Minggu, 30 Desember 2012

MANAJEMEN BISNIS PERIKANAN,MARYONO



Makalah

MANAJEMEN BISNIS PERIKANAN
“TENAGA KERJA “






MARYONO
L241 10 004
SOSIAL EKONOMI PERIKANAN



JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
            Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, tantangan tersebut bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan Ridha dari Tuhan Yang Maha Esa.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penyusunan maupun dari isi makalah itu sendiri. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan penulis untuk lebih menyempurnakan isi dari makalah ini. Sehingga makalah ini jauh lebih bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.


                                                                                                          Makassar, 20 Februari 2012



                                                                                Penulis








BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional yang dilakukan di Indonesia dari waktu kewaktu bertujuan untuk terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, material maupun spiritual, sehingga pembangunan yang dilakukan haruslah berorientasi pada tercapainya manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Salah satu faktor dalam proses pembangunan suatu Negara yaitu, tenaga kerja. Dalam hal ini proses pembangunan yang dibahas dalam usaha periakanan. Perikanan merupakan sektor yang sangat potensial jika dikelola dengan efisien dan efektif. Dalam mata kuliah manajemen bisnis dan perikanan konsep tenaga kerja sangat berperan penting untuk menjalankan usaha perikanan. Sedangkan pengertian Perikanan itu sendiri ialah semua kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu yang mendasari sehinggga makalah ini akan dibuat.

I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mahasiswa dapat memahamai konsep Tenaga Kerja dalam kelayakan usaha Perikanan
2.      Memahami pengertian dan segala hal yang berkaitan dengan Tenaga Kerja
3.      Meningkatkan pemahaman tentang salah satu faktor Usaha Perikanan yaitu, tenaga kerja.







BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Tenaga Kerja
            Menurut UU 13 Tahun 2003 Tenaga kerja adalah : setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Menurut Payaman Simanjuntak tenaga kerja (manpower) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekedaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merumuskan pengertian istilah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Istilah tenaga kerja sering dirancukan dengan buruh, karyawan,atau pekerja. Istilah buruh di telinga rasanya kurang tepat, karenaseakan-akan ada sistem kelas dalam masyarakat yang bernadamerendahkan sebagian kecil atau lainnya. Penggunaan kata buruh pada kenyataannya diterapkan untuk orang yang melakukan pekerjaan kasar, seperti: kuli panggul atau bongkar muat, tukang, mandor. Namun sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan, istilah buruh tersebut tetap digunakan lagi, dalam halini pemerintah menitik beratkan pada substansi bukan istilah.
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM (Sumber Daya Manusia) adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department.
“Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya”
II.2 Macam-macam Tenaga Kerja
            Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.

·        Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi :
1.      Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum. 
2.      Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.
·        Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi :
1.       Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnyaguru, editor, konsultan, dan pengacara.
2.      Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.
                                                
Macam / Jenis Tenaga Kerja Berdasarkan Keahlian / Kemampuan dibedakan menjadi :
1. Tenaga Kerja Terdidik / Tenaga Ahli / Tenaga Mahir
                        Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang mendapatkan suatu keahlian atau kemahiran pada suatu bidang karena sekolah atau pendidikan formal dan non formal. Contohnya seperti sarjana ekonomi, insinyur, sarjana muda, doktor, master, dan lain sebagainya.
2. Tenaga Kerja Terlatih
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu yang didapat melalui pengalaman kerja. Keahlian terlatih ini tidak memerlukan pendidikan karena yang dibutuhkan adalah latihan dan melakukannya berulang-ulang sampai bisa dan menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya adalah supir, pelayan toko, tukang masak, montir, pelukis, dan lain-lain.
3. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh tenaga kerja model ini seperti kuli, buruh angkut, buruh pabrik, pembantu, tukang becak, dan masih banyak lagi contoh lainnya.

II.3 Permasalahan Tenaga Kerja
            Permasalahan Ketenagakerjaan meliputi : (1) meningkatnya jumlah pengangguran terbuka; (2) berkurangnya lapangan kerja formal di perkotaan dan di perdesaan; (3) pekerja bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif; (4) banyaknya pekerja yang bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif; (5) perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal dan informal; (6) meningkatnya tingkat penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun); (7) Human Trafficking.

            Namun PBB dalam Sidang Umum-nya pada tahun 1994 mendefinisikan trafficking sebagai berikut : “Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum, terutama dari negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi dengan tujuan memaksa perempuan dan anak perempuan masuk dalam situasi penindasan dan eksploitasi secara seksual dan ekonomi, sebagaimana juga tindakan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan perempuan seperti pekerja paksa domestik, kawin palsu,pekerja gelap dan adopsi palsu demi kepentingan perekrut, pedagang dan sindikasi kejahatan”.
Jika diterjemahkan secara bebas Trafficking dapat berarti pergerakkan atau perpindahan orang secara rahasia dan terlarang dengan melintasi perbatasan wilayah (lokasi) dengan tujuan akhir untuk memaksa orang-orang tersebut masuk ke dalam situasi yang secara seksual atau ekonomi bersifat menekan dan eksploitatif dan memberikan keuntungan bagi para perekrut,trafficker dan sindikat kejahatan.
Hal-hal yang dirasa masih perlu di lakukan pemerintah Indonesia dalam penanggulangan Human Trafficking antara lain :
1. Dibentuk peraturan perundangan yang mampu menyentuh persoalan yang mengandung unsur asing.
2. Menetapkan sanksi yang tegas baik pidana maupun administratif terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang mendasar agar menimbulkan efek jera.
3. Rekruitment TKI dilakukan secara tepat dengan asas mudah, murah dan cepat untuk menghindarkan TKI illegal
4. Mengefektifkan sistem pengawasan pemerintah.

Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensiwaktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam artimendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalamarti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi diatas masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya:
Definisi pengangguran menurut Sadono Sukirno. Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalamangkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
Definisi pengangguran menurut Payman J. Simanjuntak. Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yangtidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggusebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.

Cara Cara Mengatasi Pengganguran:
a.Bagi penganggur sendiri, dapat mengembangkan kreativitasnya melalui berwirausaha mandiri.
b.Pengembangan sekolah-sekolah yang mengarah kepada peningkatan kecakapan hidup, seperti SMK.
c.Pengembangan program kerjama dengan luar negeri dalam pemanfaatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
d.Pengembangan sector informal seperti home industry.
e.Pengembangan program transmigrasi, untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sector informal lainya diwilayah tertentu.
f.Perluasan kesempatan kerja, misalnya melalui pembukaan industri padat karya di wilayah yang banyak mengalami pengangguran.
g.Peningkatan investasi, baik yang bersifat pengembangan maupun investasi melalui pendirian usaha-usahabaruyangdapatmenyeraptenagakerja.
h.Pembukaan proyek-proyek umum, hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah seperti pembangunan jalanraya,jembatandanlain-lain.
i.Mengadakan pendidikan dan pelatihan yang bersifat praktis sehingga seseorang tidak harus menunggu kesempatan kerja yang tidak sebanding dengan para pencari kerja, melainkan ia sendiri mengembangkan usaha sendiri yang menjadikannya bisa memperoleh pekerjaan dan pendapatan sendiri.

FAKTOR-FAKTOR YANG MENIMBULKAN PERBEDAAN UPAH
Faktor-faktor penting yang menjadi sumber dari perbedaan upah diantara pekerja-pekerja didalam suatu jenis kerja tertentu, dan diantara golongan pekerjaan adalah :
1.       Perbedaan corak permintaan dan penawaran dalam berbagai jenis pekerjaan.
2.       Perbedaan dalam jenis-jenis pekerjaan.
3.       Perbedaan kemampuan, keahlian dan pendidikan.
4.       Terdapat pertimbangan bukan keuangan dalam memilih pekerjaan.
5.       Ketidak sempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja.
1.       Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Permintaan dan penawaran tenaga karja didalam suatu jenis pekerjaan sangat besar peranannya dalam menentukan upah disesuatu jenis pekerjaan. Didalam suatu pekerjaan dimana terdapat penawaran tenaga kerja yang cukup besar tetapi tidak banyak permintaannya, upah cenderung dalam tingkat yang rendah.
2.       Perbedaan Corak Pekerjaan
Kegiatan ekonomi meliputi berbagai jenis pekerjaan, ada diantara pekerjaan tersebut merupakan pekeriaan yang ringan dan juga mudah dikerjakan. Golongan pekerja akhir-akhir ini menuntut untuk memperoleh upah yang lebih tinggi dari pada pesuruh kantor karena mereka melakukan kerja yang lebih memerlukan tenaga fisik.
3.       Perbedaan Kemampuan, Keahlian,dan Pendidikan
Kemampuan, keterampilan dan keahlian para pekerja memiliki perbedaan dalam hal bekerja, sifat-sifat tersebut menyebabkan mereka mempunyai produktifitas masing-masing.
Dalam perekonomian yang semakin maju kegiatan-kegiatan ekonomi semakin membutuhkan tenaga-tenaga yang terdidik, oleh karena itu semakin tinggi pendidikan seseorang maka peluang untuk mendapatkan pekerjaan mudah.
4.       Pertimbangan Bukan Keuangan Dalam Memilih Pekerjaan
Daya tarik sesuau pekerjaan bukan saja tergantung pada besarnya upah yang ditawarkan, selan itu faktor-faktor bukan keuangan di atas mempunyai peranan yang sangat penting terhadap seseorang dalam memilih pekerjaan.
Seseorang seing kali bersedia menerima upah yang lebih rendah apabila beberapa terdapat pertimbasngan yang tidak ssuai dengan apa yang diinginkannya.
Sebaliknya apabila faktor-faktor bukan keuangan banyak yang tidak sesuai dengan seorang pekerja, ia akan menuntut upah yang lebih tinggi sebelum ia bersedia menerima pekerjaan yang ditawarkan.

5.       Mobilitas Tenaga Kerja
Dalam teori ini terdpat pemislan faktor-faktor produksi, dalam konteks  mobilitas tenaga kerja pemisalan ini berarti: kalau dalam pasar tenaga kerja terjadi perbedaan upah, maka tenaga kerja akan pindah kepasar tenaga kerja yang upahnya lebih tinggi.
Selain itu upah dari suatu pekerjaan di berbagai wilayah tidak selalu sama, adapun faktor yang menjadi penyebab yaitu :
                     1.       Faktor Geografis
    Ada kalanya di tempat-tempat tertentu terdapat masalah kekurangan buruh walaupun tingkat upah lebih tinggi, sedangkan ditempat lain terdapat penangguran dan tingkat upah nya relatif rendah. Dalam keadaan seperti itu adalah wajar apabila para pengangguran tersebut berppindah ketempat yang lebih banyak lowongan pekerjaan yang lebih menjamin.
                      2.       Faktor-faktor Instusionel
  Di pekerjaan-pekerjaan tertentu terdapat organisasi-organisasi yang profesional yang berusaha membatasi masuknya tenaga-tenaga kerja baru, dengan tujuan untuk menjamin supaya pendapatan mereka tetap berada pada tingkat yang tinggi.

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan kerja formal dan informal serta meningkatkan produktivitas pekerja dilaksanakan dengan:
1.Mendorong fleksibilitas pasar kerja dengan memperbaiki aturan ketenagakerjaan yang berkaitan dengan rekrutmen, pengupahan & PHK;
2.Mendorong kesempatan kerja melalui investasi. Dalam hal ini Pemerintah Daerah akan enciptakan iklim usaha yang kondusif dengan peningkatan investasi.
3.Meningkatkan kualitas tenaga kerja dengan memperbaiki pendidikan, pelatihan serta memperbaiki pelayan kesehatan;
4.Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar kerja.

PROGRAM
Kebijaksaan tersebut dijabarkan kedalam program-program ketenagakerjaan sebagai berikut:
1. Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja
Kegiatan pokok yang dilakukan sebagai berikut:
   a. Mendorong penerapan peraturan & kebijakan ketenagakerjaan agar tercipta pasar kerja yang fleksibel. Beberapa hal penting untuk disempurnakan agar tidak mengurangi fleksibilitas pasar kerja;
   b. Penyusunan berbagai kebijakan dan aturan mengenai tenaga kerja di daerah.
   c. Pemantauan dinamika pasar kerja dan berbagai tindakan agar penciptaan   lapangan kerja formal dapat terlaksana;
   d. Penyempurnaan berbagai program perluasan lapangan kerja;
   e. Koordinasi penyusunan rencana tenaga kerja dan informasi pasar kerja;
   f.Peningkatan kerjasama antara lembaga bursa kerja dengan   industri/perusahaan.
2. Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja
Kegiatan pokok yang dilakukan sebagai berikut:
  a. Pengembangan standar kompetensi kerja dan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja;
  b. Penyelenggaraan program-program pelatihan kerja berbasis kompetensi;
  c. Fasilitasi pelaksanaan uji kompetensi yang terbuka bagi semua tenaga kerja;
  d. Peningkatan relevansi dan kualitas lembaga pelatihan kerja;
    e. Peningkatan profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur latihan kerja;
    f. Peningkatan sarana dan prasarana lembaga latihan kerja.
3. Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja
Kegiatan pokok yang dilakukan sebagai berikut:
    a. Penyelesaian berbagai aturan pelaksanaan dari Undangundang Nomor 2  Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
    b. Peningkatan pengawasan, perlindungan dan penegakkan hukum terhadap aturan yang berlaku;
    c. Peningkatan fungsi lembaga-lembaga ketenagakerjaan;
    d. Terciptanya suasana yang seimbang dalam perundingan antara pekerja dan pemberi kerja;
    e. Penyelesaian permasalahan industrial secara adil, dan konsisten;
    f. Perlindungan hak perempuan dan anak dalam bekerja.

II.4 Sub Sistem Tenaga Kerja
Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja.
Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing.          Kesempatan Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja.
Sementara itu, angkatan kerja (labour force) menurut Soemitro Djojohadikusumo didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Bisa juga disebut sumber daya manusia.
Banyak sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung komposisi jumlah penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk golongan usia kerja akan menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula. Angkatan kerja yang banyak tersebut diharapkan akan mampu memacu meningkatkan kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada kenyataannya, jumlah penduduk yang banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan.
            Usia Kerja adalah suatu tingkat umur seseorang yang diharapkan sudah dapat bekerja dan menghasilkan pendapatannya sendiri. Usia kerja ini berkisar antara 14 sampai 55 tahun. Selain penduduk dalam usia kerja, ada juga penduduk di luar usia kerja, yaitu di bawah usia kerja dan di atas usia kerja. Penduduk yang dimaksud yaitu anak-anak usia sekolah dasar dan yang sudah pensiun atau berusia lanjut. Bagian lain dari penduduk dalam usia kerja adalah bukan angkatan kerja. Yang termasuk di dalamnya adalah para remaja yang sudah masuk usia kerja tetapi belum bekerja atau belum mencari perkerjaan karena masih sekolah. Ibu rumah tangga pun termasuk ke dalam kelompok bukan angkatan kerja.
Penduduk dalam usia kerja yang termasuk angkatan kerja, dikelompokkan menjadi tenaga kerja (bekerja) dan bukan tenaga kerja (mencari kerja atau menganggur). Tenaga Kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa.
Konsep dan definisi angkatan kerja yang digunakan mengacu kepada The Labor Force Concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Konsep ini membagi penduduk usia kerja (digunakan 15 tahun ke atas) dan penduduk bukan usia kerja (kurang dari 15 tahun).
Selanjutnya penduduk usia kerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Khusus untuk angkatan kerja meliputi antara lain:
a)      Bekerja
b)      Punya pekerjaan tapi sementara tidak bekerja
c)      Mencari pekerjaan (pengangguran terbuka).
Penduduk Usia Kerja adalah Penduduk yang berumur 15 tahun keatas.
Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
Angkatan kerja atau labour force terdiri dari:
• Golongan yang bekerja, dan
• Golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan.
Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari:
• Golongan yang bersekolah,
• Golongan yang mengurus rumah tangga, dan
• Golongan lain-lain atau penerima pendapatan.
Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan.
Setengah penganggur adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang masih mencari pekerjaan atau yang masih bersedia menerima pekerjaan lain. Setengah pengangguran yang dimaksudkan defenisi itu disebut sebagai setengah pengangguran terpaksa. Sedangkan orang yang bekerja dibawah 35 jam per minggu namun tidak mencari pekerjaan dan tidak bersedia menerima pekerjaan lain dikelompokkan sebagai setengah pengangguran sukarela. Tingkat pengangguran = Tingkat pengangguran terbuka ( Pengangguran terbuka dibagi Angkatan kerja dikali 100)+ Tingkat pengangguran setengah pengangguran terpaksa.
Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi).

II.5 Hukum Tenaga Kerja
            Hukum perburuhan/ketenagakerjaan awalnya merupakan bagian dari Hukum Perdata oleh karena hubungan kerja adalah hubungan privat yang masuk dalam lingkup Hukum Perjanjian (kerja).
Sifat Hukum secara umum ada dua yaitu:
• Hukum mengatur dan
• Hukum memaksa
Sifat Hukum Perburuhan sebagai Hukum Mengatur (Regeld) Ciri utama dari Hukum Perburuhan/ketenagakerjaan yang sifatnya mengatur :adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa, boleh dilakukan penyimpangan dalam perjanjian otonom.
Sifat Hukum mengatur disebut juga bersifat fakultatif regelendrecht/ aanvullendrecht) artinya hukum yang mengatur/melengkapi. Contoh aturan ketenagakerjaan/perburuhan yang bersifat mengatur/fakultatif adalah:
• Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
• Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
• Pasal 10 ayat(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,dll.
• Buku III Titel 7A Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer) dan Buku II Titel 4 Kitab undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
           
Sifat Memaksa Hukum Perburuhan(dwingen)
• Sifat inilah yang menempatkan Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan ke dalam bagian publik, ketentuan-ketentuan memaksa, menyebabkan negara/pemerintah dapat melakukan aksi/tindakan tertentu berupa sanksi. Bentuk ketentuan memaksa yang memerlukan campur tangan pemerintah itu antara lain:
• Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan.
• Adanya syarat-syarat dan masalah perizinan, misalnya
1.    Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing;
2.    Perizinan menyangkut Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ;
3.    Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan izin  
                      dan syarat tertentu;
           
Objek Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan artinya adalah segala sesuatu yang menjadi tujuan diberlakukannya Hukum perburuhan/Ketenagakerjaan.
Ada 2 hal utama yang menjadi objek/tujuannya yaitu:
• Terpenuhinya pelaksanaan saksi hukuman, baik yang bersifat administrative maupun bersifat pidana sebagai akibat dilanggarnya suatu ketentuan dalam peraturan.
• Terpenuhinya ganti rugi bagi pihak yang berhak sebagai akibat wan prestasi yang dilakukan oleh pihak lainnya terhadap perjanjian yang telah disepakati.
Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 2 UU No. 13 Tahun 2003 :
Tujuan Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan adalah mencapai tujuan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya dengan meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja guna mewujudkan masyarakat sejahtera, makmur dan adil.

II.6 Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja
            Globalisasi bukan lagi isu tetapi sudah menjadi kenyataan yang dihadapi oleh semua bangsa, hampir-hampir batas negara sudah tidak ada lagi kecuali dalam batas kedaulatan, namun dari aspek ekonomi hampir dunia ini telah menjadi satu sistem yang terbuka, saling terkoneksi dan saling ketergantungan antar negara. Tidak ada Negara manapun yang mampu menutup diri, semua berkesempatan untuk dapat saling berinteraksi dan berintegrasi dalam pergaulan global.
Negara-negara maju dapat mengambil keuntungan lebih besar dibanding negara berkembang dalam konteks memanfaatkan peluang yang ada di pasar global ini. Negara maju dapat mengatur dan mendikte, karena ilmu pengetahuan dan teknologi telah dikuasai sehingga dapat menciptakan ketergantungan bagi negara berkembang.
Globalisasi dapat menjadi tantangan, peluang dan sekaligus ancaman, bagi negara maju yang telah siap dapat memanfaatkan peluang dan tantangan untuk dapat memenangkan persaingan.
Sementara negara berkembang karena belum siap sehingga tidak mampu memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan yang ada, justru terancam kepentingannya oleh interfensi dari negara maju.


1.    Standardisasi Kompetensi
Standar Kompetensi kerja yang merupakan rincian dari pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang harus dikuasai oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan secara efektif di tempat kerja sesuai persyaratan pekerjaan. Didalam Sislatkernas ada tiga jenis standar kompetensi, yaitu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI),
Standar Kompetensi Khusus dan Standar Kompetensi Internasional. SKKNI disusun oleh suatu tim yang terdiri dari unsur asosiasi profesi, industri, pakar dari dunia pendidikan/pelatihan dan pemerintah yang dibentuk oleh instansi teknis pembina, penyusunan SKKNI berdasarkan kebutuhan dan kondisi riil industri. Dalam proses penyusunannya melalui tahapan penyusunan draft, pra konvensi, verifikasi, konvensi, penetapan oleh Menakertrans dan pemberlakukan oleh instansi teknis terkait. selanjutnya SKKNI inilah yang menjadi dasar pengembangan SDM, baik dalam penyediaan calon tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan, maupun pengembangan karir selama bekerja.
SKKNI memiliki kesepadanan dan kesetaraan dengan standar kompetensi yang ada di negara lain agar dapat diakui oleh negara lain, dalam pengembangan SKKNI dapat mengadop dan mengadaptasi standar kompetensi internasional agar SKKNI dapat juga diterima dan diakui oleh negara lain. Hingga saat hampir seluruh kementerian dan instansi teknis telah memiliki komitmen
yang kuat untuk mengembangkan standar kompetensi bagi tenaga kerja di sektor masing-masing, dan SKKNI yang telah ditetapkan Menakertrans sebanyak 2011 satandar.
2.    Pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training)
Pengembangan SDM ditempuh melalui 3 jalur, yaitu pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja. Agar dihasilkan SDM yang kompeten, maka pendidikan khususnya pendidikan profesi dan pelatihan harus dikembangkan berdasarkan standar kompetensi yang ada. Pendidikan dan pelatihan memproses SDM menjadi kompeten, dimana ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dibangun dan dikembangkan secara simultan menjadi SDM menguasai aspek pengetahuan, keterampilan sekaligus sikap kerja sesuai tuntutan standar kompetensi yang merupakan representasi dari kebutuhan industri atau pasar kerja.
Jadi fungsi lembaga pendidikan dan pelatihan adalah membangun kompetensi SDM sesuai standar kompetensi yang ada (SKKNI, standar khusus/internasional). Didalam forum kerjasama perdagangan jasa, kelembagaan yang menghasilkan profesi selalu menjadi pertanyaan, yang pertama adalah adakah jenis dan jenjang pendidikan formal yang menghasilkan profesi, pertanyaan selanjutnya, adakah pelatihan untuk pengembangan karir bagi profesi.
Dalam hal ini banyak negara maju telah siap dengan seluruh infrastruktur tersebut, bagaimana dengan kondisi di negara kita? Kita telah menyadari bahwa kita belum siap dengan infrastruktur tersebut, tetapi kita telah memulai dan secara konsisten akan terus meningkatkan usaha kita untuk mengejar ketinggalan. Seluruh kementerian dan instansi teknis lainnya bersama-sama industri, asosiasi profesidan seluruh pihak terkait telah melaksanakan pengembangan standar kompetensi, dan juga telah mengembangkan program-program pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. Penerapan pelatihan berbasis kompetensi masih menghadapi kendala, yaitu belum siapnya infrastruktur lembaga diklat untuk menyelenggarakan PBK, hal ini menjadi tantangan kita untuk terus meningkatkan sarana dan fasilitas pelatihan, tenaga pendidikan dan pelatihan, manajemen pelatihan dan pendanaan pelatihan.
3.    Sertifikasi Kompetensi
Berdasarkan PP 23 tahun 2004, pelaksana sertifikasi kompetensi adalah Badan Nasional sertifikasi Profesi (BNSP), dimana dalam melaksanakan sertifikasi BNSP dapat memberikan lisesnsi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). hingga saat ini jumlah LSP yang telah dilisensi sebanyak 62 LSP termasuk LSP Perbankan. Sertifikasi kompetensi bagi profesi merupakan proses penjaminan bahwa seseorang
telah mencapai kompetensi sebagaimana standar kompetensi yang ada.
Prosesnya dapat ditempuh melalui proses asesmen, salah satu diantaranya melalui uji kompetensi, dapat juga diases atas bukti-bukti pencapaian kompetensi seperti porto folio, kepada seseorang yang dinyatakan kompeten diberikan penghargaan berupa Sertifikat Kompetensi. Dalam mengembangkan perangkat asesmen harus mengacu pada standar kompetensi yang ada.
Oleh sebab itu di dalam mengembangkan skema sertifikasi LSP harus melibatkan asosiasi profesi, lembaga diklat dan pengguna agar hasilnya sesuai dengan standar kompetensi yang ada dan sesuai tuntutan industri. Persaingan global dibidang tenaga kerja tidak dapat dielak lagi, sektor-sektor tertentu seperti pariwisata, akuntan, kesehatan, konstruksi, transportasi dan juga perbankan saat ini telah dirasakan betapi pengaruhnya sudah sangat luar biasa.








BAB III
PENUTUP

III. Kesimpulan
            Tenaga Kerja merupakan salah satu faktor utama dalam melakukan Usaha Perikanan. Selain sebagai pelaku ekonomi juga sebagai operator dalam menjalankan manajemen dalam suatu bisnis terkhusus dalam bidang perikanan. Tenaga kerja yang dibutuhkan harus profesional, bersertifikat akan mampu bersaing di pasar kerja global.
      Tenaga Kerja yang diinginkan mampu menciptakan kerja sehingga menimbulkan lapangan kerja bagi tenaga kerja yang lainnya. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan pelatihan keterampilan dan pemberian ilmu sesuai dengan kebutuhan kerja yang mereka inginkan dan disesuaikan dengan potensi daerah tempat tinggal mereka. Di sinilah peran pemerintah sebagai faktor penunjang dalam merealisasikan kebijakan yang dapat meningkatkan taraf hidup para tenaga kerja.

















DAFTAR PUSTAKA

Arief , Verdico .Makalah. Masalah Pengangguran di Indonesia. Jurusan  Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Padjajaran Jatinagor. 12 Januari 2008.
Bangkona, Abdul Wahab .Makalah. Bagaimana Meningkatkan Data Saing Tenaga Kerja Indonesia di Tengah Persaingan Pasar Tenaga Kerja Bebas. Disampaikan pada Seminar LSPP. 12 Mei 2011.
Khakim, Abdul .Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003, Bandung, PT Citra Aditya Bhakti 2003.
Manulang, Sedjun  .Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta,PT Rineka Cipta, Cet. II, 1995.
Ratna, Viky .Skripsi. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. 17 Juli 2007.
Syahputra Tunggal, Iman .Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo,Jakarta, 2007.
http://hukum.unsrat.ac.id/naker/naker.htm  Di unduh pada tanggal 20 Februari 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor_produksi#Tenaga_kerja Di unduh pada tanggal 20 Februari 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar