Senin, 17 Desember 2012

BUAH RENUNGAN


Naskah Drama                :   Buah Renungan                                                        
Setting Panggung
Menggambarkan pekarangan rumah yang nampak beberapa benda yang diantaranya, ada becak tua, ada bale-bale yang terbuat dari bambu dan ada sangkar burung yang letaknya dekat pintu masuk rumah. Rumah yang nampak dinding depannya saja dengan pintu sehelai kain gorden kumal.
Suasana hening, hanya terdengar suara musik melantun bersumber dari radio kecil yang terletak dalam becak dan lalu kemudian nampaklah sosok seorang lelaki tua dengan wajah yang lesu, di tangannya menenteng sebuah bungkusan lalu menghampiri sarang burungnya, ia kemudian mengambil sesuatu dalam kantongan tersebut dan memberikan pada burungnya. Taklama kemudian iapun beranjak menuju sebuah becak yang langsung mengambil sehelai kain tua yang terselip di becaknya dan lalu membersihkan bagian ban belakang. Sementara pak tua yang dikenal dengan nama Daruli membenahi becak reotnya, tiba-tiba terdengar dari dalam rumahnya teriakan anak perempuannya yang bernama Sarola. Tapi pak tua tidak terpengaruh oleh suara itu, ia tetap saja melakukan kegiatannya.
Sarola (suara luar)
Tidak …..tidaaak …..jangan kau lakukan, aku tidak mau ……lepas …lepaskan… tolong….tolooong…jangan pegang..jangan kau buka…. Jangan ………. bapak… bapaaaaaaaaaaaaaaak tolooooooooooooooooong…..
Mama Lakuja (suara luar)
Sarola sadar nak. Kamu jangan berteriak, kamu jangan histeris seperti itu, tak ada orang lain disini, tak ada nak, Cuma ada mama dan bapakmu diluar, kau diamlah


Sarola (suara luar)
Siapa kamu……jangan dekat, jangan …aku tidak kenal kamu….jauh jauh kau
Mama Lakuja (suara luar)
Ini mama nak (menangis) mama kandungmu, apa kamu tidak kenal lagi Sarola sama mama nak, sebegitu parahkah sakitmu, oh Tuhan.
Sarola (suara luar)
Tidak …….  aku tidak kenal kau  …..  jangan dekat  (sambil berlari keluar ruang lalu tiba diluar diapun tertawa)
Mama Lakuja (suara luar)
Sarola  ………….  (mengikuti anaknya)  kamu kenapa keluar di dalam saja nak. (mendekati Sarola lalu kemudian berdiri berjalan menghampiri suaminya yang nampak dari tadi hanya berdiam diri tanpa ada reaksi). Pak nampaknya Sarola semakin parah, kejiwaannya makin terguncang, kasihan anak kita itu pak, mama merasa takut sekali… jangan jangan dia akan menjadi gila….. Pak coba kamu lihat Sarola, tidakkah terbetik di hati bapak melihat kondisi anak kita seperti itu. Pak …bapak …kenapa diam saja ayo bicara (sambil mengguncang pundak suaminya)
Bapak Daruli
Apa yang harus bapak perbuat, terhadap anak itu (sambil berdiri). Bapak tahu memang dia sudah sakit, sakit jiwa ma. Lalu apa daya kita untuk mengatasinya.
Mama Lakuja
Jadi bapak sudah tahu, apa seterusnya kita membiarkan dia terus begitu… Mama takut pak kalau nanti gilanya semakin jadi, lakukanlah sesuatu bagaimanapun caranya agar kita bisa menolong Sarola, mama teramat iba dengan melihat keadaannya seperti itu, dia anak perempuan kita satu-satunya. (sambil berlalu dan kemudian menghampiri Sarola).

Bapak Daruli
Dengan cara apa ma? …apa kita harus membawanya ke rumah sakit dan darimana kita mendapatkan uang untuk membayar biayanya, tidak sedikit ongkos yang dipakai untuk mengobati penyakit seperti itu.
Mama Lakuja
Apa kita biarkan saja Sarola seperti itu sampai mati ?

Sementara ketegangan berlangsung tiba-tiba muncullah Bibi Rolida saudara perempuan Bapak Daruli dengan kedatangannya disertai raut wajah seakan tersenyum, tapi Mama Lakuja langsung masuk ke rumah dengan membuang muka begitu melihat kedatangan kakak iparnya tanpa basa-basi.

Bibi Rolida
Lah, apa gerangan yang sudah terjadi Daruli? Tadi saya mendengar istrimu bersuara besar terhadapmu, dan herannya kenapa begitu dia melihat saya datang…dia langsung masuk, dia lihat apa saya. (lalu tatapannya dialihkan ke Sarola dan melangkah hendak mendekatinya).
Sarola
Siapa kamu ……  jangan dekat …jangan dekat… (ketakutan, lalu tiba-tiba tertawa keras dan menunjuk Bibi Rolida) ha....... ha……. ha……. orang gila datang   …kamu gilakan …. tu.. lihat bajumu, masa warna begitu dipakai malam-malam begini …..gila  ….ha   ….ha (sambil jingkrak-jingkrak)
Bibi Rolida
Daruli… tampaknya anakmu ini sedang terganggu jiwanya, peristiwa apa gerangan yang telah menimpanya  ……lihat dia tertawa lalu menangis, apa yang menyebabkan dia sampai begitu Daruli, kasihan sekali ….cantik cantik tapi sayang tidak waras.
Bapak Daruli
Baru saja dia mengalami musibah berat (sambil berjalan menuju kandang burungnya).
Bibi Rolida
Musibah…? Musibah apa gerangan sampai-sampai dia seperti itu (terheran), ayo katakanlah Daruli.
Mama Lakuja (suara luar)
Tidak perlu kau ceritakan kepadanya. (teriaknya dari dalam)
Bibi Rolida
Kenapa istrimu berkata seperti itu, bukankah saya ini bahagian keluargamu juga dan saya rasa wajar, apa salahnya toh, kalau saya turut mengetahui apa-apa yang telah kalian alami
Mama Lakuja (suara luar)
Ini bukan urusan kamu, takperlu kau tahu apalgi mencampurinya.
Bibi Rolida
Ayolah Daruli ceritakanlah apa penyebab dari semua ini, sampai anakmu yang menjadi korban. Tidak usah kau hiraukan larangan istrimu. Bicaralah kepada saya sebagai kakakmu.
Bapak Daruli
(agak ragu-ragu kemudian menarik nafas panjang) tiga bulan yang lalu … Sarola, anakku ini mengalami suatu peristiwa yang amat berat tanggungannya, sehingga membuat dia trauma.
Bibi Rolida
(mendesak) peristiwa apa itu ?
Bapak Daruli
Dia ….. di..a ….. diperkosa oleh lima orang pemuda
Bibi Rolida
Apa … ? (tercengang) diperkosa … ? Kenapa bisa … ?
Bapak Daruli
Ya, bisa saja itu terjadi, semua itu terjadi karena ulahnya sendiri, yang tidak pernah mau mendengar nasehat orang tua. Ya …. Akhirnya dia dapat ganjarannya.
Bibi Rolida
Oh begitu … mau diapalagi nasi sudah menjadi bubur, dan itu barangkali sudah merupakan takdir buat dia, atau … buat keluarga ini. Nah! Sekarang … ini bisa menjadi alasan kamu untuk menjual sisa tanah warisanmu itu di kampung, saya rasa uangnya dapat kamu pakai untuk biaya berobat anakmu yang gila itu, selain itu juga sisanya dapat kau gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupmu, bagaimana … ?
Mama Lakuja
Saya tidak setuju kamu jual tanah itu … sampai kapanpun, dan jangan kamu dengarkan hasutan perempuan itu (teriakannya dari dalam).
Bibi Rolida
Bodoh sekali kalian, apa kalian ingin hidup sepanjang masa dalam keadaan begini, sengsara membanting tulang hanya untuk makan, tidakkah ada di benak kalian, terutama kau Daruli … untuk mengecap hidup yang mapan, bersenang-senang seperti orang lain
Mama lakuja
Biarkan kami hidup seperti ini yang penting tidak menjadi benalu buat orang,
Bibi Rolida
Dasar orang kampung …tidak mau diatur, nikmatilah penderitaanmu sampai ajal menjemput kamu. (menggerutu sendiri).

Tengah mereka membahas tentang warisan, lalu muncullah anak laki-laki yang bernama narumpa, yang datang sempoyongan mabuk dengan wajah sedikit mengkerut, iapun lalu memberikan komentar.

Narumpa
Benar …..apa yang bibi bilang. Keluarga ini (sekali-kali keselek) sepertinya sudah digariskan untuk senantiasa hidup sengsara, hidup dalam ruang kemiskinan yang serba kekurangan, sedetikpun kami takpernah mengecap apa yang namanya senang, dan bisa tertawa. Hanya menangis menggerutu, mengeluh setiap hari yang kita hadapi.
Bibi Rolida
Kasihan keluarga ini, sungguh …sungguh amat kasihan, seperti teriris sembilu hati saya mendengarnya. Apalagi melihat kondisi adikmu Narumpa yang sangat memprihatinkan, bibi yang terbilang keluarga dekatmu merasa taktega melihat kalian begini.
Narumpa
Kalau soal gilanya Sarola, saya pikir itu takdir yang dia cari sendiri …..coba bibi bayangkan, bagaimana orang tidak berniat  memperkosa dia, setiap hari kemanapun dia pergi, selalu berpakaian yang mengundang birahi laki-laki, rok kini, baju ketat dengan dada terbuka, siapa kira-kira yang tidak terhasrat untuk menggaulinya, jadi wajarlah kalau akhirnya dia mendapat celaka.
Bibi Rolida
Lalu apa reaksi bapakmu, selaku orang tua yang semestinya melindungi keluarga.
Narumpa
Reaksi …hu … apa yang kami bisa harapkan dari tipe bapak semacam dia (sambil menunjuk ke arah bapaknya) yang seharian kerjanya hanya mengurusi becak tua dan burung peliharaannya.
Mama Lakuja
(muncul dari dalam rumah) kenapa kau berkata seperti itu Narumpa, apalagi ini kau ucapkan di depan perempuan itu, tidakkah kau lihat, tidakkah kau merasakan sendiri betapa bapakmu setiap hari membanting tulang demi untuk berusaha menghidupi kita.
Sarola
Hore …hore ramai …permainannya seru sekali, ayo …ayo … terus maju perempuan tua …jangan mau kalah sama lelaki itu ……… ayo …ayo …ayo … (berjingkrak jingkrak nampak kegirangan, tiba-tiba terhenti)
Narumpa
Diam …! Kau orang gila …dasar sinting, lebih baik mama bawa saja dia masuk ke dalam, jangan sampai aku seret paksa dia, mengganggu saja (membentak kepada Sarola)
Sarola
(ketakutan berlari kesudut dan menangis)
Mama Lakuja
Kau saja yang masuk pemabuk, kerjamu setiap hari mabuk, anak macam apa kau ini Narumpa. Sudah kau tahu adikmu sakit ..malah kau bentak-bentak, jangan jangan kamu juga sudah sinting, ayo …masuk sana …! Tidak perlu kau ladeni perempuan itu,
Narumpa
Biar ….biarkan aku disini ma, aku mau beberkan kepada bibi saudara bapakku yang penuh perhatian ini, bahwa apa semua yang dialami dalam keluarga ini, semua gara-gara dia ….. (menunujuk ke arah bapaknya).
Mama Lakuja
Jaga mulutmu itu Narumpa, kau bicara sudah diluar kesadaranmu …kenapa semua penyebab dari semua ini, kau limpahkan kepada bapakmu.
Narumpa
Siapa lagi, kalau bukan dia …aku jadi pemabuk, penjudi, bahkan merampok orang, itu karena mungkin dalam tubuh aku ini mengalir darah titisan dari orang yang darahnya kotor …dan coba mama lakuja perhatikan, adikku Sarola menjadi korban nafsu laki-laki, mungkin saja itu buah hasil dari semua perbuatan lama dari orang dekat dan akhirnya Sarolalah yang menanggung balasannya.
Mama Lakuja
Hentikan …! Omong kosong itu Narumpa, kamu dengar ini baik-baik, kamu dan adikmu itu bukan anak haram, kalian terlahir dari proses yang halal …semua yang menimpamu saat ini, itu karena ulahmu sendiri, tidak ada hubungannya dengan titisan darah orang tuamu.
Narumpa
Alaaaa ………justru mama yang omong kosong, buka mata nurani mama lebar-lebar dan coba sekali saja renungkan mengapa kita sampai hidup seperti ini ? Takada yang semua bersumber dari dia.
Mama Lakuja
Dasar anak taktahu diri, takpunya perasaan, setan darimana yang merasuki tubuhmu. (sambil maju hendak menampar Narumpa).
Narumpa
Setannya bapak …..
Mama Lakuja
Kurang ajar kau …….Narumpa, lancang sekali mulutmu itu. (sambil maju hendak menampar Narumpa)
Bibi Rolida
Sabar dek Lakuja, jangan terbawa emosi, (sambil tangannya menahan seakan mau melerai), pemukulan bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah.
Sarola
(histeris berteriak) jangan kau bunuh aku ….. tidak ….tidaaak ….jangan ganggu ….Pergi ….pergiiii …. (semakin histeris seperti orang kerasukan).
Mama Lakuja
Ada apa nak …kamu kenapa ….sadar nak Sarola (berlari menghampiri Sarola, lalu kemudian pandangannya ke arah Narumpa), ini gara-gara kaumu anak setan, pergi kau dari sini.
Narumpa
Gara-gara dia…
Mama Lakuja
Kamu …….
Narumpa
Dia ……

Suasana semakin tegang, alunan musikpun semakin menderu seakan menambah kegentingan masalah, lalu tiba-tiba terhenti dengan terdengarnya suara Bapak Daruli.

Bapak Daruli
(spontan berdiri dengan muka yang memerah, mata yang melotot, lalu) hentikaaaaaaaaaan semua ……kalian berdua tak perlu bertengkar, dan saling menuding ….semua yang terjadi ….itu karena ….karena ….ach (memegangi dada kirinya, seolah ada rasa sakit, mama lakuja lalu hendak mendekati) ……jangan mendekat, saya tidak apa..apa …. (nafasnya nampak tersengal-sengal) dengar Lakuja istriku, apa yang dikatakan Narumpa, itu memang benar, sayalah penyebab dari semua kejadian yang menimpa keluarga kita.

Mama Lakuja
Bapak jangan berkata seperti itu serta menyalahkan diri sendiri, dalam hal ini takperlu ada yang kita persalahkan.
Bapak Daruli
Tidak ...Lakuja, ini ..sungguh-sungguh benar, ini adalah karma yang dijatuhkan kepada saya, atas segala perbuatan yang telah saya lakukan dimasa lalu.
Mama Lakuja
Bapak takperlu mengada-ada, ini takdir pak, sudah garisan hidup kita.
Bapak daruli
Memang takdir, tapi sayalah yang mengundang takdir itu datang menyelimuti kehidupan kita (terjatuh dan berusaha berdiri kembali, dengan nafas yang berat). Kalian dengarkan semua, bapak dimasa lalu adalah sosok manusia bejat, suka menodai anak orang, sering merampas barang milik orang, penjudi, pemabuk, bahkan bapak pernah membunuh orang. Semua bapak lakukan karena bujukan dan rayuan seseorang yaitu saudara perempuanku ini ..Rolida
Bibi Rolida
(merasa ketakutan) jangan sembarang bicara kau Daruli
Bapak Daruli
Tidak usah kau mengelak, kaukan yang membentuk saya seperti ini, dulu demi untuk memenuhi kebutuhan hura-huramu, kau jadikan saya sebagai ladang pendapatanmu dengan segala cara apapun.
Bibi Rolida
Omong kosong kamu Daruli. Jangan sembarang fitnah, menuduh orang yang bukan-bukan.



Bapak Daruli
Dasar perempuan iblis, sudah jelas-jelas kamu penyebabnya, masih tidak mau mengakui. (kemudian secara tiba-tiba berlari menuju Bibi Rolida) …..kubunuh kau perempuan setan (sambil menusukkan sesuatu ke tubuh Bibi Rolida).
Bibi Rolida
Kau ….kau ……Daruli menikam saya, kakakmu …… achhh …..tolong ….tidak ……tidaaak …….saya tidak mau mati ….. tidak ………tidaaak ………..Narumpa tolong bibi nak …tolong ……… tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak ……….ach……..

Akhirnya Bibi Rolida mati di tangan adiknya, orang yang ternyata di masa lalu banyak menoreh catatan suram di buku harian Bapak Daruli, semua mata hanya mampu tercengang melihat kejadian ini, musik melantun nuansa duka.

Mama Lakuja
Mengapa bapak lakukan itu, ini pembunuhan pak, bapak nanti di penjara.
Bapak Daruli
Dia pantas mati Lakuja, sangat pantas, dan saya ……….Achhhh (memegang dadanya dan kembali terjatuh, tapi tak sanggup lagi untuk berdiri) saya merasa puas dengan melenyapkan dia di dunia ini, sekalipun dia saudaraku sendiri. Kau Narumpa ..kesini nak dekat bapak, bapak hanya berharap kamu mau memaafkan bapak, dan cobalah berusaha berubah menjadi anak yang baik, sekalipun darahmu kotor ..kau bisa mensucikannya kembali …..dan jaga mamamu, lindungi adikmu, sembuhkan adikmu ……..
Narumpa
Narumpa yang semestinya memohon maaf kepada bapak atas segala dosa-dosa anak durhaka ini.

Bapak Daruli
Kau tidak perlu minta maaf ..aach ..cukup kau lakukan apa yang bapak amanatkan kepadamu, itu dapat kau lakukan. Dan kau Lakuja maafkan saaa…….saaaa……..yaaaaaaa ……….ach. (akhirnya pula Bapak Daruli meninggal dipangkuan anaknya).
Mama Lakuja dan Narumpa
Bapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak ………….. (keduanya menangis)
Sarola
Bapak ….mana ….mana ..bapak …….bapaaaaaaaaaaaaak. (sambil berjalan kesana kemari mencari bapaknya, tanpa memerdulikan kehadiran mama, bibi, kakak dan tubuh sang bapak yang kaku, lalu diapun menangis histeris) bapak di mana kau ……bapak ..kesini ..Sarola disini.

Akhirnya semua membisu, suasana haru menyelimuti setiap sudut ruang, hanya nada-nada sendu mengalun terdengar dan kemudian hilang.

*Sekian*









Staf Produksi
1.     Para Pemain
1.     Muchlis               Sebagai          Bapak Daruli
2.   Nurul Eka H.     Sebagai          Mama Lakuja
3.   Husnul                Sebagai          Bibi Rolida
4.  Husni J.              Sebagai          Narumpa
5.   Kurniati A.        Sebagai          Sarola
2.   Sutradara                      : St. Nurwahidah
3.   Penulis Naskah            : Ibrahim Azis
4.  Penata Musik               :  1. Muh Fauzi
               2. Ibrahim Azis
5.   Penata Artistik            : Nurul Eka H.
6.  Penata Lighting          : Rachmady
7.   Para Crew                     : Anggota Teater Kaca
SMA Neg.3 S.Minasa

Sinopsis
Buah Renungan
Adalah sebuah penggambaran kehidupan pada sisi tingkat kesosialan yang terbelakang, di mana semua aspek taklagi punya arti. Kecongkakan menjadi dominasi, keserakahan menjadi penguasa dan yang pada akhirnya nistalah yang semaki hakiki.
Sekelumit fenomena menjadi saksi mencoba menguak di permukaan meski nafas membelenggunya hingga jasadpun turut menjaga namun waktu berkata lain dan bahkan merobeknya, lalu tercabik-cabik.
Kodrat ketamakan, kerakusan, yang berbuah kegelisahan senantiasa ingin meraibkan semua ketulusan, keluguan dan sampai pada kesabaran yang pada gilirannya berubah menjadi bisu.
Takada akibat yang menjadi korban, takada sebab yang termakan semua berjalan seakan jejaknya takpernah ada.
Akhirnya syair-syair penyesalan berkumandang seiring nada-nada tangis meski diselanya ada lirik-lirik merontah, seruni semakin melantun seakan takmau berhenti sepanjang buah renungan taklagi dimaknai.

































































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar