TEORI EKONOMI MAKRO
“KAJIAN PENDAPATAN NASIONAL
PERSPEKTIF PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN SINJAI”
LAPORAN PRAKTEK LAPANG
OLEH:
M. NUR SAMAD L
241 10 902
MARYONO L
241 10 004
HERDI L
241 10 262
MULIANINGSIH ANWAR L
241 10 003
A.INDAH ANGGRAENI. A L
241 10 265
RATNASARI RAMLI L
241 10 263
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
TEORI EKONOMI MAKRO
“KAJIAN PENDAPATAN NASIONAL
PERSPEKTIF PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN SINJAI”
LAPORAN
PRAKTEK LAPANG
OLEH:
M. NUR SAMAD L
241 10 902
MARYONO L
241 10 004
HERDI L
241 10 262
MULIANINGSIH ANWAR L
241 10 003
A.INDAH ANGGRAENI. A L
241 10 265
RATNASARI RAMLI L
241 10 263
Laporan Praktek Lapang Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata
Kuliah Teori Ekonomi Makro
Pada Jurusan Perikanan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
Makassar
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
LAPORAN PRAKTEK LAPANG
TEORI EKONOMI MAKRO
NAMA :
KELOMPOK SINJAI
KELOMPOK : 5 (LIMA)
JUDUL : “KAJIAN PENDAPATAN NASIONAL
PERSPEKTIF
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
KABUPATEN
SINJAI”
LOKASI : KANTOR BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN
KETAHANAN PANGAN DAN DI KANTOR DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SINJAI.
ASISTEN :
WAHYUDIN
Laporan Praktek Lapang ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
MENGETAHUI
KORDINATOR PRAKTIKUM ASISTEN PEMBIMBING
TEORI EKONOMI MAKRO
Hj. Sri Suro Adhawati,S.E. M.Si
WAHYUDIN
NIP. 19640417 199103 1 002 L241 08 107
Tanggal
pengesahan : April 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya selama berlangsungnya Praktek
Lapang Teori Ekonomi Makro hingga tersusunnya laporan lengkap ini.
Laporan lengkap ini dibuat sebagai salah satu
syarat dalam mata kuliah Teori Ekonmi Makro. Laporan lengkap ini dapat tersusun
dengan baik setelah praktek lapang berakhir. Oleh karenanya, pada kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu hingga
tersusunnya laporan Lengkap ini, khususnya kepada teman-teman.
Penyusun sangat menyadari bahwa laporan lengkap Teori
Ekonomi Makro ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab
itu, saran maupun kritik yang sifatnya membangun kami akan terima dengan segala
kerendahan hati
Akhirnya penyusun berharap kiranya laporan
lengkap ini dapat bermanfaat bagi yang menggunakan. Wassalam.
Makassar, April 2012
Tim Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah
negeri kepuluan terbesar di dunia, terdiri atas 17.508 buah pulau dan perairan lautnya
sekitar 3,1 juta km2 persegi atau 62% dari luas seluruh
teritorialnya. Indonesia mempunyai hak atau kewenangan memanfaatkan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km persegi, untuk
eksplorasi,ekploitasi, pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati,
penelitian, yurisdiksi mendirikan instalasi atau pulau buatan (http://www.wikipedia.com, 2012).
Sebagaimana yang kita
ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Dari pajak
ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Sejak
tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi
pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah
pusat terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Untuk
pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri. Dasar dilakukan
pemungutan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25
tahun 1999 tentang Otonomi Daerah mengatakan bahwa bahwa Pemerintah dan
masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara
bertanggung jawab. Pemerintah Pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi mendominasi
mereka. Peran Pemerintah Pusat dalam konteks Desentralisasi ini adalah
melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi
daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah – langkah
yang perlu diambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya
sendiri sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang
berlaku (http//wikipedia/peranan pajak, 2012).
Untuk merealisasikan
pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung
pada peranan PAD. Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi
penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu
Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal
dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang
dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Dengan ini akan
semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan
daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang
bersangkutan.
Dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta
melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumber-sumber
penerimaan yang cukup memadai. Sumber-sumber penerimaan daerah ini dapat
berasal dari bantuan dan sumbangan pemerintah pusat maupun penerimaan yang
berasal dari daerah sendiri. Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah,
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari :
Pajak Daerah, Retribusi Daerah , Hasil
pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain PAD yang
sah (http/reviewtesis.blogspot.com, 2012).
Pendapatan Asli Daerah
sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam
pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah
dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama
dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu
pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal
dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya
keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang
bersifat mandiri (Putong,2003).
Berdasarkan kondisi diatas
maka dianggap perlu melakukan praktek lapang Ekonomi Makro mengenai tingkat
pendapatan asli daerah Kabupaten Sinjai untuk menganalisa sejauh mana tingkat
petumbuhan PAD dan sumbangsihnya terhadap pembangunan daerah Sinjai.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan
dilaksanakannya praktik lapang mata kuliah Teori Ekonomi Makro, yaitu untuk menganalisis PAD dengan
menghitung kontribusi sumber-sumber PAD terhadap total PAD dan mengukur laju pertumbuhan PAD.
Adapun kegunaan dilaksanakannya praktik lapang
mata kuliah Teori Ekonomi Makro, yaitu membandingkan antara teori yang didapat
dibangku kuliah dengan apa yang didapat di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian PAD
Untuk memahami konsep PAD (Pendapatan Asli
Daerah) kita harus mengetahui telebih dahulu konsep mengenai pendapatan.
pendapatan kotor (penerimaan) adalah jumlah semua produksi yang dihasilkan
dikalikan dengan harga yang berlaku dipasar. Olehnya itu untuk lebih
memahami mengenai kosep pendapatan dianggap perlu nuntuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan (Soekartawi,
2003):
1) penerimaan yaitu jumlah produksi yang dihasilkan
dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar.
2) Biaya
produksi , yaitu semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yangdiperlukan
untuk menghasilkan produksi.
3) Pedapatan bersih adalah total jumlah penerimaan
dikurangi dengan total jumlah pengeluaran untuk produksi
Lebih lanjuk kajian mengenai pendapatan dapat
dilakukan dengan pendekatan analisis biaya yaitu dengan memperhatikan biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan tidak
selamanya continyu,sedangkan biaya variabel adalah biaya yang digunakan secara kontiyu dengan jumlah produksi.
Menurut Mubyarto (2004) analisis biaya biaya dan pendapatan
sangatlah penting untuk mengetahui semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan
sesuatu produk dalam suatu periode produksi. Dari analisis ini kemudian kita
dapat menghitung besarnya jumlah keuntungan yang diperoleh setiap kali usaha
produksi. Gambaran ini memberi pemahaman tentang kisaran keuntungan jika proses
produksi dilaksanakan. Jadi dapat dikatakan bahwa Keuntungan/pendapatan bersih
adalah selisih dari jumlah penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan dimana
Biaya adalah semua keluaran / korbanan yang digunakan dalam berproduksi.
Tentunya untuk
menghitung pendapatan nasional dan pendapatan asli daerah berbeda dengan
menghitung pendapatan biasa sebab variable yang menjadi tolak ukur sangat
beragam. Secara umum pendapatan nasional dapat diartikan sebagai produk
nasional kotor (GNP) atau produk nasional bersih (NNP). GNP (Gross Nasional
Bruto) adalah nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu Negara dalam
suatu periode tertentu yang diukur dengan satuan uang berdasarkan perhitungan
semua nilai barang dan jasa yang dihasilkan seluruh warga Negara Indonesia yang
ada didalam negeri maupun diluar negeri. Pendapatan nasional ini dapat dihitung
dengan melakukan 3 metode pendekatan yaitu : pertama dengan metode produksi
yaitu dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh
sector-sektor produktif. Yang kedua adalah dengan menggunakan metode pendapatan
yaitu dengan menjumlahkan semua pendapatan dari factor-faktor produksi dalam
perekonomian (manusia/Tenaga Kerja, modal, tanah dan skill). Yang terakhir adalah metode pengeluaran/penggunaan yaitu
dengan cara menghitung semua pengeluaran ,baik yang dilakukan oleh rumah tangga
konsumen,rumah tangga swasta/produsen,
rumah tangga pemerintah dan eksport netto (Putong, 2003).
Menurut Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli
Daerah sendiri terdiri dari : Pajak Daerah,
Retribusi Daerah , Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
Lain-lain PAD yang sah.
Jadi jelas bahwa PAD merupakan keseluruhan sumber
pemasukan daerah yang sah untuk pembiayaan pembangunan daerah. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah adalah dapat berasal dari
pengolahan sumber daya yang ada didaerah kabupaten yang terjaring melalui
perangkat peraturan daerah ditambah dengan penerimaan dari provinsi dan
pemerintah pusat.
Kemampuan keuangan daerah di dalam membiayai
kegiatan pembangunan didaerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di
daerah. Untuk melihat kemampuan Pemeritah Kabupaten dalam menghimpun penerimaan
daerah baik penerimaan yang berasal dari sumbangan dan bantuan pemerintah pusat
maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri dapat dilihat dari APBD yang
biayanya bersumber dari PAD dengan tingkat kesesuaian yang mencukupi
pengeluaran pemerintah daerah (http/reviewtesis.blogspot.com, 2012).
Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
tentunya tidak terlepas dari peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli
Daerah. Komponen yang ada seperti penerimaan pajak daerah, retribusi
daerah, bagian laba perusahaan milik daerah, penerimaan dinas-dinas serta
penerimaan daerah lainnya. Ini merupakan beberapa komponen yang menjadi
sumber penerimaan daerah dimana tentunya akan terus digali baik yang sudah ada
maupun sumber penerimaan baru yang potensial.
Kewenangan yang begitu luas tentunya akan
membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi daerah untuk menjalankan
kewenangannnya itu. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa daerah harus mampu
membiayai semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi
kewenangannya Sejalan dengan hal tersebut, Koswara (2000 : 5) menyatakan bahwa
daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali
sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri
yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.
Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus
menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan
keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan
negara. (http/reviewtesis.blogspot.com, 2012).
Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan
terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolok
ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan
otonomi daerah. Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah.
Sebagaimana Santoso (1995 : 20) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber
penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah
sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total
pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap
merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah. Untuk
lebih mengetahui tingkat pertumbuhan PAD suatu daerah terlebih dahulu kita
harus memahami konsep-konsep penting yang berkaitan dengan hal-hal penting yang
menetukam PAD suatu daerah diantaranya (http//www.jurnalskipsi.com, 2012):
a. Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu
negara/ wilayah/ daerah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi.
b. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan
seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang
dan jasa akhir yang dihasilakan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun,
sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar
penghitungannya.
PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat
pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Dengan demikian, PDRB merupakan indikator untuk mengatur
sampai sejauhmana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang
ada, dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan.
Ada beberapa konsep definisi yang perlu diketahui :
1. Produk
Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Pasar
PDRB atas dasar harga pasar merupakan penjumlahan nilai
tambah bruto dari seluruh sektor perekonomian didalam suatu wilayah dalam
periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dimaksud dengan nilai tambah adalah
selisih nilai produksi dengan biaya antara.
2.
Produk Domestik Regional Neto
atas Dasar harga Pasar
PDRN atas dasar harga pasar merupakan PDRB yang dikurangi
dengan penyusutan. Penyusutan dikeluarkan dari PDRB oleh karena susutnya barang
modal selama berproduksi untuk melanjutkan proses pembangunan di suatu daerah yang masih
berkembang.
3.
Produk Domestik Regional Neto
atas Dasar Biaya Faktor
PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga
pasar dikurangi pajak tak langsung ditambah dengan subsidi dari pemerintah.
4.Pendapatan
Regional
PDRN atas dasar biaya faktor merupakan jumlah balas jasa
faktor-faktor produksi dalam proses produksi, dan tidak seluruhnya menjadi
milik suatu daerah/wilayah karena termasuk pula didalamnya pendapatan penduduk
wilayah lain. Demikian sebaliknya, PDRN tersebut harus pula ditambah dengan
pendapatan yang diperoleh daerah lain. Bila pendapatan penduduk yang masuk dan
keluar dapat dicatat dengan pendapatan neto antar wilayah/daerah didapatkan
pendapatan regional (Produk Regional Bruto). Karena sulitnya memperoleh data
pendapatan masuk dan keluar suatu wilayah maka PDRN atas dasar biaya faktor
diasumsikan sama dengan pendapatan regional atau pendapatan neto
5. Pendapatan
Regional Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan pendapatan yang diterima oleh masing-masing
perkepala penduduk. Pendapatan perkapita tersebut dihasilkan dengan membagi
pendapatan regional/produk regional neto dengan jumlah penduduk pertengahan
tahun.
6.
Produk Domestik dan Produk
Regional
Ada perbedaan pengertian dalam literatur ekonomi mengenai produk domestik
dengan produk regional. Kenyataan menunjukan bahwa sebagian kegiatan produksi
yang dilakukan disuatu daerah, beberapa faktor produksinya berasal dari
wilayah/ daerah lain seperti tenaga kerja, mesin dan modal. Sehingga nilai
produksi di wilayah atau domestik tidak sama dengan pendapatan yang diterima
oleh penduduk tersebut, yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan antara produk
domestik dan produk regional. Produk regional merupakan produk domestik yang
ditambahkan pendapatan yang mengalir kedalam wilayah tersebut, kemudian
dikurangi pendapatan yang mengalir keluar wilayah. Sehingga dapat dikatakan
produk regional pada dasarnya merupakan produk yang betul-betul dihasilkan oleh
faktor-faktor produksi yang dimiliki penduduk sekitar yang sudah diwariskan secara turun-temurun
oleh keluarga yang terdahulu dalam wilayah yang
bersangkutan.
7. Pendapatan Regional Atas Dasar Harga Barlaku dan
Harga Konstan Pendapatan regional
atas dasar harga konstan.didapat melalui operasi pengurangan Pendapatan
regional atas dasar harga berlaku dengan perkembangan inflasi. Pendapatan Asli Daerah meskipun diharapkan dapat menjadi
modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pada saat ini
kondisinya masih kurang memadai.
Dalam arti bahwa proporsi yang dapat disumbangkan PAD
terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) masih relatif rendah. Sebagaimana yang
dialami Pemerintah Kota Yogyakarta, selama kurun waktu tahun anggaran 1991/1992
– 2000 proporsi PAD terhadap TPD rata-rata sebesar 32,96 %.
Proporsi sebesar ini sebenarnya tidaklah terlalu kecil bila
dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di seluruh Indonesia. Seperti halnya
penelitian yang dilakukan oleh Fisipol UGM bekerjasama dengan Badan Litbang
Depdagri menunjukkan bahwa selama 5 tahun (1986/1987 – 1989/1990) sebagian
besar daerah Kabupaten/Kota atau sebanyak 173 Daerah
Kabupaten/Kota (59,25 % dari seluruh Indonesia) mempunyai angka prosentase PAD
terhadap total penerimaan daerah di bawah 15 % (www.jurnalskipsi.com,
2012).
B. Jenis-Jenis PAD
Untuk dapat memungut pajak
biasanya pemerintah menggunakan sistem pemungutan melalui official assessment sistem dan self
assessment system . Sistem pemungutan ini dilakukan melalui dua
cara yaitu surat ketetapan pajak dan retribusi. Upaya penanganan
yang telah dilakukan dan akan terus ditingkatkan antara lain adalah
melalui (Herinyato, 2003):
1. Upaya menciptakan suatu sistem informasi pendapatan daerah yang dapat
secara akurat memberikan gambaran menyeluruh mengenai data potensi Pajak
Daerah, Retribusi Daerah maupun pungutan-pungutan lainnya sehingga dapat
diketahui seberapa besar sebenarnya potensi pendapatan di suatu daerah yang
dapat digali dan dikembangkan serta dikelola secara secara profesional.
2. Secara intensif, kontinyu dan
terpadu memberikan penyuluhan atau sosialisasi berbagai perangkat
peraturan di bidang pungutan daerah kepada masyarakat serta secara
persuasif membantu masyarakat dalam memenuhi kewajibannya.
3. Kualitas dan kuantitas Koordinasi antar instansi akan terus ditingkatkan,
antara lain melalui berbagai rapat koordinasi dan evaluasi pendapatan
daerah agar terjalin dan tercipta suatu kesamaan visi bagi semua instansi
terkait dalam melihat betapa pentingnya upaya penggalian dan pengembangan
pendapatan daerah di era otonomi ini.
4. Sarana dan prasarana utama yang
menyangkut operasionalisasi pungutan seperti alat transpotasi, komputerisasi
serta sarana pendukung lainnya akan lebih mendapatkan perhatian, sehingga dapat
mengatasi kendala luasnya jangkauan objek pajak serta mempercepat pelayanan
kepada masyarakat.
5. Membangkitkan kembali usaha strategis berbasis ekonomi
kerakyatan yang memiliki skala ekonomi luas agar dapat berkembang dan
memberdayakan masyarakat secara
Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma pemerintahan yang ditandai
dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999, pemerintah pusat mencoba meletakkan kembali arti penting otonomi
daerah pada posisi yang sebenarnya, yaitu bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundangan. Kewenangan daerah tersebut mencakup seluruh bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
Apabila diamati lebih jauh, maka dapat dilihat di mana sebenarnya letak
kecilnya nilai PAD suatu daerah. Untuk mengetahui hal ini perlu diketahui terlebih
dahulu unsur-unsur yang termasuk dalam kelompok PAD. Dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 dinyatakan bahwa PAD terdiri dari (http//wikipedia.com/peranan pajak, 2012):
1. hasil pajak daerah; yaitu seluruh Objek pajak yang dapat digunakan untuk sumber pemasukan
daerah
2.
hasil retribusi daerah; yaitu hasil-hasil retribusi yang
terjaring melalui peraturan daerah
3.
hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah lainnya yang dipisahkannya;
4. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Menurut Widayat (1994 : 31) faktor-faktor yang mempengaruhi
rendahnya penerimaan PAD antara lain adalah :
1.banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar, tetapi digali oleh
instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB), dan pajak
bumi dan bangunan (PBB);
2. badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan keuntungan kepada
Pemerintah Daerah;
3. kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan
pungutan lainnya;
4.
adanya kebocoran-kebocoran;
5.
biaya pungut yang masih tinggi
6. banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan;
7. kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Menurut
Jaya (1996 : 5) beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD
sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah
sebagai berikut :
1. kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai sumber pendapatan daerah;
2. tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis
pajak utama yang paling produktif baik
pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat;
3. kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa
diandalkan sebagai sumber penerimaan;
4. alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai
sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan
separatisme; dan kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada
Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya.
Secara umum dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa masalah
rendahnya PAD disebabkan lebih banyak pada unsur perpajakan. Lebih jauh
mengenai perpajakan dan permasalahannya perlu dikemukakan pendapat
Reksohadiprodjo (1996 : 74-78), yaitu bahwa beberapa masalah yang sering
dihadapi sistem pajak di daerah secara keseluruhan, di antaranya adalah adanya
kemampuan menghimpun dana yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah
lainnya, yang disebabkan karena perbedaan dalam resources endowment, tingkat
pembangunan, dan derajat urbanisasi. Masalah lainnya adalah terlalu banyaknya
jenis pajak daerah dan sering tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Tidak
ada perbedaan yang jelas antara pajak dengan pungutan lainnya, dan masalah
biaya administrasi pajak yang tinggi (www.jurnalskipsi .com, 2011).
Pada
akhirnya keberhasilan otonomi daerah tidak hanya ditentukan oleh besarnya PAD
atau keuangan yang dimiliki oleh daerah tetapi ada beberapa faktor lain yang
dapat mempengaruhi keberhasilannya. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh
Kaho (1997 : 34-36) bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu (http:/ /ekonomi mikro\ekonomi
indonesia\TempointeraktifCom, 2011) :
1.
faktor manusia;yaitu kemampuan dan keahlian sumber daya
manusia yang ada didaerah
2.
faktor keuangan;yaitu tinggi rendahnya PAD (Pendapatan Asli
Daerah) sebagai sumber keuangan daerah.
3.
faktor peralatan; yaitu kelengkapan prasarana
4. faktor organisasi dan manajemen
yaitu bagamana perangkat pemeintah dibangun.
Pelaksanaan kebijakan
Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menimbulkan
kecemasan dari kalangan dunia usaha terhadap kemungkinan pengenaan berbagai
pajak, retribusi atau pungutan lainnya oleh Pemerintah Daerah terhadap dunia
usaha untuk memacu peningkatan PAD. Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah
untuk meningkatkan PAD tentu saja dilakukan sepanjang koridor regulasi yang
ada, karena penetapan suatu kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah bukan lagi
monopoli Pemerintah Daerah tetapi juga diawasi oleh legislatif dan masyarakat. Baik
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
maupun penggantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, mengatur tentang Pendapatan asli Daerah (PAD) tersebut. Dalam UU 5/1974
dinyatakan bahwa PAD terdiri dari; 1) hasil pajak Daerah, 2) hasil retribusi
Daerah, 3) hasil Perusahaan Daerah, 4) lain-lain usaha Daerah yang sah (http//wikipedia.com,
2011).
Kemudian dengan lahirnya
kebijakan Otonomi Daerah dengan desentralisasi otoritas dan desentralisasi
fiskal yang diatur dengan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 25/1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dijelaskan bahwa
sumber pendapatan Daerah terdiri dari : pertama yaitu Pendapatan Asli Daerah
(PAD), yaitu: Hasil pajak Daerah, Hasil retribusi Daerah, Hasil perusahaan
milik Daerah, dan hasil penge-lolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan
Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah. Yang kedua adalah Dana Perimbangan,
yaitu: Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.
Yang ketiga Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Khusus (DAK). Yang terakhir
adalah Pinjaman Daerah dan Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
Jadi dari ketentuan di atas
jelas bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak dan retribusi
Daerah serta hasil usaha Daerah sendiri. Sedangkan jenis Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan dari
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU
34/2000 terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,Pajak Reklame,
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan, Bahan Galian Golongan C dan Pajak
Parkir (www.jurnalskripsi.com, 2011).
Selain jenis Pajak Daerah
di atas dapat ditetapkan Pajak Daerah lainnya dengan Peraturan Daerah dengan
memenuhi kriteria tertentu, antara lain; bersifat pajak dan bukan retribusi,
objek pajak berada dalam wilayah Kabupaten/Kota serta dasar pengenaan tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, bukan merupakan objek Pajak Propinsi atau
Pajak Pusat, tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, memperhatikan aspek
keadilan, dan menjaga kelestarian lingkungan.
Sedangkan Retribusi daerah dibagi atas 3 (tiga) golongan yaitu; Retribusi
Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Jenis-jenis
ketiga golongan retribusi tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
berdasarkan kriteria tertentu. Selain jenis Retribusi Daerah yang ditetapakn
dengan Peraturan Pemerintah tersebut juga dapat ditetapkan Retribusi daerah
lainnya dengan Peraturan Daerah sesuai dengan kewenangan Otonomi Daerah dan
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (http//wikipedia.com, 2011).
III. METODOLOGI PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat
Praktek lapang Ekonomi Makro diadakan pada hari Jum’at 2 Maret 2012 pukul 09.00 – 11.30 WITA di Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan. Jln Arif Rahman No. 2 Kelurahan Balangnipa, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai dan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sinjai Jl. Bulu-Bulu Barat No. 1 Sinjai, Sulawesi Selatan.
B. Metode
Pengumpulan Data
Metode praktek yang digunakan pada praktek
lapang Ekonomi Makro yaitu melalui teknik Wawancara, praktikan langsung melakukan tanya jawab dengan pegawai di Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan
dan Ketahanan Pangandan di Kantor Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Sinjai
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam praktek lapang Ekonomi
Makro adalah:
1.
Data primer,
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari pegawai Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan
Ketahanan Pangandan di Kantor Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Sinjai
2.
Data sekunder yaitu
data yang diperoleh melalui penulusaran pustaka. Data ini merupakan pelengkap
data primer yang diperoleh dari berbagai sumber pustaka dan buku-buku
referensi.
D. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada
Praktik lapang ini adalah data kualitatif dan kuantitatif:
1.
Data kualitatif
untuk mengungkap informasi baik lisan maupun tulisan mengenai tingkat pendapatan asli daerah Sinjai
2.
Data kuantitatif
untuk mengukur besarnya pendapatan asli produksi yang
diperoleh, keuntungan bersih dan besarnya biaya yang dikeluarkan.
E. Tahapan Pengambilan Data
Kegiatan kerja dalam praktek lapang Ekonomi
Makro adalah :
1.
Penyampaian surat
Persetujuan praktek lapang Ekonomi Makro di Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan
Pangandan di Kantor Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Sinjai.
2.
Mengambil data data
yang diperlukan dalam praktek lapang Ekonomi Makro, adapun jenis data yang
diambil sebagai berikut :
·
Pendapatan Asli
Daerah (PAD) 5 Tahun terakhir
·
Target dan
realisasi per unit kerja tiap akhir tahun
·
Peraturan Daerah
yang mengatur tentang PAD
·
Sumbangsih sektor
pertanian dan perikanan
·
Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB).
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
A. Keadaan Geografi
1. Letak Geografi dan Luas
Wilayah
Secara geografis, Kabupaten Sinjai terletak di bagian pantai
timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 223 km dari
kota Makassar. Tepatnya berada pada posisi : 5o 19’ 50” - 5o 36’ 47” Lintang Selatan (LS) dan
antara 119o 48’ 30” - 120o
10’ 00” Bujur Timur (BT).
Luas wilayahnya berdasarkan data
yang ada, seluas 819,96 Km2 ( 81.996 Ha). Secara administratif, Kabupaten Sinjai mencakup 9 (Sembilan)
kecamatan yang terdiri dari 80 desa dan
kelurahan.
Posisi wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Bone (bagian
Utara), Teluk. Bone (bagian Timur), Kabupaten Bulukumba
(bagian Selatan) dan Kabupaten Gowa (di bagian Barat). Secara
administratif, Kabupaten Sinjai mencakup 9 Kecamatan, 13 Kelurahan dan 67 Desa.
-
Kecamatan Sinjai Utara, 5 Kelurahan
-
Kecamatan Sinjai Timur, 1 Kelurahan dan 12 Desa
-
Kecamatan Sinjai Tengah, 1 Kelurahan dan 10 Desa
-
Kecamatan Sinjai Barat, 1 Kelurahan dan 8 Desa
-
Kecamatan Sinjai Selatan, 1 Kelurahan dan 10 Desa
-
Kecamatan Sinjai Borong, 1 Kelurahan dan 7 Desa
-
Kecamatan Bulupoddo, 7 Desa
-
Kecamatan Tellulimpoe, 1 Kelurahan dan 10 Desa
-
Kecamatan Pulau Sembilan, 4 Desa yang merupakan wilayah kepulauan.
2. Topografi
Sepanjang tahun, daerah ini termasuk beriklim sub tropis, yang
mengenal 2 (dua) musim, yaitu musim penghujan
pada periode April - Oktober , dan musim kemarau yang berlangsung pada periode
Oktober-April. Selain itu ada 3 (tiga) type iklim (menurut Schmidt &
Fergusson) yang terjadi dan berlangsung di
wilayah ini, yaitu iklim type B2,
C2, D2 & type D3.
Zona dengan iklim type B2 dimana
bulan basah berlangsung selama 7 - 9 bulan berturut – turut , sedangkan bulan
kering berlangsung 2 – 4 bulan sepanjang tahun. Penyebarannya meliputi sebagian
besar wilayah Kecamatan Sinjai Timur & Sinjai Selatan .
Zona dengan iklim type C2, dicirikan
dengan adanya bulan basah yang berlangsung antara 5 – 6 bulan, sedangkan bulan
keringnya berlangsung selama 3 – 5 bulan sepanjang tahun. Penyebarannya
meliputi sebagian kecil wilayah Kecamatan. Sinjai Timur , Sinjai Selatan &
Sinjai Tengah.
Zona dengan iklim type D2, mengalami bulan basah selama 3 – 4 bulan & bulan keringnya berlangsung selama 2 –
3 bulan. Penyebarannya meliputi wilayah bag. Tengah Kabupaten Sinjai , yaitu
sebagian kecil wilayah Kecamatan Sinjai Tengah, Sinjai Selatan & Sinjai
Barat.
Zona dengan iklim type D3,
bercirikan dengan berlangsungnya bulan basah antara3 – 4 bulan ,& bulan
kering berlangsung antara 3 – 5 bulan. Penyebarannya meliputi sebagian wilayah
Kecamatan. Sinjai Barat, Sinjai Tengah & Sinjai Selatan. Dari keseluruhan type iklim yang ada tersebut , Kabupaten
Sinjai mempunyai curah hujan berkisar antara
2.000 - 4.000
mm / tahun, dengan hari hujan yang bervariasi antara 100 – 160 hari
hujan / tahun. Kelembaban udara
rata-rata, tercatat berkisar antara
64 -
87 persen, dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 21,1 C0 - 32,4 C0.
B. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten
Sinjai, pada tahun 2009 sebesar 236.234
jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk 1,59 persen, yang terdiri dari 114.867 jiwa penduduk lakil-laki dan
121.367 jiwa penduduk perempuan. Sex ratio sebesar 92
persen artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 92 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk
Kabupaten Sinjai sebesar 265 jiwa per km2 dengan Kecamatan Sinjai utara merupakan daerah yang memiliki kepadatan terbesar yaitu
1.279 per km2 dan Kecamatan
Sinjai Barat
dengan kepadatan terendah yakni 167 km2. Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Sinjai sebagian besar
bekerja disektor pertaniandalam arti luas, hal ini ditunjang oleh kondisi
wilayah yang merupakan wilayah tiga dimensi yaitulaut/pesisir, dataran rendah
dan pegunungan yang pada umumnya potensial untuk pengembangan sektor pertanian.
C. Sejarah Sinjai
Sulawesi Selatan
adalah sebuah
provinsi di
Indonesia yang
terletak di bagian selatan Sulawesi.
Ibu kotanya adalah Makassar,
dahulu disebut Ujungpandang. Salah satu kabupaten yang akan dibahas pada
laporan ini adalah Kabupaten Sinjai.
Kabupaten Sinjai mempunyai nilai histories tersendiri, dibanding dengan
kabupaten-kabupaten yang di Propinsi Sulawesi Selatan.Dulu terdiri dari
beberapa kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan yang tergabung dalam federasi
Tellu Limpoe dan Kerajaan – kerajaan yang tergabung dalam federasi Pitu Limpoe.
Tellu limpoe terdiri dari kerajaan-kerajaan yang berada dekat pesisir
pantai yakni Kerajaan yakni Tondong, Bulo-bulo dan Lamatti, serta Pitu Limpoe
adalah kerajaan-kerajaan yang berada di daratan tinggi yakni Kerajaan Turungen,
Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka dan Bala Suka.
Watak dan karakter masyarakat tercermin dari system pemerintahan
demokratis dan berkedaulatan rakyat. Komunikasi politik di antara
kerajaan-kerajaan dibangun melalui landasan tatanan kesopanan Yakni Sipakatau
yaitu Saling menghormati, serta menjunjung tinggi nilai-nilai konsep “Sirui
Menre’ Tessirui No’ yakni saling menarik ke atas, pantang saling menarik ke
bawah, mallilu sipakainge yang bermakna bila khilaf saling mengingatkan.
Sekalipun dari ketiga kerajaan tersebut tergabung ke dalam Persekutuan
Kerajaan Tellu Limpo’E namun pelaksanana roda pemerintahan tetap berjalan pada
wilayahnya masing-masing tanpa ada pertentangan dan peperangan yang terjadi di
antara mereka.
Bila ditelusuri hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di kabupaten
Sinjai pada masa lalu, maka nampaklah dengan jelas bahwa ia terjalin dengan
erat oleh tali kekeluargaan yang dalam Bahasa Bugis disebut SIJAI artinya sama
jahitannya.
Hal ini diperjelas dengan adanya gagasan dari LAMASSIAJENG Raja Lamatti
X untuk memperkokoh bersatunya antara kerajaan Bulo-Bulo dan Lamatti dengan
ungkapannya "PASIJA SINGKERUNNA LAMATI BULO-BULO" artinya satukan
keyakinan Lamatti dengan Bulo-Bulo, sehingga setelah meninggal dunia beliau
digelar dengan PUANTA MATINROE RISIJAINA.
Eksistensi dan identitas kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai
pada masa lalu semakin jelas dengan didirikannya Benteng pada tahun 1557.
Benteng ini dikenal dengan nama Benteng Balangnipa, sebab didirikan di
Balangnipa yang sekarang menjadi Ibukota Kabupaten Sinjai.Disamping itu,
benteng ini pun dikenal dengan nama Benteng Tellulimpoe, karena didirikan
secara bersama-sama oleh 3 (tiga) kerajaan yakni Lamatti, Bulo-bulo, dan Tondong
lalu dipugar oleh Belanda melalui perang Manggarabombang.
Agresi Belanda tahun 1859 – 1561 terjadi pertempuran yang hebat sehingga
dalam sejarah dikenal nama Rumpa’na Manggarabombang atau perang Mangarabombang,
dan tahun 1559 Benteng Balangnipa jatuh ke tangan belanda.
Tahun 1636 orang Belanda mulai datang ke daerah Sinjai.Kerajaan-kerajaan
di Sinjai menentang keras upaya Belanda untuk mengadu domba menentang keras
upaya Belanda unntuk memecah belah persatuan kerajaan-kerajaan yang ada di
suilawesi Selatan.Hal ini mencapai puncaknya dengan terjadinya peristiwa
pembunuhan terhadap orang-orang Belanda yang mencoba membujuk Kerajaan
Bulo-bulo untuk melakukan peran terhadap kerajaan Gowa.Peristiwa ini terjadi
tahun 1639.Hal ini disebabkan oleh rakyat Sinjai tetap perpegan teguh pada
PERJANJIAN TOPEKKONG.Tahun 1824 Gubernur Jenderal Hindia Belanda VAN DER
CAPELLAN datang dari Batavia untuk membujuk I CELLA ARUNG Bulo-Bulo XXI agar
menerima perjanjian Bongaya dan mengisinkan Belanda Mendirikan Loji atau Kantor
Dagang di Lappa tetapi ditolah dengan tegas.
Tahun 1861 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi dan Daerah,
takluknya wilayah Tellulimpoe Sinjai dijadikan satu wilayah pemerintahan dengan
sebutan Goster Districten. Tanggal 24 pebruari 1940, Gubernur Grote Gost
menetapkan pembangian administratif untuk daerah timur termasuk residensi
Celebes, dimana Sinjai bersama-sama beberapa kabupaten lainnya berstatus
sebagai Onther Afdeling Sinnai terdiri dari beberapa adats Gemenchap, yaitu
Cost Bulo-bulo, Tondong, Manimpahoi, Lamatti West, Bulo-bulo, Manipi dan
Turungeng.
Pada masa pendudukan Jepang, struktur pemerintahan dan namanya ditatah
sesuai dengaan kebutuhan Bala Tentara Jepang yang bermarkas di Gojeng.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945 yakni tanggal 20 Oktober 1959 Sinjai
resmi menjadi sebuah kabupaten berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun
1959.
Dan pada tanggal 17 Pebruari 1960 Abdul Latief dilantik menjadi Kepala
Daerah Tingak II Sinjai yang Pertama.
Hingga saat ini Kabupaten Sinjai telah dinahkodai oleh 7 (tujuh) orang
putra terbaik yakni dan saat ini Kabupaten Sinjai dipimpin oleh Bapak Andi
Rudiyanto Asapa, SH, MH. Dengan motto SINJAI BERSATU Kabupaten sinjai terus
maju dan berkembang menuju masa depan yang cerah.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sumber-sumber PAD dan Non PAD
Adapun sumber-sumber pendapatan pada
kabupaten Sinjai dari tabel dibawah ini
yang menjelaskan mengenai
pendapatan kabupaten Sinjai dari tahun 2007-2011 (dalam miliaran
rupiah).
Tabel 1.sumber-sumber pendapatan asli daerah Sinjai (2007-2011)
NO
|
URAIAN
|
TARGET (Rp)
|
REALISASI (Rp)
|
Persentase
|
Tahun 2007
|
||||
1
|
Hasil Pajak Daerah
|
1,904,700,000.00
|
1,665,266,511.00
|
87.43 %
|
2
|
Hasil Retribusi Daerah
|
5,447,603,374.00
|
5,633,393,684.00
|
103.41%
|
3
|
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah YgDi pisahkan
|
750,000,000.00
|
1,041,286,030.92
|
138.84%
|
4
|
Lain-lain PAD yang sah
|
7,353,420,000.00
|
7,549,675,389.88
|
102.67%
|
J U M L A H
|
15,455,723,374.00
|
15,889,621,615.80
|
102.81
|
|
Tahun 2008
|
||||
1
|
Hasil Pajak Daerah
|
2,143,501,600.00
|
2,229,434,415.00
|
104.01%
|
2
|
Hasil Retribusi Daerah
|
6,217,347,174.00
|
6,221,958,758.00
|
100.07%
|
3
|
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yg Di pisahkan
|
1,500,000,000.00
|
1,553,728,230.71
|
103.58%
|
4
|
Lain-lain PAD yang sah
|
7,667,718,712.00
|
24,018,949,696.40
|
313.25%
|
J U M L A H
|
17,528,567,486.00
|
34,024,071,100.11
|
194.11%
|
|
Tahun 2009
|
||||
1
|
Hasil Pajak Daerah
|
2,286,462,200.00
|
2,391,126,140.00
|
104.58%
|
2
|
Hasil Retribusi Daerah
|
6,584,167,374.00
|
5,503,329,848.46
|
83.58%
|
3
|
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yg Di pisahkan
|
1,400,000,000.00
|
1,882,217,952.67
|
134.44%
|
4
|
Lain-lain PAD yang sah
|
7,403,600,000.00
|
3,008,247,786.88
|
40.63%
|
|
J U M L A H
|
17,674,229,574.00
|
12,784,921,728.01
|
72.34%
|
Tahun 2010
|
||||
1
|
Hasil Pajak Daerah
|
2,615,300,000.00
|
2,497,680,923.00
|
95.50%
|
2
|
Hasil Retribusi Daerah
|
6,874,833,374.00
|
5,600,802,280,50
|
81.47%
|
3
|
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yg Di pisahkan
|
1,400,000,000.00
|
1,850,170,581.49
|
132.16%
|
4
|
Lain-lain PAD yang sah
|
7,410,289,593.00
|
5,235,195,747.34
|
70.65
|
J U M L A H
|
18,300,422,967.00
|
9,583,047,251.83
|
82.97%
|
|
Tahun 2011
|
||||
1
|
Hasil Pajak Daerah
|
2,984,370,000.00
|
3,035,576,948.00
|
101.72%
|
2
|
Hasil Retribusi Daerah
|
7,873,429,374.00
|
7,650,538,343.00
|
97.17%
|
3
|
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Yg Di pisahkan
|
2,300,000,000.00
|
2,319,144,577.00
|
100.83%
|
4
|
Lain-lain PAD yang sah
|
3,060,134,000.00
|
4,473,839,091.00
|
146.20%
|
J U M L A H
|
16,217,933,374.00
|
17,479,098,959.00
|
107.78%
|
Sumber
:Kantor Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan dan di kantor Dinas Pendapatan Daerah , Kab.
Sinjai.
Tabel 2.sumber-sumber non-pendapatan asli daerah Sinjai (2007-2011)
NO
|
URAIAN
|
TARGET (Rp)
|
REALISASI (Rp)
|
Persentase
|
Tahun 2007
|
||||
1
|
Bagi Hasil Pajak
|
11,271,664,000.00
|
12,058,946,912.00
|
101.25%
|
2
|
Sumber Daya Alam
|
2,150,275,827.00
|
4,919,136,127.00
|
201.83%
|
3
|
Dana Alokasi
|
320,860,745,000.00
|
320,860,745,900.00
|
100.00%
|
4
|
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
|
1,353,566,000.00
|
533,558,087.97
|
5.23%
|
5
|
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
|
7,900,116,832.00
|
10,912,235,657,67
|
171.12%
|
6
|
Bantuan Keuangan
|
386,537,000.00
|
469,675,284.98
|
145.89%
|
7
|
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
|
20,031,450,000.00
|
25,346,247,823.43
|
109.68%
|
J U M L A H
|
363,954,354,659.00
|
364,188,310,135.38
|
101.31%
|
|
Tahun 2008
|
||||
1
|
Bagi Hasil Pajak
|
33,204,955,481.86
|
24,433,153,051.00
|
73.58%
|
2
|
Sumber Daya Alam
|
3,275,366,426.53
|
2,477,515,474.00
|
75.64%
|
3
|
Dana Alokasi
|
345,840,897,000.00
|
345,840,898,000.00
|
100.00%
|
4
|
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
|
14,839,583,000.00
|
675,688,565.00
|
4.55%
|
5
|
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
|
8,500,316,902.00
|
8,601,316,902.00
|
101.19%
|
6
|
Bantuan Keuangan
|
318,240,000.00
|
648,832,070.00
|
203.88%
|
7
|
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
|
27,031,180,000.00
|
28,922,347,200.00
|
107.00
|
J U M L A H
|
433,010,538,810.39
|
411,599,751,262.00
|
95.91%
|
|
Tahun 2009
|
||||
1
|
Bagi Hasil Pajak
|
33,384,584,480.00
|
23,926,502,521.00
|
71.67%
|
2
|
Sumber Daya Alam
|
1,914,846,754.98
|
859,743,214.00
|
44.90%
|
3
|
Dana Alokasi
|
341,506,710,000.00
|
341,500,346,000.00
|
100.00%
|
4
|
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
|
2,163,993,941.00
|
2,163,994,000.00
|
100.00%
|
5
|
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
|
8,500,000,000.00
|
7,384,022,566.00
|
86.87%
|
6
|
Bantuan Keuangan
|
-
|
562,763,482.00
|
-
|
7
|
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
|
-
|
46,530,484,500.00
|
-
|
|
J U M L A H
|
387,470,135,175.98
|
422,927,856,283.00
|
117.55%
|
Tahun 2010
|
||||
1
|
Bagi Hasil Pajak
|
33,384,584,480.00
|
24,744,801,908.00
|
74.12%
|
2
|
Sumber Daya Alam
|
2,294,519,409.00
|
1,171,858,693.00
|
51.07%
|
3
|
Dana Alokasi
|
334,354,315,000.00
|
334,354,315,000.00
|
100.00%
|
4
|
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
|
106,617,725,165.00
|
83,242,542,332.00
|
78.08%
|
5
|
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
|
9,775,409,469.00
|
12,357,425,355.00
|
126.41%
|
J U M L A H
|
486,426,553,523.00
|
455,870,943,288.00
|
89.87%
|
|
Tahun 2011
|
||||
1
|
Bagi Hasil Pajak
|
26,185,550,591.00
|
24,690,388,425.00
|
94.29%
|
2
|
Sumber Daya Alam
|
3,092,914,164.00
|
2,245,259,611.00
|
72.59%
|
3
|
Dana Alokasi
|
397,120,188,000.00
|
397,120,193,000.00
|
100.00%
|
4
|
Pendapatan Hibah Dari Pemerintah
|
58,906,861,000.00
|
58,606,811,000.00
|
99.49%
|
5
|
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi & Pemerintah
|
17,759,070,956.00
|
18,360,182,869.00
|
103.38%
|
6
|
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
|
59,599,196,000.00
|
59,780,197,120.00
|
100.30%
|
J U M L A H
|
562,663,780,711.00
|
560,803,032,025.00
|
99.98%
|
Sumber : Kantor Badan Pelaksana
Penyuluhan dan Ketahanan Pangan dan di kantor Dinas Pendapatan Daerah ,
Kab.Sinjai.
Dari Tabel 1. Terlihat bahwa ada 4
komponen dasar yang mejadi sumber PAD
kabupaten Sinjai yaitu : Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Hal ini sesuai dengan undang-undang no 22
tahun 1999 yang mengatur Pendapatan Asli Daerah. Dari tabel dapat terlihat
bahwa jumlah pendapatan kabupaten Sinjai dari
tahun-ketahun mengalami peningkatan dan penurunan. Hal ini disebabkan karena beberapa
faktor alam, baik itu bencana alam,
kekurangan sumberdaya alam dan lain-lain. Pendapatan terendah terjadi pada
tahun 2010 yaitu sekitar Rp 9,583,047,251.83 dan tertingi terjadi pada tahun 2008 yaitu Rp 34,024,071,100.11. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran
dan Belanja daerah kabupaten Sinjai mengalami peningkatan. Karena 5 tahun terakhir ini Kabupaten Sinjai
melakukan pembangunan secara signifikan untuk memperbaiki infrastruktur pasca
bencana banjir pada tahun 2008.
Peningkatan terbesar
pendapatan kabupaten Sinjai masih ada pada sektor penerimaan pendapatan non PAD
.Adapun penyumbang terbesar penerimaan
kabupaten Sinjai masih pada dana alokasi umum . kenyataan ini memberi gambaran
bahwa tingkat ketergantungan keuangan kabupaten Sinjai masih sangat tinggi
terhadap keuangan pusat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan dari
undang-undang otonomi daerah mengenai
perimbangan dana antara daerah dan pusat berjalang kurang maksimal.
B. Laju Perkembangan Nilai PAD
Salah-satu indikator
kemajuan ekonomi di suatu daerah adalah dengan memperhatikan nilai perkembangan
PAD di daerah tersebut. PAD (pendapatan asli daerah) merupakan alat pendeteksi
laju kemajuaan daerah sebab melalui PAD dapat diketahui seberapa besar nilai
perhitungan total produksi atas barang dan jasa yang dihasilkan daaerah
tersebut dalam satu tahun terakhir. Adanya target yang dibebankan setiap tahun
pada sektor penerimaan tertentu merupakan indikasi titik kemampuan potensial
yang dimiiliki oleh daerah tersebut untuk menghasilkan produk barang atau jasa
untuk menunjang pembiayaan daerah. Sedangkan realisasi adalah kemampuan riil
yang mampu dicapai oleh suatu daerah dalam upayanya menujang pembiayaan daerah
dalam mengembangkan proses pembangunan di wilayah yang bersangkutan.
Jadi titik temu antara
realisasi dan target mengambarkan seberapa besar upaya pemerintah daerah
berusaha mengejar tingkat penerimaan daerah.Berdasarkan data yang diperoleh
dilapangan diketahui bahwa nilai target dan realisasi PAD dan Pendapatan non
PAD kabupaten Sinjai berfluktuasi sebagaimana tersaji pada data tabel
perbandingan antara target dan realisasi PAD dan Non PAD (dalam miliaran rupiah)
untuk periode tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Perbandingan antara
realisasi dan target PAD dan Non PAD kabupaten Sinjai (2007-2011)
Pendapatan Asli Daerah
|
|||||||
No
|
Tahun
|
Target
|
Realisasi
|
Persentase
|
|||
1
|
2007
|
15,455,723,374.00
|
15,889,621,615.80
|
102.81%
|
|||
2
|
2008
|
17,528,567,486.00
|
34,024,071,100.11
|
194.11%
|
|||
3
|
2009
|
17,674,229,574.00
|
12,784,921,728.01
|
72.34%
|
|||
4
|
2010
|
18,300,422,967.00
|
15,183,849,532.00
|
82.97%
|
|||
5
|
2011
|
16,217,933,374.00
|
17,479,098,959.00
|
107.78%
|
|||
|
Rata-rata
|
17,035,375,355.00
|
19,072,312,586.98
|
111.96%
|
|||
NON Pendapatan Asli
Daerah
|
|||||||
No
|
Tahun
|
Target
|
Realisasi
|
Persentase
|
|||
1
|
2007
|
363,954,354,659.00
|
364,188,310,135.38
|
101.31%
|
|||
2
|
2008
|
433,010,538,810.39
|
411,599,751,262.00
|
95.91%
|
|||
3
|
2009
|
387,470,135,175.98
|
422,927,856,283.00
|
117.55%
|
|||
4
|
2010
|
486,426,553,523.00
|
455,870,943,288.00
|
89.87%
|
|||
5
|
2011
|
562,663,780,711.00
|
560,803,032,025.00
|
99.98%
|
|||
|
Rata-rata
|
446,705,072,575.87
|
443,077,978,598.68
|
97%
|
|||
Pendapatan
|
|||||||
No
|
Tahun
|
Target
|
Realisasi
|
Persentase
|
|||
1
|
2007
|
379,410,078,033.00
|
380,077,931,751.18
|
100.18%
|
|||
2
|
2008
|
450,539,106,296.39
|
445,623,822,362.11
|
98.91%
|
|||
3
|
2009
|
405,144,364,749.98
|
435,712,778,011.01
|
107.55%
|
|||
4
|
2010
|
504,726,976,490.00
|
471,054,792,820.00
|
93.33%
|
|||
5
|
2011
|
578,881,714,085.00
|
578,282,130,984.00
|
99.90%
|
|||
|
Rata-rata
|
463,740,447,930.87
|
461,030,130,729.63
|
99.66%
|
|||
Dari tabel 3. Terlihat selama 5 tahun terakhir terdapat tahun dimana target terealisasi bahkan
melebihi daripada target. Terdapat tiga perbandingan dari tabel di atas. PAD,
NON-PAD dan Pendapatan. Tabel di atas menunjukkan bahwa pergerakkan pemerintah
Kabupaten Sinjai dalam mengembangkan proses pembangunan sangat signifikan.
Tetapi yang menjadikan pemasukkan utama kabupaten Sinjai ada di sektor NON-PAD.
Oleh karena itu, pemerintah tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan dari
pemerintah pusat.
Gambar 1. Perbandingan
rata-rata antara target dan realisasi PAD setiap tahun
Dari
gambar diagram diatas diketahui bahwa perbandingan antara target dan realisasi
PAD, cukup nyata terlihat bahwa realisasi lebih besar daripada target PAD. Hal ini
menujukkan bahwa nilai PAD tercapai 100% atau berhasil memenuhi target yang
dibebankan atau PAD tercapai rata-rata 102,8% setiap tahunnya. Indikasi ini
menjelaskan adanya singkronisasi yang baik dari penafsiran potensi daerah
dengan kemampuan nyata yang dimiliki daerah.
Gambar 2. Rata-rata perbandingan tingkat realisasi dan target pendapatan
non PAD setiap tahun
Berdasarkan
diagram diatas diketahui bahwa nilai realisasi setiap tahun pendapatan non PAD
hampir selalu sama dengan nilai riil realisasi yang dicapai atau setara dengan
97% setiap tahun.Dari grafik diketahui bahwa nilai non PAD yang terealisasi (2)
sekitar dengan yang target (1) mempunyai perbandingan 50%:50% yang menujukkan
bahwa pendapatan non PAD mempunyai tingkat realisasi lebih rendah jika
dibanding dengan PAD.
Fakta ini
memberi sinyal bahwa target dan realisasi pendapatan riil disektor ini mempunyai
titik yang sinkron dengan perencanaan pendapatan artinya antara prencanaan
pendapatan (target) dan kenyataan (realisasi) sama. Nilai ini jelas
memperlihatkan bahwa keuangan pusat (dana perimbangan daerah) lebih stabil
dibanding dengan keberadaan dana dari PAD. Hal ini jelas membuktikan bahwa
tingkat pengaruh dana disektor ini masih menjadi tumpuan utama untuk
pembangunan di kabupaten Sinjai.
Gambar 3. Perbadingan rata-rata antara realisasi PAD dan Non PAD setiap
tahun.
Dari
diagram diatas nampak bahwa nilai rata-rata total sumbangsih keuangan daerah
kabupaten Sinjai yang riil berdasarkan nilai PAD hanya sekitar 4% atau jauh
dibawah sektor penerimaan non PAD yang mencapai sekitar 96% dari total
penerimaan daerah kabupaten Sinjai. Kenyataan ini memperjelas gambaran bahwa
tingkat ketergantungan keuangan daerah kabupaten Sinjai terhadap keuangan pusat
masih sangat tinggi.
Gambar 4. Perbandingan rata-rata target PAD dan Non PAD
Dari
diagram diatas diketahui bahwa bahwa tingkat perencanaan keuangan kabupaten Sinjai
selama lima tahun terakhir rata-rata tiap tahun mengharapkan sumber keuangan
dari non PAD sebesar 96% dari total penerimaan daerah. Sekali lagi fakta ini
memperlihatkan bahwa ada kecenderungan bahwa nilai PAD yang yang diharapkan
diperoleh oleh kabupaten Sinjai belum mampu memberi sumbangsih yang signifikan
terhadap keuangan daerah atau sektor ini hanya diharapkan mampu menyumbang
sekitar 4% saja setiap tahunnya.
Berikut ini adalah grafik
dari tingkat realisasi dan target pendapatan, PAD, dan pendapatan Non
PAD.
. Gambar
5. Jumlah perolehan dan target pendapatan kabupaten Sinjai.
Dari gambar 5. terlihat
bahwa target pada tahun 2008, 2010, dan
2011 Pendapatan tidak tercapai namun nilai pendapatan tidak jauh bahkan pada
tahun 2007 dan 2009 nilainya justru diatas dari target pendapatan. Hal ini
memperkuat fakta bahwa keuangan kabupaten Sinjai tergantung pada keuangan dari
pusat.
Gambar 6.Grafik perbandingan realisasi dan
target non PAD
Dari grafik nampak
bahwa meskipun tidak selamanya pendapatan pada non sektor PAD terpenuhi tetapi
sumbangsih sektor ini sangat dibutuhkan pada keuangan kabupaten Sinjai. Hal ini
dapat terlihat terutama pada tahun 2008, 2010, dan 2011 yang menunjukkan
tingginya ketergantungan keuangan kabupaten Sinjai terhadap keuangan pusat
.dari grafik nampak bahwa ketika pendapatan disektor ini tidak terpenuhi sesuai
target maka nilai pendapatan total menurung drastis.
. Gambar 7. Grafik perbandingan realisasi
dan target PAD
Dari gambar 5. terlihat
bahwa target pada tahun 2009 dan 2010,
PAD tidak tercapai namun nilai pendapatan tidak jauh bahkan pada tahun 2007,
2008, dan 2011 nilainya justru diatas dari target pendapatan. Hal ini
memperkuat fakta bahwa keuangan kabupaten Sinjai tergantung pada keuangan dari
pusat.
C. Sumbangsih Perikanan Terhadap PAD
Berdasarkan
data yang diperoleh dilapangan diketahui bahwa untuk sektor pertanian khususnya
perikanan mempunyai beberapa item penerimaan yang turut menyumbang keuangan
daerah. Adapun tabel dibawah ini mengambarkan distribusi perolehan penerimaan
disektor pertanian khususnya perikanan terhadap sumbangsinya terhadap PAD.
Tabel 4. Volume
Produksi Perikanan Masing-Masing Bidang Kegiatan Serta Nilainya di Kabupaten Sinjai Tahun 2010.
Dari tabel 4, terlihat ada 4
bidang kegiatan yang memberikan sumbangsih pendapatan terhadap kabupaten Sinjai
dari sektor perikanan. Pada sub bidang kegiatan penangkapanlah yang menjadi
pemasukan terbesar, yaitu 25.426,80 Ton dengan nilai Rp 245.832.715.000. Hal
ini disebabkan lautnya yang luas dan memiliki garis pantai yang panjang. Armada penangkapan yang meningkat setiap
tahunnya karena bantuan dari Pemerintah. Sedangkan sub bidang kegiatan yang
memberikan sumbangsih terkecil, yaitu budidaya laut komoditas teripang dengan
nilai 0,17 ton dengan nilai Rp 10.625.000.000. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar masyarakat pesisir di Kabupaten Sinjai mata pencahariannya
sebagai nelayan dan mereka belum tertarik dengan budidaya teripang karena cara
budidayanya rumit, butuh modal banyak, walaupun nilai jualnya sangat tinggi.
D. Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga
Pasar
PDRB merupakan indikator yang menggambarkan
perekonomian penduduk disuatu wilayah /daerah. Ukuran yang dihasilkan dari
perhitungan PDRB antara lain adalah rata-rata pendapatan perkapita, struktur
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.
PDRB atas dasar harga pasar merupakan penjumlahan nilai tambah bruto dari
seluruh sektor perekonomian didalam suatu wilayah dalam periode tertentu,
biasanya satu tahun, yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih nilai
produksi dengan biaya antara.
Untuk nilai PDRB kabupaten Sinjai diketahui secara pasti karena ada data
nyata mengenai biaya antara yang diperoleh. Data ini diperoleh dari Badan
Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan. Kenaikan atau penurunan PDRB
merupakan gambaran secara riel tentang kondisi ekonomi yang terjadi di suatu
daerah tertentu.
Namun berdasarkan data yang diperoleh PDRB kabupaten Sinjai dengan
mengunakan konsep pendekatan total penerimaan diketahui bahwa tingkat
pertambahan PDRB setiap tahun selalu menigkat sebagaimana tabel dibawah ini.
Tabel 5. PDRB Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Sinjai
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006-2010
Tabel 6. PDRB Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Sinjai
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010
Sumber: Data Primer yang telah diolah, 2012
Dari tabel 5 dan 6 diketahui tingkat PDRB dilihat dari harga berlaku dan
harga konstan tahun ketahun dari 2006-2010 mengalami kenaikan sehingga bisa
dikatakan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sinjai stabil. Adapun lapangan usaha
yang memiliki nilai terbesar yaitu pertanian. Hal ini disebabkan karena keadaan
lingkungan di daerah itu cocok untuk pertanian, misalnya cocok untuk pertanian
yang digunakan sebagai bahan makanan seperti padi, jagung, dan lain sebagainya.
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL………………………………………………………………….i
HALAMAN
JUDUL……………………………………………………………………ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………….iii
KATA
PENGANTAR………………………………………………….......................iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...v
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….....vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………...vii
PENDAHULUAN
Latar
Belakang………………………………………………………………..1
Tujuan dan
Kegunaan………………………………………………………..3
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
PAD…………………………………………………...................4
Jenis-jenis
PAD…………………………………………………...................10
METODOLOGI PRAKTEK
Waktu dan Tempat……………………………………………………………17
Metode Pegumpulan data…………………………………..........................17
Sumber Data ……………………………………………………...................17
Jenis Data……………………………………………………........................17
Tahapan Pengambilan
Data…………………………………………………18
KEADAAN UMUM LOKASI
Keadaan Geografis…………………………………………………………..19
Keadaan Penduduk………………………………………………………….20
Sejarah Sinjai…………………………………………………………………21
HASIL PEMBAHASAN
Sumber-sumber PAD dan Non-PAD………………………………………..25
Laju Perkembangan Nilai PAD………………………………………………29
Sumbangsih Perikanan
Terhadap PAD……………………………………35
Produk Domestik
Regional Bruto atas Dasar Harga Pasar………………37
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan………………………………………………………………..39
Saran…………………………………………………………………….39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1.
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Sinjai………….....................25
2. Sumber-sumber Non-Pendapatan
Asli Daerah Sinjai…………...……...26
3.
Perbandingan antara Realisasi dan Target PAD dan Non-PAD
2007-2011 kabupaten
Sinjai ………………………………………..…….30
4.
Volume Produksi Perikanan Masing-masing Bidang
Kegiatan serta
Nilainya di Kabupaten Sinjai
2006-2010……………………………………………………………..…….35
5. PDRB
Menurut Lapangan Usaha di Kab. Sinjai Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006-2010 (dalam miliaran
rupiah)…...........................................38
6. PDRB Menurut Lapangan Usaha di Kab. Sinjai Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010 (dalam miliaran
rupiah)….............................39
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1.
Perbandingan
rata-rata antara target dan realisa PAD..............31
2.
Rata-rata perbandingan tingkat realisasi dan target
pendapatan non PAD setiap tahun……………………...............31
3.
Perbadingan
rata-rata antara realisasi PAD dan Non PAD
setiap tahun…………………………………………………..........32
4. Perbandingan rata-rata target PAD dan Non PAD…………......33
5.
Jumlah perolehan dan target pendapatan kabupaten
Sinjai…………………………………………………………...........33
6.
Grafik Perbandingan realisasi dan target non PAD
kabupaten Sinjai .........................................................................34
7.
Grafik perbandingan realisasi dan target
PAD………………….34
LAMPIRAN
VI. Kesimpulan dan Saran
A.
Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Nilai perolehan PAD
kabupaten Sinjai selalu mengalami
peningkatan selama lima terakhir, hal ini dibuktikan dengan proses pembangun kabupaten sinjai yang pesat. Walaupun sumber pendapatan yang mendominasi adalah Non-PAD.
2.
Secara keseluruhan
nilai PAD Sinjai hanya menyumbang rata-rata 4% tiap tahun
terhadap total penerimaan,ini berarti keuangan kabupaten Sinjai sangat
bergantung pada keuangan pusat.
3.
Secara keseluruhan
nilai PDRB atas
dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku kabupaten Sinjai tiap tahun mengalami penigkatan dengan laju
peningkatan ekonomi tertinggi
terjadi pada tahun 2010.
4.
Untuk sektor pertanian secara umum penyumbang terbesar terhadap perolehan
PAD dan sub sektor perikanan peyumbang terbesar ketiga, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sub sektor perikanan memberi sumbangsih ±30%, artinya perikanan
punya potensi menjadi sumber penerimaan yang diandalkan di kabupaten Sinjai.
B.
Saran
Sebaiknya bekal yang diberikan oleh dosen atau
asisten dosen harus lebih jelas dan mudah dimengerti oleh mahasiswa agar data
yang diambil di tempat tujuan tidak kurang ataupun salah. Sehingga dalam
mempresentasikan hasil olahan data tidak salah sehingga pembuatan laporan mudah
dalam mengerjakan.
DAFTAR PUSTAKA
Heriyanto, 2003. Teori dan Aplikasi
Teori Ekonomi Makro. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
http//www.jurnalskripsi.com/perencanaan-pajak-melalui-metode-penyusutan. Diakses
5 Maret 2012.
http//www.Jurnalskripsi.com/11/01/persepsi-konsumen-terhadap-penjualan-barang-mewah.
Diakses : 6 Maret 2012
http://www.sinjai.go.id/sinjai.html diakses :25 Maret 2012
http/reviewtesis.Blogspot.com/2008/02/peranan-pendapatan-asli-daerah-html/.
Diakses : 6 Maret 2012
http://www.wikipedia.org.com/peranan-PAD-untuk-pembangunan-daerah.
Diakses: Tgl 7 Maret 2012. Makassar.
http://ekonomimikro\ekonomiindonesia\Tempointeraktif_Com–Ekonomi-ndonesia.
Diakses : Tgl 7 Maret 2012. Makassar.
Mubyarto. 2004. Ekonomi pertanian. LP3S. Jakarta
Putong, Iskandar 2003. Pengantar
Ekonomi MIkro & Makro. Ghalia Indonesia :
Jakarta
Soekartawi, 2003. Teori Ekonomi Produksi . UI Press: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar