupiah).
Tabel 1.sumber-sumber pendapatan asli daerah Sinjai (2007-2011)
NO
URAIAN
TARGET (Rp)
REALISASI (Rp)
Persentase
Tahun 2007
1
Hasil Pajak Daerah
1,904,700,000.00
1,665,266,511.00
87.43 %
2
Hasil Retribusi Daerah
5,447,603,374.00
5,633,393,684.00
103.41%
3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah YgDi pisahkan
750,000,000.00
1,041,286,030.92
138.84%
4
Lain-lain PAD yang sah
7,353,420,000.00
7,549,675,389.88
102.67%
J U M L A H
15,455,723,374.00
15,889,621,615.80
102.81
Tahun 2008
1
 Hasil Pajak Daerah
2,143,501,600.00
2,229,434,415.00
104.01%
2
Hasil Retribusi Daerah
6,217,347,174.00
6,221,958,758.00
100.07%
3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yg Di pisahkan
1,500,000,000.00
1,553,728,230.71
103.58%
4
Lain-lain PAD yang sah
7,667,718,712.00
24,018,949,696.40
313.25%
J U M L A H
17,528,567,486.00
34,024,071,100.11
194.11%
Tahun 2009
1
Hasil Pajak Daerah
2,286,462,200.00
2,391,126,140.00
104.58%
2
Hasil Retribusi Daerah
6,584,167,374.00
5,503,329,848.46
83.58%
3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yg Di pisahkan
1,400,000,000.00
1,882,217,952.67
134.44%
4
Lain-lain PAD yang sah
7,403,600,000.00
3,008,247,786.88
40.63%

J U M L A H
17,674,229,574.00
12,784,921,728.01
72.34%
Tahun 2010
1
Hasil Pajak Daerah
2,615,300,000.00
2,497,680,923.00
95.50%
2
Hasil Retribusi Daerah
6,874,833,374.00
5,600,802,280,50
81.47%
3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yg Di pisahkan
1,400,000,000.00
1,850,170,581.49
132.16%
4
Lain-lain PAD yang sah
7,410,289,593.00
5,235,195,747.34
70.65
J U M L A H
18,300,422,967.00
9,583,047,251.83
82.97%
Tahun 2011
1
 Hasil Pajak Daerah
2,984,370,000.00
3,035,576,948.00
101.72%
2
Hasil Retribusi Daerah
7,873,429,374.00
7,650,538,343.00
97.17%
3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yg Di pisahkan
2,300,000,000.00
2,319,144,577.00
100.83%
4
Lain-lain PAD yang sah
3,060,134,000.00
4,473,839,091.00
146.20%
J U M L A H
16,217,933,374.00
17,479,098,959.00
107.78%
Sumber :Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan dan di   kantor Dinas Pendapatan Daerah , Kab. Sinjai.
                   
Tabel 2.sumber-sumber non-pendapatan asli daerah Sinjai (2007-2011)
NO
URAIAN
TARGET (Rp)
REALISASI (Rp)
Persentase
Tahun 2007
1
Bagi Hasil Pajak
11,271,664,000.00
12,058,946,912.00
101.25%
2
Sumber Daya Alam
2,150,275,827.00
4,919,136,127.00
201.83%
3
Dana Alokasi
320,860,745,000.00
320,860,745,900.00
100.00%
4
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
1,353,566,000.00
533,558,087.97
5.23%
5
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
7,900,116,832.00
10,912,235,657,67
171.12%
6
Bantuan Keuangan
386,537,000.00
469,675,284.98
145.89%
7
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
20,031,450,000.00
25,346,247,823.43
109.68%
J U M L A H
363,954,354,659.00
364,188,310,135.38
101.31%
Tahun 2008
1
Bagi Hasil Pajak
33,204,955,481.86
24,433,153,051.00
73.58%
2
Sumber Daya Alam
3,275,366,426.53
2,477,515,474.00
75.64%
3
Dana Alokasi
345,840,897,000.00
345,840,898,000.00
100.00%
4
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
14,839,583,000.00
675,688,565.00
4.55%
5
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
8,500,316,902.00
8,601,316,902.00
101.19%
6
Bantuan Keuangan
318,240,000.00
648,832,070.00
203.88%
7
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
27,031,180,000.00
28,922,347,200.00
107.00
J U M L A H
433,010,538,810.39
411,599,751,262.00
95.91%
Tahun 2009
1
Bagi Hasil Pajak
33,384,584,480.00
23,926,502,521.00
71.67%
2
Sumber Daya Alam
1,914,846,754.98
859,743,214.00
44.90%
3
Dana Alokasi
341,506,710,000.00
341,500,346,000.00
100.00%
4
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
2,163,993,941.00
2,163,994,000.00
100.00%
5
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
8,500,000,000.00
7,384,022,566.00
86.87%
6
Bantuan Keuangan
-
562,763,482.00
-
7
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
-
46,530,484,500.00
-

J U M L A H
387,470,135,175.98
422,927,856,283.00
117.55%
Tahun 2010
1
Bagi Hasil Pajak
33,384,584,480.00
24,744,801,908.00
74.12%
2
Sumber Daya Alam
2,294,519,409.00
1,171,858,693.00
51.07%
3
Dana Alokasi
334,354,315,000.00
334,354,315,000.00
100.00%
4
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
106,617,725,165.00
83,242,542,332.00
78.08%
5
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
9,775,409,469.00
12,357,425,355.00
126.41%
J U M L A H
486,426,553,523.00
455,870,943,288.00
89.87%
Tahun 2011
1
Bagi Hasil Pajak
26,185,550,591.00
24,690,388,425.00
94.29%
2
Sumber Daya Alam
3,092,914,164.00
2,245,259,611.00
72.59%
3
Dana Alokasi
397,120,188,000.00
397,120,193,000.00
100.00%
4
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
58,906,861,000.00
58,606,811,000.00
99.49%
5
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
17,759,070,956.00
18,360,182,869.00
103.38%
6
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
59,599,196,000.00
59,780,197,120.00
100.30%
J U M L A H
562,663,780,711.00
560,803,032,025.00
99.98%
Sumber : Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan dan di kantor Dinas Pendapatan Daerah , Kab.Sinjai.
                
            Dari Tabel 1. Terlihat bahwa ada 4 komponen dasar yang mejadi sumber  PAD kabupaten Sinjai yaitu : Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Hal ini sesuai dengan undang-undang no 22 tahun 1999 yang mengatur Pendapatan Asli Daerah. Dari tabel dapat terlihat bahwa jumlah pendapatan kabupaten Sinjai dari  tahun-ketahun mengalami peningkatan dan penurunan. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor alam, baik itu bencana alam, kekurangan sumberdaya alam dan lain-lain. Pendapatan terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sekitar Rp 9,583,047,251.83 dan tertingi terjadi pada tahun 2008 yaitu Rp 34,024,071,100.11. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran dan Belanja daerah kabupaten Sinjai mengalami peningkatan. Karena 5 tahun terakhir ini Kabupaten Sinjai melakukan pembangunan secara signifikan untuk memperbaiki infrastruktur pasca bencana banjir pada tahun 2008.
Peningkatan terbesar pendapatan kabupaten Sinjai masih ada pada sektor penerimaan pendapatan non PAD .Adapun  penyumbang terbesar penerimaan kabupaten Sinjai masih pada dana alokasi umum . kenyataan ini memberi gambaran bahwa tingkat ketergantungan keuangan kabupaten Sinjai masih sangat tinggi terhadap keuangan pusat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan dari undang-undang otonomi daerah  mengenai perimbangan dana antara daerah dan pusat berjalang kurang maksimal.

B.   Laju Perkembangan Nilai PAD
Salah-satu indikator kemajuan ekonomi di suatu daerah adalah dengan memperhatikan nilai perkembangan PAD di daerah tersebut. PAD (pendapatan asli daerah) merupakan alat pendeteksi laju kemajuaan daerah sebab melalui PAD dapat diketahui seberapa besar nilai perhitungan total produksi atas barang dan jasa yang dihasilkan daaerah tersebut dalam satu tahun terakhir. Adanya target yang dibebankan setiap tahun pada sektor penerimaan tertentu merupakan indikasi titik kemampuan potensial yang dimiiliki oleh daerah tersebut untuk menghasilkan produk barang atau jasa untuk menunjang pembiayaan daerah. Sedangkan realisasi adalah kemampuan riil yang mampu dicapai oleh suatu daerah dalam upayanya menujang pembiayaan daerah dalam mengembangkan proses pembangunan di wilayah yang bersangkutan.
Jadi titik temu antara realisasi dan target mengambarkan seberapa besar upaya pemerintah daerah berusaha mengejar tingkat penerimaan daerah.Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan diketahui bahwa nilai target dan realisasi PAD dan Pendapatan non PAD kabupaten Sinjai berfluktuasi sebagaimana tersaji pada data tabel perbandingan antara target dan realisasi PAD dan Non PAD (dalam miliaran rupiah) untuk periode tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Perbandingan antara realisasi dan target PAD dan Non PAD kabupaten Sinjai (2007-2011)
Pendapatan Asli Daerah
No
Tahun
Target
Realisasi
Persentase
1
2007
15,455,723,374.00
15,889,621,615.80
102.81%
2
2008
17,528,567,486.00
34,024,071,100.11
194.11%
3
2009
17,674,229,574.00
12,784,921,728.01
72.34%
4
2010
18,300,422,967.00
15,183,849,532.00
82.97%
5
2011
16,217,933,374.00
17,479,098,959.00
107.78%

Rata-rata
17,035,375,355.00
19,072,312,586.98
111.96%
NON Pendapatan Asli Daerah
No
Tahun
Target
Realisasi
Persentase
1
2007
363,954,354,659.00
364,188,310,135.38
101.31%
2
2008
433,010,538,810.39
411,599,751,262.00
95.91%
3
2009
387,470,135,175.98
422,927,856,283.00
117.55%
4
2010
486,426,553,523.00
455,870,943,288.00
89.87%
5
2011
562,663,780,711.00
560,803,032,025.00
99.98%

Rata-rata
446,705,072,575.87
443,077,978,598.68
97%
Pendapatan
No
Tahun
Target
Realisasi
Persentase
1
2007
379,410,078,033.00
380,077,931,751.18
100.18%
2
2008
450,539,106,296.39
445,623,822,362.11
98.91%
3
2009
405,144,364,749.98
435,712,778,011.01
107.55%
4
2010
504,726,976,490.00
471,054,792,820.00
93.33%
5
2011
578,881,714,085.00
578,282,130,984.00
99.90%

Rata-rata
463,740,447,930.87
461,030,130,729.63
99.66%
            Dari tabel 3. Terlihat selama 5 tahun terakhir terdapat tahun dimana target terealisasi bahkan melebihi daripada target. Terdapat tiga perbandingan dari tabel di atas. PAD, NON-PAD dan Pendapatan. Tabel di atas menunjukkan bahwa pergerakkan pemerintah Kabupaten Sinjai dalam mengembangkan proses pembangunan sangat signifikan. Tetapi yang menjadikan pemasukkan utama kabupaten Sinjai ada di sektor NON-PAD. Oleh karena itu, pemerintah tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan dari pemerintah pusat.
Gambar 1. Perbandingan rata-rata antara target dan realisasi PAD setiap tahun

Dari gambar diagram diatas diketahui bahwa perbandingan antara target dan realisasi PAD, cukup nyata terlihat bahwa realisasi lebih besar daripada target PAD. Hal ini menujukkan bahwa nilai PAD tercapai 100% atau berhasil memenuhi target yang dibebankan atau PAD tercapai rata-rata 102,8% setiap tahunnya. Indikasi ini menjelaskan adanya singkronisasi yang baik dari penafsiran potensi daerah dengan kemampuan nyata yang dimiliki daerah.
Gambar 2. Rata-rata perbandingan tingkat realisasi dan target pendapatan non PAD setiap tahun

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa nilai realisasi setiap tahun pendapatan non PAD hampir selalu sama dengan nilai riil realisasi yang dicapai atau setara dengan 97% setiap tahun.Dari grafik diketahui bahwa nilai non PAD yang terealisasi (2) sekitar dengan yang target (1) mempunyai perbandingan 50%:50% yang menujukkan bahwa pendapatan non PAD mempunyai tingkat realisasi lebih rendah jika dibanding dengan PAD.
Fakta ini memberi sinyal bahwa target dan realisasi pendapatan riil disektor ini mempunyai titik yang sinkron dengan perencanaan pendapatan artinya antara prencanaan pendapatan (target) dan kenyataan (realisasi) sama. Nilai ini jelas memperlihatkan bahwa keuangan pusat (dana perimbangan daerah) lebih stabil dibanding dengan keberadaan dana dari PAD. Hal ini jelas membuktikan bahwa tingkat pengaruh dana disektor ini masih menjadi tumpuan utama untuk pembangunan di kabupaten Sinjai.
Gambar 3. Perbadingan rata-rata antara realisasi PAD dan Non PAD setiap tahun.
            Dari diagram diatas nampak bahwa nilai rata-rata total sumbangsih keuangan daerah kabupaten Sinjai yang riil berdasarkan nilai PAD hanya sekitar 4% atau jauh dibawah sektor penerimaan non PAD yang mencapai sekitar 96% dari total penerimaan daerah kabupaten Sinjai. Kenyataan ini memperjelas gambaran bahwa tingkat ketergantungan keuangan daerah kabupaten Sinjai terhadap keuangan pusat masih sangat tinggi.
Gambar 4. Perbandingan rata-rata target PAD dan Non PAD
Dari diagram diatas diketahui bahwa bahwa tingkat perencanaan keuangan kabupaten Sinjai selama lima tahun terakhir rata-rata tiap tahun mengharapkan sumber keuangan dari non PAD sebesar 96% dari total penerimaan daerah. Sekali lagi fakta ini memperlihatkan bahwa ada kecenderungan bahwa nilai PAD yang yang diharapkan diperoleh oleh kabupaten Sinjai belum mampu memberi sumbangsih yang signifikan terhadap keuangan daerah atau sektor ini hanya diharapkan mampu menyumbang sekitar 4% saja setiap tahunnya.
            Berikut ini adalah grafik  dari tingkat realisasi dan target pendapatan, PAD, dan pendapatan Non PAD.
 .       Gambar 5. Jumlah perolehan dan target pendapatan kabupaten Sinjai.
            Dari gambar 5. terlihat bahwa target pada tahun  2008, 2010, dan 2011 Pendapatan tidak tercapai namun nilai pendapatan tidak jauh bahkan pada tahun 2007 dan 2009 nilainya justru diatas dari target pendapatan. Hal ini memperkuat fakta bahwa keuangan kabupaten Sinjai tergantung pada keuangan dari pusat.
                Gambar 6.Grafik perbandingan realisasi dan target non PAD
                        Dari grafik nampak bahwa meskipun tidak selamanya pendapatan pada non sektor PAD terpenuhi tetapi sumbangsih sektor ini sangat dibutuhkan pada keuangan kabupaten Sinjai. Hal ini dapat terlihat terutama pada tahun 2008, 2010, dan 2011 yang menunjukkan tingginya ketergantungan keuangan kabupaten Sinjai terhadap keuangan pusat .dari grafik nampak bahwa ketika pendapatan disektor ini tidak terpenuhi sesuai target maka nilai pendapatan total menurung drastis.
.
.            Gambar 7. Grafik perbandingan realisasi  dan target PAD
                       
            Dari gambar 5. terlihat bahwa target pada tahun  2009 dan 2010, PAD tidak tercapai namun nilai pendapatan tidak jauh bahkan pada tahun 2007, 2008, dan 2011 nilainya justru diatas dari target pendapatan. Hal ini memperkuat fakta bahwa keuangan kabupaten Sinjai tergantung pada keuangan dari pusat.
C. Sumbangsih Perikanan Terhadap PAD
            Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan diketahui bahwa untuk sektor pertanian khususnya perikanan mempunyai beberapa item penerimaan yang turut menyumbang keuangan daerah. Adapun tabel dibawah ini mengambarkan distribusi perolehan penerimaan disektor pertanian khususnya perikanan terhadap sumbangsinya terhadap PAD.
Tabel 4. Volume Produksi Perikanan Masing-Masing Bidang Kegiatan Serta                        Nilainya di Kabupaten Sinjai Tahun 2010.
                     Dari tabel 4, terlihat ada 4 bidang kegiatan yang memberikan sumbangsih pendapatan terhadap kabupaten Sinjai dari sektor perikanan. Pada sub bidang kegiatan penangkapanlah yang menjadi pemasukan terbesar, yaitu 25.426,80 Ton dengan nilai Rp 245.832.715.000. Hal ini disebabkan lautnya yang luas dan memiliki garis pantai yang panjang.  Armada penangkapan yang meningkat setiap tahunnya karena bantuan dari Pemerintah. Sedangkan sub bidang kegiatan yang memberikan sumbangsih terkecil, yaitu budidaya laut komoditas teripang dengan nilai 0,17 ton dengan nilai Rp 10.625.000.000. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat pesisir di Kabupaten Sinjai mata pencahariannya sebagai nelayan dan mereka belum tertarik dengan budidaya teripang karena cara budidayanya rumit, butuh modal banyak, walaupun nilai jualnya sangat tinggi.
D. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Pasar
PDRB merupakan indikator yang menggambarkan perekonomian penduduk disuatu wilayah /daerah. Ukuran yang dihasilkan dari perhitungan PDRB antara lain adalah rata-rata pendapatan perkapita, struktur ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.
PDRB atas dasar harga pasar merupakan penjumlahan nilai tambah bruto dari seluruh sektor perekonomian didalam suatu wilayah dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih nilai produksi dengan biaya antara.
Untuk nilai PDRB kabupaten Sinjai diketahui secara pasti karena ada data nyata mengenai biaya antara yang diperoleh. Data ini diperoleh dari Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan. Kenaikan atau penurunan PDRB merupakan gambaran secara riel tentang kondisi ekonomi yang terjadi di suatu daerah tertentu.
Namun berdasarkan data yang diperoleh PDRB kabupaten Sinjai dengan mengunakan konsep pendekatan total penerimaan diketahui bahwa tingkat pertambahan PDRB setiap tahun selalu menigkat sebagaimana tabel dibawah ini.
Tabel 5. PDRB Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Sinjai Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006-2010
          Sumber: data primer yang telah diolah, 2012

Tabel 6. PDRB Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Sinjai Atas Dasar Harga   Konstan Tahun 2006-2010

  Sumber: Data Primer yang telah diolah, 2012

Dari tabel 5 dan 6 diketahui tingkat PDRB dilihat dari harga berlaku dan harga konstan tahun ketahun dari 2006-2010 mengalami kenaikan sehingga bisa dikatakan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sinjai stabil. Adapun lapangan usaha yang memiliki nilai terbesar yaitu pertanian. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan di daerah itu cocok untuk pertanian, misalnya cocok untuk pertanian yang digunakan sebagai bahan makanan seperti padi, jagung, dan lain sebagainya.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………….i
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………….iii
KATA PENGANTAR………………………………………………….......................iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...v
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….....vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………...vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang………………………………………………………………..1
Tujuan dan Kegunaan………………………………………………………..3 
TINJAUAN PUSTAKA
            Pengertian PAD…………………………………………………...................4
            Jenis-jenis PAD…………………………………………………...................10
METODOLOGI PRAKTEK
            Waktu dan Tempat……………………………………………………………17
            Metode Pegumpulan data…………………………………..........................17
            Sumber Data ……………………………………………………...................17
            Jenis Data……………………………………………………........................17
            Tahapan Pengambilan Data…………………………………………………18
KEADAAN UMUM LOKASI
            Keadaan Geografis…………………………………………………………..19
            Keadaan Penduduk………………………………………………………….20
            Sejarah Sinjai…………………………………………………………………21
HASIL PEMBAHASAN
Sumber-sumber PAD dan Non-PAD………………………………………..25
Laju Perkembangan Nilai PAD………………………………………………29
Sumbangsih Perikanan Terhadap PAD……………………………………35
Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Pasar………………37
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan………………………………………………………………..39
            Saran…………………………………………………………………….39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN











DAFTAR TABEL

No                                                    Teks                                                   Halaman

1.            Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Sinjai………….....................25
2.         Sumber-sumber Non-Pendapatan Asli Daerah Sinjai…………...……...26
3.            Perbandingan antara Realisasi dan Target PAD dan Non-PAD
2007-2011 kabupaten Sinjai ………………………………………..…….30
4.            Volume Produksi Perikanan Masing-masing Bidang
Kegiatan serta Nilainya di Kabupaten Sinjai
2006-2010……………………………………………………………..…….35
5.         PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kab. Sinjai Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006-2010 (dalam miliaran rupiah)…...........................................38
6.         PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kab. Sinjai Atas Dasar Harga   Konstan Tahun 2006-2010 (dalam miliaran rupiah)….............................39









DAFTAR GAMBAR
No                                                       Teks                                        Halaman

1.            Perbandingan rata-rata antara target dan realisa PAD..............31
2.            Rata-rata perbandingan tingkat realisasi dan target  
pendapatan non PAD setiap tahun……………………...............31
3.            Perbadingan rata-rata antara realisasi PAD dan Non PAD
setiap tahun…………………………………………………..........32    
4.         Perbandingan rata-rata target PAD dan Non PAD…………......33  
5.            Jumlah perolehan dan target pendapatan kabupaten
            Sinjai…………………………………………………………...........33
6.            Grafik Perbandingan realisasi dan target non PAD 
kabupaten Sinjai .........................................................................34
7.            Grafik perbandingan realisasi dan target PAD………………….34   









LAMPIRAN
 
VI. Kesimpulan dan Saran
A.   Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan dapat disimpulkan bahwa :
1.    Nilai perolehan PAD kabupaten Sinjai  selalu mengalami peningkatan selama lima terakhir, hal ini dibuktikan dengan proses pembangun kabupaten sinjai yang pesat. Walaupun sumber pendapatan yang mendominasi adalah Non-PAD.
2.    Secara keseluruhan nilai PAD Sinjai hanya menyumbang rata-rata 4% tiap tahun terhadap total penerimaan,ini berarti keuangan kabupaten Sinjai sangat bergantung pada keuangan pusat.
3.    Secara keseluruhan nilai PDRB atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku kabupaten Sinjai tiap tahun mengalami penigkatan dengan laju peningkatan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2010.
4.    Untuk sektor pertanian secara umum penyumbang terbesar terhadap perolehan PAD dan sub sektor perikanan peyumbang terbesar ketiga, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sub sektor perikanan memberi sumbangsih ±30%, artinya perikanan punya potensi menjadi sumber penerimaan yang diandalkan di kabupaten Sinjai.
B.   Saran
      Sebaiknya bekal yang diberikan oleh dosen atau asisten dosen harus lebih jelas dan mudah dimengerti oleh mahasiswa agar data yang diambil di tempat tujuan tidak kurang ataupun salah. Sehingga dalam mempresentasikan hasil olahan data tidak salah sehingga pembuatan laporan mudah dalam mengerjakan.

DAFTAR PUSTAKA
Heriyanto, 2003. Teori dan Aplikasi Teori Ekonomi Makro. PT. Raja Grafindo      Persada. Jakarta.
http//www.jurnalskripsi.com/perencanaan-pajak-melalui-metode-penyusutan. Diakses 5 Maret 2012.
http//www.Jurnalskripsi.com/11/01/persepsi-konsumen-terhadap-penjualan-barang-mewah. Diakses : 6 Maret 2012
http://www.sinjai.go.id/sinjai.html diakses :25 Maret 2012
http/reviewtesis.Blogspot.com/2008/02/peranan-pendapatan-asli-daerah-html/. Diakses : 6 Maret 2012
http://www.wikipedia.org.com/peranan-PAD-untuk-pembangunan-daerah. Diakses: Tgl 7 Maret 2012. Makassar.
http://ekonomimikro\ekonomiindonesia\Tempointeraktif_Com–Ekonomi-ndonesia. Diakses : Tgl 7 Maret 2012. Makassar.
Mubyarto. 2004. Ekonomi pertanian. LP3S. Jakarta
Putong, Iskandar 2003. Pengantar Ekonomi MIkro & Makro. Ghalia Indonesia :               
Jakarta

Soekartawi, 2003.  Teori Ekonomi  Produksi . UI Press: Jakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar